kaltimkece.id Pada 26 dan 27 Februari 2024, Kawal Borneo Community Foundation (KBCF) mengadakan pelatihan pembuatan Rencana Kelola Perhutanan Sosial (RKPS) di dua desa, yakni Desa Muara Langon dan Selerong, Kecamatan Muara Komam, Kabupaten Paser. Diketahui, kedua desa tersebut telah mengantongi akses legal kelola hutan melalui surat keputusan (SK) Perhutanan Sosial (PS) dengan skema Hutan Kemasyarakatan.
Di masing-masing desa, pelatihan dihadiri oleh belasan orang yang terdiri dari pihak pemerintah desa, Badan Permusyawaratan Desa, Kelompok Tani Hutan (KTH), kelompok perempuan serta Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Kendilo. Mereka merupakan bagian dari kelompok perhutanan sosial yang berhak memperoleh pengetahuan terkait penyusunan dokumen RKPS.
Merujuk pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) 9/2021 ihwal penyelenggaran Perhutanan Sosial, KPS yang telah memperoleh legalitas pengelolaan hutan sosial, wajib menyusun dokumen RKPS sebagai landasan kelompok untuk berkegiatan selama 10 tahun. Dokumen ini nantinya juga akan dijadikan acuan dalam melaksanakan monitoring dan evaluasi kegiatan kelompok.
Dalam aturan PermenLHK, juga menekankan pentingnya pengarusutamaan gender. Artinya, rancangan dokumen RKPS harus memuat dan mengakomodir keterlibatan serta kepentingan perempuan, pemuda maupun kelompok rentan lainnya sebagai bagian dari rencana kelola hutan sosial. Tujuannya agar manfaat dari pengelolaan PS bisa dirasakan oleh semua kalangan. Sayangnya, belum banyak masyarakat yang menaruh perhatian terhadap isu gender dan kelompok rentan.
Hal tersebut melatarbelakangi KBCF mengadakan sosialisasi dan pelatihan penyusunan RKPS yang responsif gender. Pelatihan ini bertujuan memberi pengetahuan tentang program pasca terbitnya SK persetujuan, meningkatkan pengetahuan peserta terkait tahapan pembuatan RKPS responsif gender serta mengidentifikasi posisi perempuan dan laki-laki maupun kelompok rentan dalam seluruh tahapan kelola PS. Selain itu, tim gender KBCF juga akan mengumpulkan data baseline survei untuk mengidentifikasi faktor partisipasi, akses, kontrol serta manfaat yang diperoleh perempuan guna memperkuat peran dan keterlibatannya dalam pengelolaan hutan.
Narasumber dari tim KBCF, Ahmad Tsaqib, mengawali pelatihan dengan memperkenalkan profil singkat Yayasan Kawal Borneo. "Sejak 2007, KBCF aktif melakukan pendampingan untuk petani dan masyarakat desa. Tidak terbatas isu hutan, tetapi juga mencakup pengelolaan sumber daya alam secara umum dengan tetap memegang prinsip adil, lestari dan partisipatif," ujarnya.
Memasuki sesi materi, ia memaparkan secara runut mulai dari dasar hukum kelola skema Hutan Kemasyarakatan, pengertian dan struktur dokumen RKPS, hingga kelengkapan yang diperlukan untuk menunjang penyusunan dokumen. Tsaqib menjelaskan, secara umum, RKPS merupakan dokumen yang memuat berbagai rencana kelola hutan, meliputi penguatan kelembagaan, pemanfaatan hutan, rencana kerja usaha serta rencana monitoring dan evaluasi.
Perencanaan kelola hutan sosial dalam RKPS memuat rencana selama jangka waktu 10 tahun. Sementara itu, detail kegiatan pertahun dijabarkan dalam dokumen rencana kerja tahunan (RKT). Ia juga menerangkan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan dokumen. "Kita perlu memperhatikan kearifan lokal, potensi hutan, peluang pasar dan aspek pengarusutamaan gender serta mempertimbangkan rencana pengelolaan hutan jangka Panjang," ungkapnya.
Berkenaan dengan aspek pegarusutamaan gender, tim KBCF secara khusus memberikan materi pengarusutamaan gender kepada peserta. Irmah Rusjal selaku spesialis gender KBCF memandu peserta untuk memahami konsep gender secara sederhana dan mengaitkannya dengan pengelolaan hutan.
Sementara itu, untuk membantu masyarakat membuat gambaran umum mengenai tata kelola kawasan, tim KBCF, Prayoga Adi menjelaskan metode pembuatan sketsa kampung. âDengan mengenal kawasan hutan yang akan digarap, diharapkan mempermudah kelompok perhutanan sosial menemukenali potensi hutan serta dapat melakukan upaya mitigasi bagi perlindungan hutan setempat,â jelasnya.
Selama pelatihan berlangsung, peserta diajak berdiskusi serta mengidentifikasi potensi hutan yang dapat dikelola kelompok. Potensi dapat berupa hasil hutan maupun jasa lingkungan yang dapat dikembangkan melalui pengelolaan hutan kemasyarakatan.
Sopian, selaku ketua Kelompok Tani Hutan Bawo Baras turut memberikan tanggapannya. Melalui kegiatan ini, ia berharap masyarakat lebih menyadari pentingnya kelestarian hutan bagi kehidupan.
"Dengan adanya pelatihan penyusunan RKPS ini, harapannya Masyarakat di kampung kami lebih peduli dengan hutan dan mengetahui bahwa di kampung kami terdapat hutan kemasyarakatan yang dapat dikelola bersama," tutupnya.(*)