kaltimkece.id Panggung kecil berukuran 3 meter x 3 meter itu berdiri di antara pohon-pohon pisang dengan buah yang mulai menguning. Tanah di sekitarnya basah karena hujan semalam belum berhenti. Makanya, pada Senin pagi yang rintik-rintik, 12 Oktober 2020, alas kaki orang-orang yang datang ke tempat itu penuh dengan lumpur.
Walaupun langkah kaki menjadi lebih berat, beberapa warga desa yang datang tetap bersemangat. Hari itu sangat penting bagi kelompok tani di Kampung Sambakungan, Kecamatan Gunung Tabur, Berau. Mereka menerima sejumlah dukungan dari program tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR) PT Bukit Makmur Mandiri Utama (BUMA) Site Lati.
Dukungan dari BUMA selaku kontraktor PT Berau Coal ini bermacam-macam. Ada sebuah traktor tangan (hand tractor), bibit cabai, pelatihan petani, pendampingan, hingga pemberdayaan pertanian. Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan, tujuan BUMA mendampingi masyarakat adalah menyiapkan perekonomian pascatambang. Lewat bantuan tersebut, perusahaan berharap perekonomian masyarakat sekitar lingkar tambang bisa mandiri di sektor pertanian. Termasuk pula, di tengah masa-masa sukar saat kelesuan melanda sektor pertambangan dan pandemi Covid-19.
“Batu bara adalah sumber daya alam yang tak dapat diperbarui. Suatu saat, pasti habis. Ditambah lagi, saat ini kondisi begitu sulit. Produksi menurun karena harga batu bara dunia kurang baik,” terang Manager BUMA Site Lati, Bayu Luh Triono, di sela-sela penyerahan bantuan. Itu sebabnya, BUMA sangat berkomitmen dalam mendorong kemandirian ekonomi pascatambang. Perusahaan tidak ingin masyarakat sekitar kehilangan mata pencaharian begitu perusahaan selesai beroperasi.
Program ini dimulai di tengah kelesuan sektor pertambangan batu bara dan pandemi Covid-19. Di banyak tempat, sektor pertanian sudah terbukti bisa diandalkan ketika kegiatan industri yang lain menurun. Program CSR di kampung ini pun melewati perencanaan yang panjang.
“Alhamdulillah, lewat perencanaan pada tahun sebelumnya, kami bisa merealisasikan program CSR ini. Merintis program ini memang tak mudah karena harus melibatkan berbagai pihak,” jelas Bayu.
Program Menyeluruh
Untuk mewujudkan kemandirian ekonomi pascatambang jelas memerlukan proses panjang. Namun demikian, bukan hal yang mustahil. Kelompok tani di Sambakungan adalah contohnya. Kelompok dampingan BUMA ini sebagian anggotanya adalah pekerja BUMA yang terdampak kebijakan pengurangan karyawan.
Dukungan program CSR BUMA juga tidak setengah-setengah. Prosesnya runut dari awal hingga akhir. Traktor tangan, contohnya, memudahkan petani menggarap tanah sehingga produktivitas bisa meningkat. Setelah lahan siap, petani akan menanam. Bibitnya dibantu perusahaan yaitu cabai. Setelah itu, kelompok tani didampingi untuk merawat tanaman hingga memanen. Pendampingan tersebut terdiri dari pelatihan hingga pemberdayaan pertanian. Perusahaan juga menjadi fasilitator untuk memasarkan hasil panen.
“Permasalahan pemasaran yang dihadapi petani saat ini adalah stabilitas harga. Ke depan, kami koordinasikan hal itu dengan baik,” kata Bayu. Konsep yang perusahaan bawa adalah dari masyarakat untuk masyarakat. Hasil panen dari lahan pertanian masyarakat dibeli oleh masyarakat pula.
Melalui program CSR yang menyeluruh bagi kelompok tani ini, Bayu berharap, masyarakat dan kampung lebih mandiri. Bahkan, Kampung Sambakungan diharapkan lebih maju dari sektor pertanian. “Kami berfokus kepada sektor pertanian karena potensinya sangat besar. Program ini juga didampingi oleh dinas pertanian,” terangnya.
Pemberian alat pendukung pertanian dari BUMA disaksikan perwakilan Dinas Pertanian Berau, general manager CSR PT Berau Coal, Kecamatan Gunung Tabur, serta Pemerintah Kampung Sambakungan. Sejumlah petani yang tergabung dalam kelompok tani juga hadir (simak videonya di bawah ini).
Ketua Badan Usaha Milik Kampung (BUMK) Sambakungan, Sayudi, mengatakan bahwa dukungan perusahaan membuat petani lebih mudah dan cepat menggarap lahan. Selama ini, petani yang menggarap 1 hektare lahan secara manual bisa makan waktu tiga bulan. “Dengan hand tractor, menggarap 1 hektare lahan hanya perlu tiga hari. Petani pun bisa mengejar waktu tanam lebih cepat,” jelasnya
Kepala Kampung Sambakungan, Alimuddin, juga bersyukur atas perhatian BUMA kepada masyarakat setempat. Ia berharap, perhatian perusahaan tak sampai di sini. Pengawalan atau pendampingan tetap diperlukan agar petani bisa berhasil. Alimuddin juga berharap, tak hanya BUMA yang membuka mata memberi dukungan perkembangan perekonomian masyarakat setempat. Perusahaan lain bisa berbuat hal yang sama.
Suyano adalah petani Kampung Sambakungan yang menaruh harapan besar dari bantuan ini. Ia memiliki cita-cita agar Sambakungan bisa menjadi kampung cabai. Para petani menilai, lahan di Kampung Sambakungan cocok untuk budi daya cabai. Akan tetapi, masih banyak masalah yang dihadapi. Penjualan hasil panen, misalnya, selama ini belum ada tempat untuk memasarkan. Di samping itu, petani kesulitan saat menyiram karena sebagian besar tanah di kampung tersebut miring.
Meskipun demikian, Suyano yakin, cita-citanya sangat mungkin digapai. Kampung tetangga, sebutnya, sudah dikenal dengan kampung jagung. Sambakungan bisa berfokus kepada komoditas cabai. “Meskipun sulit dan banyak kendala, insya Allah, kami tetap berjuang,” yakinnya. (*)
Editor: Fel GM