kaltimkece.id Unjuk rasa kaum perempuan di Samarinda pada 22 Desember 1953 itu berlangsung di depan Kantor Karesidenan Kalimantan Timur. Para demonstran mengirimkan petisi yang memuat empat tuntutan. Satu di antaranya yaitu meminta Beasiswa Kutai periode 1953/1954 tidak dibekukan. Muatan lengkap petisi itu diketahui dari lampiran Surat Wakil Perdana Menteri I kepada Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan yang bertanggal 19 Januari 1954.
Beasiswa Kutai merupakan program pemerintah karesidenan--dan nantinya pemerintah provinsi--bersama pemerintah swapraja Daerah Istimewa Kutai. Yayasan Mulawarman dibentuk untuk mengelola beasiswa tersebut (East Kalimantan: The Decline of a Commercial Aristocracy, 1991, hlm 57). Adapun pengurus yayasannya adalah anggota DPRD-Peralihan Daerah Istimewa Kutai dan Kaltim serta beberapa pegawai tinggi pemerintah Provinsi Kaltim (Harian Rakjat, 11-11-1957).
Putra-putri Kaltim yang dibiayai Beasiswa Kutai dikirim ke berbagai perguruan tinggi terutama Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta. Sebagian besar para penerima beasiswa itu lantas diminta kembali ke Kaltim oleh Gubernur Abdoel Moeis Hassan. Mereka direkrut menjadi pegawai pemerintah provinsi sekaligus kader Partai Nasional Indonesia atau PNI (Sejarah DPRD Kaltim dalam Perkembangan Pemerintahan Daerah 1957-2011, 2011, hlm 42; dan East Kalimantan: The Decline of a Commercial Aristocracy, 1991, hlm 52).
Moeis Hassan waktu itu memang mencari anak-anak muda untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di birokrasi. Ia sekaligus pula hendak memperkuat posisi PNI di Kaltim. Para birokrat muda yang direkrut inilah yang nantinya memainkan peran penting di pemerintahan Kaltim pada masa Orde Baru di bawah naungan Golongan Karya.
Beasiswa Kutai sebenarnya bukan satu-satunya program bantuan biaya pendidikan dari Karesidenan Kaltim. Pada masa yang sama, menurut Laporan Politik pada Juli 1955, ada beasiswa dari Yayasan Karet Rakyat Kalimantan Timur. Beasiswa ini ditujukan kepada pemuda-pemudi yang ingin melanjutkan studi ke Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA) tahun ajaran 1955/1956. Peraturan beasiswa tersebut disesuaikan dengan peraturan beasiswa pemerintah (Beasiswa Kutai). Beasiswa Yayasan Karet juga diumumkan di berbagai surat kabar daerah agar diketahui khalayak.
Mencetak Figur Pemimpin Daerah
Seorang dari antara penerima Beasiswa Kutai adalah Muhammad Ardans. Figur yang kelak menjadi gubernur Kaltim menggantikan Kolonel Suwandi ini kuliah di Fakultas Hukum UGM pada 1958. Ardans lulus tingkat Kandidat Ilmu Hukum (sarjana) pada April 1962 (Kedaulatan Rakjat, 24-04-1962).
Ardans adalah kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) sewaktu kuliah. Organisasi mahasiswa tersebut berafiliasi dengan PNI kala itu. Dengan demikian, tidak sulit bagi Moeis Hassan merekrut Ardans menjadi pegawai pemerintah provinsi sekaligus anggota PNI (Sejarah DPRD Kaltim dalam Perkembangan Pemerintahan Daerah 1957-2011, hlm 42). Bagaimanapun juga, Ardans bisa menuntut ilmu di UGM berkat kedermawanan pemerintah daerah melalui Beasiswa Kutai (hlm 52).
Ardans kemudian diangkat sebagai anggota Badan Pola Pembangunan Ekonomi Perjuangan Tiga Tahun periode 1965-1968. Akan tetapi, lembaga tersebut tidak dapat berjalan efektif karena ketidakstabilan politik sejak peristiwa Gerakan 30 September yang dilanjutkan transisi Orde Lama ke Orde Baru (Ikut Mengukir Sejarah, 1994, hlm 159-160). Tiga tahun kemudian, Ardans keluar dari PNI dan aktif di Golkar dengan jabatan pertamanya adalah sekretaris Korps Karyawan Kementerian Dalam Negeri Kaltim hingga 1971 (hlm 27).
Selain Ardans, ada pula Awang Badaranie Abbas yang menerima Beasiswa Kutai. Ia adalah bupati Paser periode 1979-1984. Badaranie lulus tingkat baccalaureat (sarjana) Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Sosial dan Politik, UGM, pada 1962 (Dari Swapraja ke Kabupaten Kutai, 1979, hlm 181; dan Lembaga Pemilihan Umum, 1972, hlm 457).
