kaltimkece.id Wakil Bupati Mahakam Ulu, Yohanes Avun berharap semua pihak bersinergi menyukseskan pemilihan serentak 28 petinggi kampung agar berjalan aman, tertib, lancar, jujur dan adil. Upaya ini diharapkan melahirkan petinggi kampung yang bisa bekerja profesional dan inovatif sehingga tidak sekedar menunggu instruksi atasan. Terutama terkait urusan tata kelola keuangan kampung.
“Para petinggi yang terpilih diharapkan bisa mengelola Anggaran Pendapatan Belanja Kampung yang baik. Jadi, tidak ada lagi SILPA dana desa, bankeu dan ADK,” pesan Avun saat membuka rapat persiapan akhir pengamanan dan pendistribusian pada Pilkada serentak 28 kampung di ruang rapat Bappelitbangda Mahulu, Kamis, 7 Oktober 2021.
SILPA merupakan singkatan dari sisa lebih pembiayaan anggaran. Secara sederhana, merupakan selisih antara defisit anggaran dengan pembiayaan netto. Wabup menilai, anggaran yang tak bisa terserap berdampak besar pada berbagai program yang sangat dibutuhkan masyarakat kampung. “Kalau anggaran tidak bisa diserap, ini yang harus jadi perhatian petinggi,” ucap wabup.
Selain menyoroti persoalan SILPA mantan Sekretaris Kabupaten Mahakam Ulu ini juga mengingatkan para petinggi terpilih maupun yang sedang menjabat untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan secara jujur. Upaya ini harus dimulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi program pemerintah kampung yang partisipatif dan transparan.
“Penganggaran harus dimusyawarahkan, ketika pelaksanaan harus terbuka. Jangan diam-diam,” tegas Wabup Avun.
Hal ini sambung Avun sangat penting. Mengingat kucuran dana desa, alokasi dana kampung sampai bantuan keuangan jumlahnya cukup besar. Rerata dana yang disalurkan ke pemerintah kampung berkisar Rp satu sampai tiga miliar per kampung. Jumlah seperti ini dinilai sangat berguna bagi program pemberdayaan masyarakat setempat. Wabup mengingatkan agar para pengurus kampung mengelola anggaran sesuai ketentuan perundangan yang berlaku.
“Kalau melakukan sesuatu yang tidak benar, pak polisi bisa tindak tegas. Kalau dikelola tidak benar, ditindak tegas tanpa ampun,” kuncinya.
Sekretaris Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung (DPMK) Mahulu, Surianto sependapat dengan pernyataan itu. Ia menyarankan kepada para warga menggunakan hak suaranya untuk memilih calon petinggi kampung yang memiliki kualitas dan berkompeten menakhodai kampung agar semakin maju. Sebab, membangun kampung di Mahulu tidak semudah yang dibayangkan.
“Bagi bakal calon petinggi yang akan maju pemilihan juga bukan hanya melihat anggaran kampung yang besar tapi tidak memiliki kemampuan dan kualitas yang bisa diandalkan untuk membangun kampung,” tutur Surianto kepada kaltimkece.id di kantornya, Rabu, 10 Maret 2021 lalu.
Sebagai kabupaten yang baru dimekarkan tujuh tahun silam, Mahulu memang sedang giat membangun dari tingkat kampung hingga kabupaten. Komitmen tersebut diwujudkan dengan memberikan alokasi dana yang lumayan besar bagi 50 kampung di 5 kecamatan.
Dana pembangunan itu terbagi tiga berdasarkan sumber dana peruntukan. Pertama, dana desa/kampung, alokasi dana kampung (ADK), dan bantuan keuangan kampung (BKK). Ketiga dana itu dialokasikan untuk 50 kampung secara merata dan berkeadilan berdasarkan berbagai kriteria. Di antaranya jumlah penduduk miskin, luasan wilayah, kinerja, dan lainnya.
Pertama, dana desa/kampung yang bersumber dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Ditujukan meningkatkan kesejahteraan masyarakat kampung, peningkatan kualitas hidup manusia dan kemiskinan, yang dituangkan dalam rencana pemerintahan kampung. Dana yang diterima 50 kampung di Mahulu tahun lalu berkisar Rp satu sampai tiga miliar per kampung per tahun.
Kedua, ADK, program unggulan Bupati Mahakam Ulu, Bonifasius Belawan Geh, ketika pertama terpilih pada 2016. Bantuan tersebut diprioritaskan membiayai penyelenggaraan pemerintah kampung, pembangunan kampung, pemberdayaan masyarakat, pembinaan kemasyarakatan, penanggulangan bencana alam, dan kebutuhan mendesak kampung. ADK yang ditransfer tahun lalu ke 50 kampung berkisar Rp satu sampai empat miliar per kampung per tahun.
Ketiga, BKK, sebagaimana diatur lewat peraturan bupati diperuntukkan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan kampung, pembangunan masyarakat, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat kampung. Kegiatan itu meliputi jaminan sosial ketenagakerjaan bagi penyelenggara pemerintah kampung, insentif pemuka agama, pembinaan kesenian dan pelestarian budaya, sarana prasarana air baku, bersih, pembangunan dan rehabilitasi rumah layak huni sampai pengembangan kawasan perekonomian kampung.
BKK yang ditransfer tahun lalu ke 50 kampung berkisar Rp 294—970 juta per kampung per tahun. Meskipun sudah mendapat jaminan dana pembangunan besar, para petinggi kampung masih dihadapkan sejumlah tantangan. Pertama, belum lengkapnya infrastruktur transportasi dasar yang membuat biaya hidup dan pembangunan lebih mahal ketimbang kabupaten dan kota lainnya. Banyak material dan tenaga ahli harus didatangkan dari luar kampung.
Karena itu, petinggi kampung diharapkan dapat mengelola dana pembangunan lewat sistem swakelola. Agar masyarakat setempat bisa merasakan manfaat ekonomi langsung melalui upah kerja. Hal tersebut diyakini merangsang laju perputaran ekonomi di kampung.
Begitu pula, kemampuan manajerial mengelola penyelenggaraan pemerintahan kampung agar janji politik ketika pencalonan petinggi bisa terwujud. Visi misi petinggi yang nantinya menjadi dasar penyusunan rencana pembangunan jangka menengah kampung (RPJMKam) itu harus sinkron rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD). Rencana yang nantinya dituangkan dalam rencana kerja pemerintahan kampung tersebut nantinya dipertanggungjawabkan kepada negara dan publik lewat dokumen tertulis. (*)