kaltimkece.id PT PLN (Persero) terus berupaya mengembangkan pembangkit berbahan bakar energi baru terbarukan (EBT). Salah satu langkahnya lewat menjalankan program co-firing di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Berau. Cangkang kelapa sawit yang sebelumnya menjadi limbah perkebunan, dimanfaatkan menjadi campuran bahan bakar pembangkit listrik ramah lingkungan.
General Manager PLN Unit Induk Pembangkitan dan Penyaluran (UIKL) Kalimantan, Daniel Eliawardhana, menjelaskan, dalam operasionalnya, PLTU Berau memanfaatkan cangkang sawit yang dioleh sedemikian rupa untuk dijadikan bahan campuran batu bara dengan komposisi perbandingan 5:95.
Secara teknis, Daniel menilai, program co-firing sangat mendukung peningkatan efisiensi PLTU PLN. Sebab, cangkang sawit yang dijadikan bauran bahan bakar memiliki nilai kalori lebih tinggi dibandingkan kalori batu bara yang selama ini digunakan PLTU Berau. Sejak dioperasikan Mei 2021 lalu, sudah lebih dari 500 ton limbah cangkang sawit dimanfaatkan pembangkit berkapasitas 2x7 megawatt tersebut.
“Dengan program co-firing ini, penggunaan batu bara di pembangkit dapat dikurangi. Dalam skala besar dan lebih panjang, emisi yang dihasilkan dalam pengoperasian PLTU juga akan menurun,” jelas Daniel.
Daniel menilai, upaya ini sejalan dengan komitmen pemerintah untuk menurunkan emisi sebesar 314 juta hingga 398 juta ton karbon dioksida pada 2030 mendatang. Sekaligus langkah percepatan target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23% pada 2025 tanpa harus membangun pembangkit baru -- melainkan dengan melakukan substitusi sebagian batu bara dengan biomassa.
_____________________________________________________INFOGRAFIK
Untuk menjaga kontinuitas pasokan cangkang sawit, Daniel mengungkapkan, pihaknya menjalin kerja sama dengan koperasi dan masyarakat setempat. Skema penyediaan bahan bakar yang sebelumnya berbasis korporasi kini diubah menjadi berbasis kekuatan rakyat. Harapannya program ini membawa dampak positif terhadap perekonomian masyarakat Berau terutama dalam pemanfaatan limbah hasil perkebunan rakyat.
“Sehingga tantangan kami dalam penyediaan rantai pasok dapat terpenuhi serta ekonomi masyarakat lokal setempat juga semakin meningkat,” tutup Daniel.
Selain turut meningkatkan kontribusi energi terbarukan pada bauran energi nasional, co-firing ini juga berdampak positif kepada pengembangan ekonomi kerakyatan dalam bentuk creating shared value (CSV). Lewat program ini, tercipta peluang lapangan kerja dan bisnis di sektor biomassa khususnya yang berbasis sampah dan limbah sebagai pengganti bahan bakar fosil pada PLTU.
Sebagai informasi, program serupa telah berhasil diimplementasikan di lima unit PLTU lain di Kalimantan. Kelimanya yakni PLTU Asam-Asam di Kalsel, PLTU Pulang Pisau di Kalteng, PLTU Sintang, PLTU Ketapang, dan PLTU Sanggau ketiganya di Kalbar. (*)
Editor: Nalendro Priambodo