Berbeda dengan Ardans yang ditempatkan di bawah gubernur, Badaranie bertugas di Kantor Kabupaten Kutai. Usianya masih begitu muda ketika menduduki pelbagai jabatan strategis. Mulai kepala Urusan DPRD-GR, Tata Hukum/Perundang-Undangan, dan Urusan Politik/Rahasia, serta sekretaris Panca Tunggal Kabupaten Kutai (Dari Swapraja ke Kabupaten Kutai, 1979, hlm 181; dan Lembaga Pemilihan Umum, 1972, hlm 457). Merekrut Badaranie, bagi Moeis Hassan, juga tidak sulit. Ayah Badarine, Awang Abbas, adalah seorang anggota PNI (East Kalimantan: The Decline of a Commercial Aristocracy, 1991, hlm 57).
Perekrutan yang sama berlaku kepada mantan Bupati Kutai, Awang Faisjal Ishak (kakak Awang Faroek Ishak). Awang Faisjal seangkatan dengan Awang Badaranie karena persamaan masa jabatan. Ia adalah putra dari Awang Ishak yang merupakan kader partai berlambang kepala banteng (hlm 57). Bedanya hanya Faisjal tidak kuliah di UGM seperti Badaranie.
Awang Faisjal tamat SMA pada 1950. Ia tidak menetap di satu kota. Pertama, ia mengikuti Kursus Dinas C (KDC) di Banjarmasin sebelum menjadi pegawai Biro Pemerintahan di Kantor Gubernur Kaltim. Setelah itu, Faisjal menerima tugas belajar di Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) di Surabaya sebelum melanjutkan ke Fakultas Sospol Jurusan Pemerintahan Universitas Brawijaya di Malang. Ia lulus pada 1966 (Awang Faroek Ishak di Mata Para Sahabat, 2008, hlm 168; dan Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, 2013).
M Saleh Nafsi, adik dari KH M Harun Nafsi, termasuk angkatan sarjana-birokrat muda yang dicetak Beasiswa Kutai. Berbeda dengan sang kakak yang menjadi tokoh Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) di Kaltim, Saleh selaku birokrat (kelak bupati Paser periode 1965-1979) bernaung di bawah PNI. Ia kuliah di Fakultas Hukum UGM pada 1956 dan lulus ujian propedeuse (masa percobaan pada tahun pertama kuliah) sekitar akhir Januari atau awal Februari 1957 (Kedaulatan Rakjat, 4-02-1957). Berkaca dari masa studi yang ditempuh tokoh-tokoh lain, Saleh lulus sekitar 1960.
Setelah meraih gelar sarjana hukum, Saleh ditempatkan di Departemen Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah. Ia juga aktif dalam pendirian Universitas Mulawarman sebagai anggota Panitia Persiapan Pendirian Perguruan Tinggi Mulawarman. Saleh kemudian menjadi Pengurus Perguruan Tinggi Mulawarman dan Presidium Universitas Mulawarman (Sejarah Universitas Mulawarman, 2025). Berbeda dengan Badaranie yang menjadi bupati saat Orde Baru berkuasa, Saleh menjadi bupati pada masa Sukarno.
Saleh dilantik pada akhir 1965 oleh Gubernur Moeis Hassan menjadi Bupati Paser. Ia menggantikan Letkol RM Soerono yang diberhentikan oleh Penguasa Pelaksana Perang Daerah Pertahanan (Pepelradahan) Kaltim, Brigjen Soemitro, karena dituduh berafiliasi dengan Pangdam yang lama, Kolonel Soehario (East Kalimantan: The Decline of a Commercial Aristocracy, 1991, hlm. 57; Kompas, 20-12-1965; Angkatan Bersendjata, 13-06-1966).
Saleh kemudian menjadi ketua Tim Pembantu Gubernur Urusan Penanaman Modal (TPUGM) setelah selesai menjadi bupati. TPUGM tersebut kini menjadi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kaltim (DPMPTSP, 2025).
Penerima Beasiswa Kutai berikutnya adalah Ahmad Dahlan, adik dari wartawan lima zaman di Kaltim, Oemar Dachlan. Ahmad Dahlan merupakan Bupati Kutai periode 1965-1979. Ia jebolan Fakultas Sospol UGM angkatan 1957 yang lulus pada 1961. Ahmad juga aktif dalam pendirian dan kepengurusan Universitas Mulawarman. Ia merupakan sekretaris Presidium Perguruan Tinggi Mulawarman yang diangkat pada 28 Juni 1962 (Sejarah Universitas Mulawarman, 2025).
