kaltimkece.id "Bagaimana mungkin sebuah rumah yang telah berdiri puluhan tahun, dilengkapi jalan, sekolah, dan fasilitas publik lainnya, tiba-tiba dianggap sebagai tanah cadangan transmigrasi?"** Pertanyaan ini menggambarkan keresahan warga di kawasan Embalut hingga Batu Cermin dan Batu Besaung, Samarinda. Persoalan batas wilayah yang tak pernah jelas kini menjadi bom waktu yang mengancam stabilitas sosial dan pembangunan di Kalimantan Timur.
Kawasan ini, yang dulunya dicadangkan untuk pengembangan transmigrasi, kini menjadi titik sengkarut. Tanah yang sudah menjadi permukiman warga dan bahkan lokasi tambang batu bara, menurut peta Badan Pertanahan Nasional (BPN), masih tercatat sebagai wilayah cadangan transmigrasi.
"Masalah ini pelik," ujar Baharuddin Demmu, anggota DPRD Kaltim.
Ia mendesak Kementerian Transmigrasi Republik Indonesia (RI) untuk segera melepas kawasan tersebut kepada pemerintah daerah dan masyarakat. Sebab, ketidakjelasan status tanah ini tidak hanya merugikan warga, tetapi juga menghambat pengembangan infrastruktur oleh pemerintah daerah.
Menurut Baharuddin, pemerintah daerah sudah banyak berinvestasi di kawasan ini. Jalan ring road Samarinda, rumah sekolah, hingga fasilitas publik lainnya berdiri di atas tanah yang menurut peta BPN masuk dalam kawasan transmigrasi. Namun, ketika Komisi I DPRD Kaltim ingin merekomendasikan ganti rugi untuk tujuh bidang tanah yang digunakan jalan ring road, mereka terhambat oleh status tanah tersebut.
"Masyarakat juga tidak pernah diberi tahu soal status tanah ini," lanjut Baharuddin.
Tidak ada patok atau tanda yang menunjukkan bahwa tanah itu dulunya dicadangkan untuk transmigrasi. Warga, tanpa sadar, membangun rumah dan fasilitas lain di atas lahan tersebut.
Baharuddin menegaskan, bila Kementerian Transmigrasi tidak segera memetakan ulang kawasan tersebut dan menyerahkan wilayah yang sudah ditempati kepada masyarakat. Atau pemerintah daerah, konflik tanah akan menjadi ancaman nyata. Selain itu, pemerintah daerah akan kesulitan melanjutkan pembangunan yang telah berjalan.
"Kementerian Transmigrasi tidak perlu memikirkan program baru penempatan transmigran sebelum menyelesaikan masalah ini," tegasnya.
Ia juga meminta agar perhatian utama diberikan pada pemetaan ulang dan pelepasan kawasan. Ketidakjelasan status tanah bukan hanya soal birokrasi, tetapi menyangkut hak warga atas tempat tinggal mereka. Jika tak segera ditangani, masalah ini berpotensi memicu konflik dan menghambat kemajuan Kalimantan Timur yang tengah menjadi sorotan sebagai pusat pembangunan Ibu Kota Nusantara. Solusi dari pemerintah pusat bukan sekadar opsi, tetapi kebutuhan mendesak untuk menjaga stabilitas dan keadilan bagi masyarakat.(*adv/dprdkaltim)