kaltimkece.id Nenni Marlini masih berusia sembilan tahun ketika pulang pada sore hari dengan mengendap-endap. Murid kelas tiga SD 002 Tanjung Batu, Berau, ini, baru saja pergi mengaji kemudian berlatih layar bersama seorang sahabat. Untuk urusan yang kedua itulah, Nenni merahasiakannya. Ia berlatih diam-diam.
Mula-mula, semua aman-aman saja. Ibunya, Yulianti, tidak menaruh prasangka. Sang ibu baru mendelik curiga ketika melihat kulit Nenni bertambah gelap. Ditambah lagi, Nenni selalu pulang sore hari. Tidak mungkin, pikir ibunya, kulit terbakar sinar matahari hanya karena mengaji.
Aktivitas senyap Nenni terbongkar juga. Suatu sore pada 2010, kakak perempuan Nenni berjalan-jalan di Pelabuhan Tanjung Batu. Padahal, inilah tempat Nenni berlatih layar. Nenni pun kepergok dan segera dilaporkan. Ibunya marah besar.
"Siapa yang jaga kamu di sana? Siapa yang tanggung jawab kalau ada apa-apa di laut? Apakah dijamin keselamatannya?" Yulianti tak henti-hentinya mengomel karena khawatir keselamatan putrinya.
"Enggak ada, Ma."
Nenni mau tak mau berhenti latihan. Ia mengaku kepada ibunya, mengikuti latihan layar atas ajakan teman sepermainan. Nenni suka olahraga itu. Ia juga sudah mahir berenang. Namun, segala pembelaannya tidak diterima.
Tiga pekan kemudian, seorang tetangga datang ke rumah dan berbicara kepada Yulianti. Tetangga itu meminta Yulianti tidak khawatir akan keselamatan Nenni. Di setiap latihan, ada orang yang menjaga dan bertanggung jawab.
"Kalau dia sukses, nanti ada yang bantu-bantu kamu," kata sang tetangga seperti ditirukan Nenni kepada kaltimkece.id. Nenni memenuhi permintaan wawancara pada Sabtu malam, 18 Januari 2020, di Hotel Royal Park, Jalan Sentosa, Kecamatan Sungai Pinang, Samarinda.
Mendengar saran tetangga tadi, Yulianti mulai pikir-pikir. Namun, izin bagi Nenni tetap tidak diberikan. Nenni yang sudah tak kuasa menahan hasrat berlatih tak habis akal. Ia mengajak teman-teman seperlatihan ke rumah. Mereka berusaha membujuk Yuliana agar memberikan izin. Tak mempan juga.
Nenni yang sudah patah semangat akhirnya melawan. Ia diam-diam latihan lagi di pelabuhan. Saat itu, Nenni diberikan Rp 50 ribu dari pelatih. Ia begitu girang. Uang segitu sangat besar baginya karena selama ini Nenni tidak pernah diberi jajan. Kondisi ekonomi keluarganya memang pas-pasan.
"Saya cepat-cepat pulang. Uang itu saya beri kepada mama," tutur Nenni. Ia berharap ibunya bahagia. Begitu tiba di rumah, Neni segera disembur dengan amarah. Ia belum sempat menjelaskan asal-usul uang tersebut.
"Dari mana kau dapat uang ini? Kamu mencuri, ya?"
"Enggak, Ma. Aku digaji, Ma. Aku latihan lagi di pelabuhan," jawab Nenni.
"Jadi kamu latihan lagi? Siapa yang izinkan? Betul, ya, uang ini dari sana? Mama tanya pelatihmu nanti!"
Yulianti akhirnya menerima penjelasan dari pelatih. Pelan-pelan, hatinya luluh. Nenni pun mendapat izin. Waktu berlalu, Nenni menunjukkan perkembangan luar biasa. Ibunya pun berubah. Dukungan kepada Nenni diberikan sepanjang waktu dari ibunya.
Prestasi Gemilang
Jemari Nenni asyik menari-nari di layar telepon pintar ketika kaltimkece.id datang. Ketika diwawancarai, ia mengenakan busana sporty. Perempuan berkulit cokelat ini sedikit tersenyum malu ketika menjelaskan awal mula menjadi atlet layar tadi.
Pada 2019, Nenni menorehkan prestasi membanggakan. Ia menjadi satu dari sedikit atlet Kaltim yang meraih medali di ajang SEA Games di Filipina. Putri dari Berau ini merebut perunggu di kelas RSX Women. Yang paling istimewa, meskipun hanya perunggu, medali itu adalah satu-satunya yang diraih Indonesia dari cabang olahraga layar.
SEA Games adalah pesta olahraga negara-negara di Asia Tenggara. Di SEA Games Filipina, 30 November-11 Desember 2019, Indonesia duduk di peringkat empat dengan 72 medali emas, 83 perak, dan 111 perunggu.
Nenni Marlini lahir di Berau, 7 Maret 2001. Ia tinggal di Kampung Tanjung Batu, Kecamatan Pulau Derawan. Setelah lulus dari SMP 6 Berau, ia masuk Sekolah Khusus Olahraga Internasional Kaltim di Kompleks GOR Utama Palaran, Samarinda.
Nenni memiliki tinggi badan 152 sentimeter dengan berat 47 kilogram. Ia adalah anak ketiga dari lima bersaudara yang semuanya perempuan. Ayahnya bernama Ismail, kini 59 tahun, berasal dari Mandar, Sulawesi Barat. Ismail adalah seorang petugas kebersihan. Ibunya, Yulianti, kini 42 tahun, berdarah Manado, Sulawesi Utara. Yulianti sehari-hari berjualan di sebuah kantin.
Nenni mengikuti kejuaraan pertama di Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) 2014 di Samarinda. Ia bermain di kelas optimis. Setelah itu, ia bertarung di kejuaraan nasional.
Kecewa yang luar biasa sempat menderanya. Ketika kejurnas tiba, Nenni batal berangkat. Rupanya, ia kekurangan alat dan ketika itu atlet-atlet dari luar daerah yang diutamakan. Hati Nenni hancur. Ia sudah kadung semangat dan berlatih keras demi kejurnas. Patah hati membuatnya absen latihan tiga bulan.
Ibunyalah yang menjadi pahlawan. Yulianti pelan-pelan mengembalikan semangat Nenni. Apalagi, Nenni masih menerima honor latihan Rp 1 juta. Sejak itu, Nenni mulai giat berlatih lagi. Sejumlah turnamen besar telah menantinya.
Nenni mewakili Kaltim dalam Pekan Olahraga Nasional XIX 2016 di Jawa Barat. Ia meraih medali perunggu. Setahun kemudian, Nenni diutus berpartisipasi di Kejuaraan Dunia 2017 bertajuk RS One World Championships Hoi An di Vietnam. Selalu tampil gemilang, Nenni patut bangga karena ia tergabung dalam kontingen Indonesia untuk Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang. Sayangnya, saat itu Nenni hanya di peringkat keempat.
Penggemar PUBG Mobile ini sekarang bersiap menghadapi PON XX 2020 Papua. Di ajang Pra-PON cabang olahraga layar tahun lalu, ia sudah meraih medali perak di kelas RSX.
"Semoga saya bisa terus mengharumkan nama Kaltim dan Indonesia," tutup gadis yang bercita-cita menjadi guru agama atau guru bahasa Inggris ini. (*)
Editor: Fel GM