kaltimkece.id Komisi IV DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) menegaskan pentingnya pembangunan infrastruktur pendidikan sebagai solusi jangka panjang atas keterbatasan daya tampung sekolah negeri, khususnya di Balikpapan. Hal ini menjadi sorotan utama dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim, serta kepala cabang wilayah Disdikbud se-Kaltim yang digelar pada Selasa, 10 Juni 2025.
Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Baba, menyampaikan bahwa meskipun pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun ajaran 2025 secara umum berjalan baik, kondisi di Balikpapan menjadi perhatian serius. Karena keterbatasan kapasitas Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menegah Kejuruan (SMK) negeri di kota tersebut.
"Di Balikpapan, sekolah negeri hanya bisa menampung sekitar 51 persen lulusan SekolahMenengah Pertama (SMP). Ini artinya hampir setengah dari total lulusan harus diarahkan ke sekolah swasta karena sekolah negeri tidak mampu menampung mereka," ujar Baba.
Merespons situasi ini, pemerintah daerah mengajukan usulan pembangunan satu SMA baru di Balikpapan. Serta pengembangan SMK 5 sebagai salah satu langkah strategis. Menurut Baba, SMK 5 memiliki potensi pengembangan besar karena berdiri di atas lahan seluas 16 hektare.
"Kami melihat SMK Negeri 5 sangat layak untuk dikembangkan lebih lanjut. Bukan hanya menambah jumlah rombongan belajar (rombel), tapi juga bisa membangun unit sekolah baru di area yang tersedia," urai Bendahara Fraksi PDI-P itu.
Baba menambahkan, jika pengembangan dilakukan secara optimal, sekolah ini bahkan dapat menjadi sentra pendidikan kejuruan yang terintegrasi di Balikpapan dan wilayah sekitarnya. Pria 65 tahun itu menekankan bahwa pengembangan infrastruktur tidak hanya soal bangunan fisik, tapi juga mencakup peningkatan fasilitas penunjang pembelajaran. Seperti laboratorium, ruang praktik, serta sarana digital untuk menunjang pembelajaran berbasis teknologi.
"Yang penting bukan sekadar menambah gedung, tetapi memastikan bahwa sarana yang dibangun mendukung proses belajar yang efektif dan sesuai standar," tambahnya.
Kondisi ketidakseimbangan antara jumlah lulusan SMP dan daya tampung sekolah menengah negeri memang bukan persoalan baru. Namun, menurut DPRD Kaltim, penyelesaian masalah ini membutuhkan komitmen jangka panjang dan perencanaan terpadu antara pemerintah provinsi, kabupaten/kota, dan pihak sekolah.
Komisi IV juga mendukung adanya skema perencanaan pendidikan jangka menengah dan panjang yang berbasis data demografi lulusan SMP. Agar pembangunan sekolah baru dilakukan tepat sasaran dan sesuai kebutuhan.
"Kami berharap semua pembangunan pendidikan ini tidak hanya reaktif, tapi juga prediktif. Kita harus melihat tren ke depan, berapa jumlah lulusan, di mana titik pertumbuhan penduduk, lalu memutuskan di mana sekolah baru dibutuhkan," jelas Baba.
Di sisi lain, keterbatasan jumlah rombel menjadi tantangan tambahan. Sesuai aturan Kementerian Pendidikan, kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), satu rombel hanya boleh menampung maksimal 36 siswa. Sehingga upaya menambah jumlah rombel pun harus disertai penambahan ruang kelas dan tenaga pengajar.
Komisi IV DPRD Kaltim berkomitmen untuk terus mendorong kebijakan yang berpihak pada peningkatan akses pendidikan. Selain itu, pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan sekolah juga akan dilakukan secara berkala agar tepat waktu dan sesuai perencanaan.
"Ini bukan hanya soal kuantitas, tapi juga kualitas. Anak-anak Kaltim berhak mendapatkan pendidikan yang layak tanpa harus berebut tempat hanya karena terbatasnya ruang belajar," tutup Baba.(*adv/dprdkaltim)