kaltimkece.id Dwi Putra kesal bukan kepalang. Kaki-kaki sepeda motornya rusak berulang kali. Kali ini, shockbreaker-nya yang rewel. Kali lain, bannya yang pecah. Semua itu disebabkan karena ia menabrak lubang di ruas jalan Samarinda. Lelaki berusia 33 tahun itu sampai-sampai akrab dengan montir langganannya karena bolak-balik ke bengkel.
Keresahan itu membawa Dwi Putra membuat konten di media sosial. Kebetulan, ia memiliki sebuah akun Instagram bernama @samarindastory. Di situlah ia menumpahkan kekesalan. Konten berbumbu komedi tentang lubang jalan di Samarinda tersebut viral. Belasan ribu orang penontonnya.
Ribuan komentar positif datang. Dwi Putra kian semangat membuat konten serupa. Videonya yang terbaru tentang lubang di Jalan Kadrie Oening. Sudah dilihat satu juta kali.
Sebagai informasi, Samarinda Story didirikan dari keisengan pada 2019. Akun tersebut pada awalnya adalah tempat bagi alumnus SMA Bakom tersebut mengunggah hasil editan video. Isinya beragam. Mulai tema sejarah hingga cover lagu. Akun itu juga ia manfaatkan untuk mempromosikan usaha kulinernya, Iga Bakar Dinosaurus, di Jalan Kadrie Oening.
Sampai akhirnya alumnus Universitas Amikom Yogyakarta itu mengangkat tema jalan berlubang. Ia sampai diwawancarai televisi nasional berkat video tersebut. Ceritanya begini. Pada Oktober 2022, Dwi Putra ingin berkontribusi nyata. Ia pun membawa cangkul, catok, beberapa karung semen, dan pasir. Beberapa teman membantunya untuk menambal jalan berlubang di sejumlah titik di Samarinda.
“Pengalaman pertama itu kurang mengenakkan. Ketika sedang menyemen, tiba-tiba semen yang masih basah itu dilindas di depan mata kami,” kenangnya sambil tersenyum kecut.
Dari situ ia belajar. Pada pekerjaan selanjutnya, Dwi Putra menggunakan banner dan safety line. Kesialan masih menaunginya. Banner-nya dicuri orang. Dwi Putra tidak kapok. Semangatnya adalah apresiasi dari orang-orang yang mendukung kegiatan itu. Seorang ibu bahkan mendatanginya untuk berterima kasih.
“Seorang ibu hamil berterima kasih karena menjadi lebih nyaman saat berkendara,” ungkapnya. Dwi Putra terenyuh. Ia pun terus menambal lubang jalan. Warganet yang mendukungnya ikut membantu lewat sumbangan dana. “Awalnya kami tidak membuka donasi. Saya khawatir tak mampu mempertanggungjawabkan dana tersebut. Takut tidak amanah,” tuturnya.
Setelah konten menambal jalan masuk episode keempat, ia yakin konten ini digemari. Donasi pun mulai dibuka. Kebanyakan memberikan uang, beberapa toko bangunan turut menawarkan bantuan. “Semoga lebih banyak orang di Samarinda yang peduli kepada sekitar,” jelasnya.
Dwi Putra bersama sepuluh rekannya kini rutin menambal lubang-lubang jalan. Setiap sepekan sekali mereka turun. Para relawan ini dipimpin seorang rekan yang menjadi koordinator lapangan. Untuk setiap lubang, mereka mengeluarkan biaya Rp 200 ribu hingga Rp 500 ribu untuk semen dan pasir. Besaran biaya bergantung lebar dan kedalaman lubang.
Penyebab Jalan Berlubang
Akademikus teknik sipil dari Politeknik Negeri Samarinda, Tumingan, menguraikan penyebab jalan berlubang di Kota Tepian. Ada dua faktor utama. Pertama, lalu lalang kendaraan besar di jalan umum.
“Kecuali mobil pemadam kebakaran dan truk sampah, terkadang ada truk atau mobil besar dengan muatan berlebih melewati lalu lintas perkotaan,” jelas Tumingan. Beban kendaraan yang tidak sesuai kapasitas jalan akan merusak permukaan aspal.
Spesifikasi batas muatan telah diatur UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Batas maksimal muatan berdasarkan kelas jalan. Untuk jalan kelas I, beban sumbu maksimal 10 ton. Sementara kelas II dan kelas III adalah 8 ton. Klasifikasi kelas jalan itu ditentukan lebar dan kualitas konstruksinya.
Penyebab kedua, Tumingan menambahkan, adalah genangan air. Ketika permukaan jalan tidak memiliki tempat untuk air mengalir, genangan akan merusaknya. Satu dari antara faktor tempat mengalir air ini hilang adalah pembangunan rumah secara serampangan. Beberapa rumah di Samarinda dibangun dengan menyemen parit di depannya. Kelalaian itu pada kemudian hari akan membuat air meluap saat hujan.
Tanggung jawab perawatan jalan memang ada di pemerintah baik pusat maupun daerah. Akan tetapi, kesadaran merawat jalan dari publik juga tak kalah penting.(*)