kaltimkece.id Suara ribuan orang bergemuruh di GOR Veteran, Kota Medan, Sumatra Utara, ketika Iqbal Candra Pratama bertanding di partai final pencak silat kategori fighter nomor tanding 70-75 kilogram putra. Iqbal berhasil menundukkan pesilat Papua, Yunus Andi Iswan Ulop, dengan poin 4-22 di helatan Pekan Olahraga Nasional XXI/2024 Aceh-Sumut. Sebuah kemenangan yang menambah pundi-pundi medali emas kontingen Kaltim.
Jumat, 13 September 2024, Iqbal membuktikan bahwa ia layak menyandang gelar juara Asia. Enam tahun lalu, pesilat 28 tahun itu adalah jawara Asian Games 2018. Emas pada PON XXI kali ini melengkapi koleksi medali di lemarinya. Sepanjang tiga kali perhelatan PON, ia meraih dua emas dan satu perak. Pada PON XIX/2016 di Jawa Barat, Iqbal meraih perak sementara PON XX/2021 Papua dan PON XXI/2024 Aceh-Sumut memperoleh emas.
"Alhamdulillah, saya bisa memberikan yang terbaik. Senang bisa kembali membawa medali emas untuk Kaltim," tutur Iqbal kepada kaltimkece.id selepas laga final.
Iqbal Candra Pratama lahir di Lhokseumawe, 12 Mei 1996. Sulung dari pasangan Mairina Nawi dan Marjuki tersebut menikah dan dikaruniai dua anak. Istrinya, Sarah Tria Monita, juga seorang pesilat dari Jawa Timur. Pada PON kali ini, Sarah meraih medali emas untuk kontingen Jawa Timur.
Iqbal bercerita mengenai masa kecilnya. Ia mengenal pencak silat dari kedua orang tuanya yang merupakan atlet pencak silat. Lelaki dengan tinggi badan 177 sentimeter ini mengaku, mulai bertanding ketika duduk di kelas lima SD 002 Bontang Selatan. Setelah itu, ia terus berlatih dan meniti karier pencak silat seraya menyelesaikan pendidikan formal. Iqbal lulus dari di SMP Sekolah Khusus Olahragawan Internasional (SKOI) Kaltim pada 2011, SMA SKOI Kaltim pada 2014, dan meraih S-1 dari Universitas Muhammadiyah Kaltim jurusan pendidikan olahraga.
"Medali emas ini adalah target kami. Memang, waktunya terbatas saat Pra-PON makanya hanya sedikit yang bisa lolos. Jika Pra-PON lebih dipersiapkan, insyaallah, PON yang akan datang lebih baik lagi hasilnya," jelasnya.
Aparatur sipil negara Kementerian Pemuda dan Olahraga RI ini berharap makin banyak atlet-atlet Kaltim yang berprestasi. Baik di tingkat nasional maupun internasional. Ia juga ingin pemerintah bisa merangkul atlet-atlet lain yang meraih medali.
"Semoga yang lain bisa diangkat sebagai honorer atau pekerjaan lainnya di Kaltim. Bisa dirangkul semua," sebutnya.
Emas Sang Adik dan Air Mata Ibunda
Beberapa jam sebelum Iqbal meraih medali emas, di atas matras yang sama, Dinda Nuraidha menorehkan hasil mengejutkan. Satu-satunya adik perempuan Iqbal itu sedang menghadapi pesilat Jawa Tengah, Atifa Fismawati, di kategori fighter nomor tanding 60-65 kilogram putri. Dinda menang dengan poin akhir 8-41.
Kepada kaltimkece.id, Dinda mengaku baru pertama kali menghadapi lawannya tersebut di final PON XXI. Atifa, pesilat dari Jawa Tengah, bukan lawan sembarangan. Ia adalah peraih emas di SEA Games 2023 Kamboja. Atifa pun memperoleh wild card atau langsung lolos ke pencak silat PON XXI/2024 Aceh-Sumut tanpa melewati kualifikasi.
"Alhamdulillah, lega sekali. Setelah tiga kali PON, baru kali ini bisa dapat medali emas," ucap perempuan berusia 26 tahun itu. Ia memang tidak mendapat medali di PON XIX/2016 Jawa Barat. Sementara pada PON XX/2021 Papua, ia memperoleh medali perunggu.
Sebagai informasi, Dinda merupakan alumnus SD 002 Bontang Selatan, SMP SKOI Kaltim, SMA SKOI Kaltim, dan S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Mulawarman, Samarinda. Dinda telah menikah dan dikaruniai seorang anak. Suaminya merupakan pesilat Kaltim dan kini melatih di SKOI Kaltim. Medali emas pertamanya pada PON ini, kata Dinda, adalah anugerah setelah menjadi seorang ibu.
"Kalau orang bilang anak itu penghalang, bagi saya tidak," tuturnya.
Pada pekan olahraga provinsi lalu, Dinda mengaku, tengah hamil lima bulan dan meraih emas. Selanjutnya, pada Pra-PON, anaknya sudah lahir dan berusia lima bulan. Dinda lagi-lagi meraih medali emas. Rezeki anak, kata orang-orang.
Dinda juga bercerita bahwa tidak ada tanda-tanda apa pun akan meraih medali emas di PON XXI/2024 Aceh-Sumut. Ia merasa lebih tenang dan pasrah. Lagi pula, menjadi pesilat adalah impiannya sejak kecil karena mengikuti jejak kedua orang tua. Ia pun berharap dapat kembali masuk Pemusatan Latihan Nasional.
"Dulu sempat masuk pelatnas untuk kejuaraan dunia. Tapi saat itu, kelas tanding saya tidak ada jadi tidak dipanggil lagi. Mungkin, habis ini bisa ke pelatnas lagi," harap Dinda.
Sementara itu, di belakang panggung GOR Veteran di Kota Medan, Mairina Nawi, 50 tahun, tak bisa menyembunyikan rasa harunya. Betapa tidak, dua anaknya yaitu Iqbal dan Dinda sama-sama naik podium dan dikalungi medali emas.
"Bangga, terharu, sedih juga. Orang, 'kan melihat hasil tetapi tidak melihat proses. Prosesnya itu tidak semudah yang orang lihat," tutur ibunda Iqbal dan Dinda tersebut.
Mairina mengatakan, tidak pernah menyiapkan kedua anaknya sebagai pesilat. Ia hanya melihat bakat kedua anaknya sehingga bersama-sama suami memberikan dukungan penuh. Sang ibu yang juga pelatih pencak silat putri Kaltim itu berharap, anak-anaknya dapat mempertahankan prestasi nasional maupun internasional.
Kontingen pencak silat Kaltim terbilang sukses pada PON XXI/2024 Aceh-Sumut. Selain meraih dua emas, para pesilat Kaltim memperoleh satu perak atas nama Fitri Mawarni dan satu perunggu dari Alamsyah. (*)