Di samping itu, Ahmad merupakan anggota Presidium Unmul dan dosen luar biasa hingga 1966 (Lembaga Pemilihan Umum, 1983, hlm 730). Ahmad menjadi bupati Kutai pada periode yang sama dengan M Saleh Nafsi di Paser. Ia dilantik dalam suatu sidang khusus DPRD-GR Kabupaten Kutai di Tenggarong oleh Gubernur Moeis Hassan pada 1 November 1965 (Dari Swapraja ke Kabupaten Kutai 1979, hlm 279).
Diterpa Isu Korupsi
Beasiswa Kutai memang berhasil mencetak birokrat-birokrat cemerlang pada dekade 1960-an. Akan tetapi, program tersebut juga tidak lepas dari pemberitaan negatif. Satu di antara isu yang paling mencolok adalah dugaan korupsi. Sebagian besar anggota panitia pengurus, menurut pemberitaan, ditengarai terlibat.
Harian Rakjat edisi 11 November 1957 mewartakan kasus ini dengan judul Beasiswa Peladjar Kutai Amblas Dimakan Koruptor. Dalam artikel yang sama tertulis, "Suratkabar di Samarinda dan Balikpapan heboh (dengan kasus ini)."
Aktor utama yang disebut terlibat adalah kepala bagian keuangan Daerah Istimewa Kutai, Ny AGH. Ironisnya, ia merupakan ketua Panitia Seperempat Abad Pergerakan Wanita Indonesia di Samarinda yang menggerakkan demonstrasi wanita pada 22 Desember 1953. Seperti diceritakan di awal artikel ini, demonstrasi menuntut Beasiswa Kutai tidak dibekukan.
Sebagai kepala bagian keuangan, Ny AGH disebut membagi-bagikan Rp77.100 dari anggaran beasiswa kepada beberapa anggota Panitia Beasiswa Daerah Istimewa Kutai (saat kasus dilaporkan, mereka semua sudah tak lagi menjabat). Padahal, anggota panitia tak berhak memperoleh bagian dari dana beasiswa.
Para penerimanya bermacam-macam. Mulai oknum unsur pimpinan DPRD Peralihan Daerah Istimewa Kutai (Kedaulatan Rakjat, 5-02-1957) hingga DPRD Peralihan sekaligus DPRD Kaltim (Sejarah DPRD Kaltim dalam Perkembangan Pemerintahan Daerah 1957-2011, 2011, hlm 78). Mereka yang disebut menerima uang itu berasal dari sejumlah partai politik seperti PNI, Masyumi, Partai Indonesia Raya, hingga Partai Murba. Seorang pejabat tinggi Daerah Istimewa Kutai dan beberapa pegawai tinggi di Kantor Provinsi Kaltim turut disebut menerima rasuah itu.
Ny AGH yang dituduh membagi-bagikan uang beasiswa akhirnya dipecat DPD Istimewa Kutai. Keputusan itu terbit setelah DPRD Peralihan Daerah Istimewa Kutai mengeluarkan mosi tidak percaya terhadap dirinya. Ny AGH dan para penerima uang juga dimintai keterangan oleh pihak berwajib.
Pelajaran bagi Masa Sekarang
Gerakan mahasiswa di Kaltim hari-hari ini tengah menyoroti kebijakan pemerintah pusat. Sektor pendidikan dianggap dianaktirikan pusat karena menurut Arah Kebijakan BPP Tahun Anggaran 2025, pendidikan dan kesehatan adalah prioritas pendukung. Prioritas utamanya yaitu Program Makan Bergizi Gratis (MBG), ketahanan pangan, ketahanan energi, perumahan, dan pertahanan keamanan.
Belajar dari Beasiswa Kutai, program pendidikan ini berhasil mencetak birokrat-birokrat muda nan gemilang. Ketika Provinsi Kaltim masih seumur jagung, Beasiswa Kutai melahirkan SDM Kaltim yang tak kalah dengan daerah lain terutama dari Pulau Jawa. Program ini memang dirundung isu korupsi. Namun hal itu tak semestinya dijadikan gunjingan melainkan pelajaran bagi penerus agar tak jatuh ke jurang yang sama.
Patut diingat bahwa selepas Reformasi, Pemprov Kaltim kembali melanjutkan program beasiswa. Gubernur Awang Faroek Ishak (2008-2018) dengan Beasiswa Kaltim Cemerlang, dilanjutkan Gubernur Isran Noor (2018-2023) lewat Beasiswa Kaltim Tuntas. Hasilnya, indeks pembangunan manusia (IPM) Kaltim selalu masuk tiga besar di level nasional. Sekarang ini pula, gubernur dan wakil gubernur Kaltim yang baru dilantik, Rudy Mas'ud-Seno Aji, mengusung biaya pendidikan gratis lewat program Gratispol.
