kaltimkece.id Kawal Borneo Community Foundation (KBCF) menggelar Workshop Usaha Perhutanan Sosial dan Pelatihan Membaca Anggaran Responsif Gender. Diperuntukan bagi Kelompok Perhutanan Sosial (KPS). Kegiatan ini berlangsung pada 4 dan 5 November 2024 di Hotel Grand Family, Barong Tongkok, Kutai Barat.
Dalam acara tersebut, hadir perwakilan dari pemerintah kabupaten Kutai Barat. Di antaranya Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (Bappedalitbang); Dinas Ketahanan Pangan; Dinas Pertanian; serta Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A). Selain itu, masyarakat setempat, termasuk pemerintah kampung dan kelompok Perhutanan Sosial. Hadir juga dari kampung-kampung, seperti Juaq Asa, Penarung, Linggang Tutung, Juhan Asa, Lakan Bilem, dan Intu Lingau.
Pada sesi pembuka, Irmah Rusjal, Gender and Youth Specialist KBCF, mengungkapkan bahwa tujuan kegiatan untuk menggalang dukungan pemerintah daerah dalam pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan.
"Kami juga mengundang beberapa pelaku usaha Perhutanan Sosial yang telah mengembangkan produk mereka untuk menjadi bagian dari pembelajaran kita bersama. Sekaligus mengidentifikasi dukungan dari berbagai pihak agar usaha mereka terus berkembang," ucap Irmah.
Pernyataan tersebut disambut positif oleh Merisa Dilang, Kepala Bidang Perekonomian, SDA, Infrastruktur, dan Kewilayahan, Bappeda Litbang Kutai Barat. Ia menegaskan komitmennya untuk mendukung pendampingan kelompok Perhutanan Sosial di Kutai Barat.
"Kami berkomitmen mendukung kegiatan Perhutanan Sosial. Pemerintah kabupaten telah menganggarkan dari sumber Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi (DBHDR) untuk penyusunan dokumen Integrated Area Development Perhutanan Sosial," kata Merisa.
Respons positif juga datang dari berbagai pihak lainnya. Magdalena, perwakilan dari DP2KBP3A Kutai Barat, menjelaskan bahwa dinas tersebut memiliki program untuk peningkatan usaha masyarakat.
"Apabila kelompok masyarakat ingin mengakses bantuan, silakan mengajukan proposal," ujar Magdalena.
Dukungan serupa juga disampaikan oleh Edward Ferdinand dari Dinas Ketahanan Pangan Kutai Barat. Ia mengungkapkan bahwa dinasnya memiliki program pengolahan produk pasca panen yang bisa diakses oleh kelompok Perhutanan Sosial. Dinas Pertanian juga memberikan dukungan terkait pengembangan usaha.
"Kami dapat mendukung budidaya aren. Jika kelompok dari Kampung Lakan Bilem terkendala dalam pengolahannya dan ingin menjadikan aren sebagai komoditi unggulan, kami siap membantu. Bahkan, jika mereka membutuhkan akselerasi bantuan bibit aren, dapat mengajukan proposal ke Dinas Pertanian," kata Edward.
Selain itu, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kutai Barat turut menunjukkan komitmennya dalam mendukung usaha Perhutanan Sosial. DLH memiliki program rehabilitasi daerah aliran sungai yang dapat mendukung keberlanjutan kegiatan ini. Seperti halnya Dinas Pertanian, DLH juga dapat memfasilitasi bantuan budidaya aren.
Tidak hanya pemerintah daerah, pemerintah kampung juga berperan dalam mendukung pengembangan usaha kelompok Perhutanan Sosial. Pemerintah Kampung Juaq Asa, misalnya, telah mendukung kelompok dalam mengembangkan produk shampo dan berencana mengembangkan kerajinan tangan dari rotan.
Berbagai dukungan lintas sektor ini memberikan angin segar bagi Kelompok Perhutanan Sosial. Meskipun demikian, beberapa kelompok mengungkapkan kendala yang mereka hadapi. Seperti mekanisme pasar yang sulit dan komunikasi yang terbatas akibat belum adanya akses sinyal di beberapa desa. Kendala ini membuat mereka kesulitan dalam mengembangkan pasar secara online.
"Harapannya, melalui workshop bersama para pihak, kendala kami didengar dan langsung ada tanggapan baik dari pemda maupun pemprov. Sehingga kami juga mudah dalam memasarkan produk," ujar salah satu peserta di akhir kegiatan.(*)