kaltimkece.id Puluhan orang berkumpul di depan kediaman Sibukdin di Desa Lokdam, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara. Di rumah kepala adat Suku Balik tersebut, mereka merakit kayu untuk wadah baliho. Spanduk berukuran jumbo itu bertuliskan tentang kegelisahan masyarakat adat atas proyek Ibu Kota Negara Nusantara.
Senin pagi, 13 Maret 2023, pukul 09.00 Wita, warga Suku Balik memulai aksi protes proyek IKN di Sepaku. Sibukdin selaku kepala adat menjelaskan, aksi ini dipicu dari proyek-proyek IKN. Salah duanya yaitu proyek penanganan banjir atau normalisasi Sungai Sepaku dan pembangunan Intake Sepaku. Kegiatan tersebut disebut mengancam ruang hidup masyarakat Suku Balik.
“Tanah-tanah kami dipasangi patok dan diukur secara sepihak tanpa melibatkan kami. Kuburan-kuburan leluhur kami dirusak,” protes pria berusia 60 tahun itu.
Tak ingin tergusur dari tanah yang telah didiami generasi ke generasi, kelompok tersebut mengeluarkan delapan tuntutan. Pertama, masyarakat Suku Balik di IKN Nusantara menolak program penggusuran kampung. Kedua, mereka tidak mau direlokasi atau dipindahkan ke daerah lain.
Ketiga, menolak penggusuran situs-situs sejarah leluhur, kuburan, atau tempat-tempat tertentu yang memiliki nilai sejarah Suku Balik. Keempat, menolak keras dipisahkan dari tanah leluhur. Kelima, menolak perubahan nama kampung dan sungai. Keenam, meminta pemerintah membuat kebijakan yang mengakui dan melindungi masyarakat Suku Balik di Sepaku.
Ketujuh, meminta pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap Suku Balik yang terdampak pembangunan IKN. Baik dampak lingkungan serta dampak sosialnya. Terakhir, menyatakan tidak bertanggung jawab atas aksi oknum yang mengatasnamakan Suku Balik yang mengambil kesepakatan mengenai kebijakan IKN tanpa melibatkan komunitas adat.
“Tolong, jangan ganggu tempat tinggal dan bercocok tanam dari leluhur kami ini. Itu saja harapan kami,” ujar Sibukdin.
Dewan Nasional Perempuan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Region Kalimantan, Isnah Ayunda, menambahkan penekanan. Organisasi yang mendampingi perempuan Suku Balik di Sepaku tersebut menilai, permukiman dan wilayah kelola masyarakat Suku Balik memiliki nilai penting. Kedua wilayah merupakan bagian dari sejarah Suku Balik. Bila dirusak maka hilanglah identitas atau bukti sejarah Suku Balik.
“Di wilayah kelola juga terdapat hak kolektif perempuan adat seperti berkebun hingga mencari kebutuhan di sungai maupun hutan,” kata Isnah, Rabu, 15 Maret 2023.
Kecemasan masyarakat Suku Balik disebut bukan pepesan kosong. Berdasarkan peta normalisasi Sungai Sepaku, beber Isnah, proyek penanganan banjir akan memakan ruang hidup masyarakat Suku Balik.
Padahal, posisi warga dilindungi Undang-Undang 2/2012 dan Peraturan Pemerintah 19/2021 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Pasal 33 dan pasal 34 dalam peraturan tersebut berbunyi, masyarakat yang terkena dampak pembangunan berhak untuk menyatakan penolakan dan keberatannya. Ada juga pasal 37 dan pasal 39 yang menjelaskan, jika keberatan warga diterima maka proyek pembangunan yang memerlukan pengadaan tanah dapat dibatalkan atau dipindahkan lokasinya.
“Tugas negara adalah memerhatikan dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak individu atau komunal masyarakat adat serta nilai-nilai budaya yang mencerminkan kearifan lokal. Bukan menggusur kehidupan warga adat,” ingat Isnah.
Menurut catatan AMAN, kegiatan normalisasi Sungai Sepaku akan membangun tanggul di kanan dan kiri aliran sungai. Panjang tanggul di kanan aliran adalah 1,72 kilometer sedangkan di kiri aliran 706 meter. Ada pula pembangunan corrugated concrete sheet pile (CCSP) di kanan aliran sepanjang 1,64 kilometer dan di kiri 670 meter. Tanggul panel pracetak disebut juga dibangun.
kaltimkece.id berupaya menghubungi Kepala Otorita IKN Nusantara, Bambang Susantono, untuk mengonfirmasi suara warga Suku Balik. Hingga artikel ini naik tayang, panggilan telepon maupun pesan yang dikirim media ini belum berbalas. Pesan yang dikirim ke kontak WhtasApp Bambang hanya bertanda centang biru. (*)