Kebijakan yang menempatkan pendidikan sebagai anak emas pembangunan tentu perlu didukung. Sudah banyak negara maju yang telah membuktikan bahwa pendidikan (alih-alih sumber daya alam) menjadi penentu kemakmuran. Seorang Nelson Mandela bahkan pernah berkata, "Pendidikan adalah senjata yang sangat mematikan untuk bisa mengubah dunia." (*)
Senarai Kepustakaan
Beasiswa Peladjar Kutai Amblas Dimakan Koruptor, Harian Rakjat, 11 November 1957.
Universitas: Lulus, Kedaulatan Rakjat, 4 Februari 1957.
Pemerintah tawari Sultan Kutai, Kedaulatan Rakjat, 5 Februari 1957.
Universitas: Lulus, Kedaulatan Rakjat, 24 April 1962.
Pelantikan Bupati oleh Gubernur Kaltim, Kompas, 20 Desember 1965.
Pembangunan di Kaltim demi perlantjar export drive, Angkatan Bersendjata, 13 Juni 1966.
Amin, Mohammad Asli. 1979. Dari Swapraja ke Kabupaten Kutai. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Arifin, Samsul dan Suyatni Priasmoro, 2011. Sejarah DPRD Kaltim dalam Perkembangan Pemerintahan Daerah 1957-2011. Samarinda: Sekretariat DPRD Provinsi Kaltim.
ANRI. Arsip Tekstual Sekretariat Negara Kabinet Perdana Menteri RI 1950-1959 Jilid II, No. 1054. Surat kepada Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan tentang Petisi Demonstrasi Wanita Indonesia di Samarinda. 22 Desember 1953-19 Januari 1954.
ANRI. Arsip Tekstual Sekretariat Negara Kabinet Perdana Menteri RI 1950-1959 Jilid I, No. 1776, Surat dari Residen Kalimantan Timur kepada Gubernur Provinsi Kalimantan di Banjarmasin mengenai laporan politik di Kalimantan Timur bulan Juli 1955.
Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara. Awang Faisjal Mantan Bupati Kutai Wafat, Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara Bagian Protokol dan Komunikasi, 18 Agustus 2013. Diakses pada 3 Maret 2025 pukul 10:24.
Dinas Penanaman Modal & Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Kalimantan Timur. Kepala Dinas, DPMPTSP Kalimantan Timur, 2025. Diakses pada tanggal 18 Februari 2025 pada pukul 21:30.
_. Sejarah DPMPTSP, DPMPTSP Kalimantan Timur, 2025. Diakses pada tanggal 18 Februari 2025 pada pukul 21:44.
Hassan, Abdoel Moeis. 1994. Ikut Mengukir Sejarah. Jakarta: Yayasan Bina Ruhui Rahayu.
Hassan, Abdoel Moeis. 2004. Kalimantan Timur: Apa, Siapa dan Bagaimana. Jakarta: Yayasan Bina Ruhui Rahayu.
Karim, Sarbinnor (ed.). 2008. Awang Faroek Ishak di Mata Para Sahabat Edisi 2. Jakarta: Indomedia.
Kementerian Penerangan. Daftar Persuratkabaran jang Diterbitkan di Indonesia, No. 4, Januari 1956.
Lembaga Pemilihan Umum. 1972. Riwayat Hidup Anggota-Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Hasil Pemilihan Umum 1971. Jakarta: Lembaga Pemilihan Umum.
_. 1982. Ringkasan Riwayat Hidup dan Riwayat Perjuangan Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Hasil Pemilihan Umum Tahun 1982 yang Bukan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Jakarta: Lembaga Pemilihan Umum.
_. 1983. Ringkasan Riwayat Hidup dan Riwayat Perjuangan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Hasil Pemilihan Umum Tahun 1982. Jakarta: Lembaga Pemilihan Umum.
Lembaran Propinsi Kalimantan. 1955. Bandjarmasin: Kantor Propinsi Kalimantan.
Magenda, Burhan Djabier. 1991. East Kalimantan: The Decline of a Commercial Aristocracy. Ithaca: Cornell University.
Tim Penulis. 1992. Sejarah Pemerintahan di Kalimantan Timur dari Masa ke Masa. Samarinda: Pemerintah Provinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Timur.
Universitas Mulawarman. Sejarah, Universitas Mulawarman, 2025. Diakses pada tanggal 18 Februari 2025 pada pukul 21:18.