kaltimkece.id Satu per satu anak muda maju dan memegang mikrofon. Seseorang mulai bicara di depan diikuti derai tawa penonton yang mendengarkannya. Di sebuah kedai di Kampus Gunung Kelua, Universitas Mulawarman, Samarinda, pertunjukan komedi tunggal itu berjalan lancar pada 2011. Malam itu, untuk pertama kalinya, komunitas Stand Up Comedy Samarinda mengadakan open mic.
Komunitas itu lekas berkembang pesat. Lokasi pertunjukan berpindah-pindah sampai akhirnya dirutinkan sepekan sekali di D’Puncak Café di Jalan MT Haryono. Siapa saja boleh masuk komunitas Stand Up Comedy Samarinda. Keanggotaannya tidak dibatasi usia maupun latar belakang. Bergabungnya juga relatif mudah.
“Komunitas ini menjadi besar dalam waktu relatif singkat. Waktu itu, stand up comedy memang mulai populer,” kenang Kemal Palevi, komika kenamaan dari Kota Tepian, ketika melayani wawancara kaltimkece.id pada Rabu, 7 Juni 2023, di Believe Space, Jalan Belatuk, Samarinda. Kemal didampingi Ardit Erwandha dan Yono Bakrie. Ketiganya tak lain jebolan kompetisi Stand Up Comedy Indonesia di Kompas TV.
Pada dasarnya, komedi tunggal bukan sekadar melawak. Seorang komika harus menguasai public speaking sekaligus melatih kepekaan tentang keresahan di sekitar mereka. Tak heran, iklim komunitas yang sehat di Samarinda melahirkan komika-komika yang terpandang di Tanah Air.
Kemal Palevi memulai catatan tersebut ketika meraih posisi ketiga dalam kompetisi SUCI 2012. Alumnus SMA Kesatuan Samarinda itu bahkan membintangi sejumlah film layar lebar. Pada 2016, Ardit Erwandha mendapat giliran. Ia meraih posisi kedua di SUCI. Yono Bakrie mengunci hegemoni Samarinda di ajang pertunjukan komedi tunggal Nusantara. Ia meraih juara pertama pada musim kesepuluh SUCI.
Dalam reuni di acara Pentas Berkeliling yang diselenggarakan Pentatonika dan Sampoerna A Mild di Samarinda, Kemal, Ardit, dan Yono bertemu di kampung halaman. Mereka memberikan pandangan mengenai komunitas stand up lokal. Menurut Kemal, regenerasi komika di Samarinda bisa tumbuh lebih pesat. Generasi sekarang memiliki daya saing tinggi di ajang kompetisi nasional. Anak muda Samarinda berpotensi mengembangkan kerja-kerja kreatif.
“Kalau regenerasi, insyaallah aman dan baik. Tahun ini, ada Achmad Rizky yang turun sebagai perwakilan asal Samarinda dalam Street Comedy Indonesia,” ujarnya.
Achmad Rizky Prasetya juga hadir dalam ‘reuni’ di Samarinda itu. Rizky sebelumnya bersaing di SUCI X bersama Yono Bakrie. Ia gugur pada preliminary show. Ia berkisah bahwa dalam kompetisi itu, Yono sempat mendatanginya saat karantina.
“Katanya begini, ‘kompetisi kayak gini, 'kan rezeki-rezekian’. Bisa-bisanya dia (Yono) ngomongin rezeki sama orang yang namanya Rizky,” tuturnya.
Yono Bakrie menimpali pernyataan tersebut. “Rizky itu seniornya Ardit. Dia orang lama. Bisa dibilang, dia orang pertama di Stand Up Comedy Samarinda. Tahun ini, dia ikut Street Comedy yang diadakan Stand Up Comedy Fest,” kata Yono.
Stand Up Comedy Fest diselenggarakan komunitas raksasa Stand Up Indonesia. Pentas tersebut dimulai pada 4 Agustus 2023 di Tennis Indoor Senayan. Komika-komika kenamaan dari Sabang sampai Merauke akan tampil. Nama-nama besar itu di antaranya Abdur Arsyad, Awwe, Babe Cabiita, David Nurbianto, Dzawin Nur, Indra Jegel, Soleh Solihun, dan masih banyak lagi.
Ardit Erwandha ikut bersuara. Ia menilai bahwa semangat di Samarinda menumbuhkan iklim kerja kreatif seperti Stand Up Comedy cukup tinggi. Semangat itu bisa didorong dengan pencapaian komika sebelumnya.
Dialek Bahasa Banjar
Mengadu nasib di kota besar seperti Jakarta mengharuskan Kemal, Ardit, dan Yono menanggalkan dialek bahasa lokal. Tak jarang, seperti dikatakan Kemal, ia merindukan teman yang berdialek bahasa Banjar. Makanya, pulang ke Samarinda kali ini menjadi hal yang paling ia senangi. Kemal bisa berkumpul bersama keluarga besarnya. Ia juga senang melihat pertumbuhan infrastruktur di Samarinda.
“Sekarang ada flyover, ada Uniqlo. Samarinda berkembang terus,” tuturnya.
Kerinduan terhadap Samarinda sekaligus bahasa Banjar disebut melatarbelakangi podcast Bukan Bubuhan Biasa. Podcast itu melibatkan Ardit dan Yono. Menurut Ardit, podcast Bukan Bubuhan Biasa adalah cara untuk mengenalkan bahasa Banjar yang kelak bisa menjadi bahasa khas Ibu Kota Nusantara.
Sebagai bahasa yang cenderung dituturkan dengan cepat, sambung Ardit, bahasa Banjar memiliki keunikan. Ia berharap, podcast Bukan Bubuhan Biasa dapat mengobati kerinduan berbahasa Banjar bagi siapa pun yang tak bermukim di Kalimantan.
Ardit membenarkan bahwa ia bernasib sama seperti Kemal. Tidak ada lawan bicara menggunakan bahasa Banjar di Jakarta. Yono lekas menyambar pernyataan Ardit itu.
“Inya kada beisi lawan bepandiran (dia tidak punya lawan berbicara) di Jakarta. Makanya, pas ketemu, kami happy karena bisa berbahasa Banjar di Jakarta. Yang inisiasi Bang Kemal karena ia melihat kayaknya ada uangnya,” gurau Yono. (*)