kaltimkece.id Menggunakan kendaraan listrik ternyata tidak hanya mampu mengurangi emisi karbon karena ramah lingkungan. Tetapi juga berdampak pada ladang bisnis baru bagi para pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Indonesia.
Kesadaran bahwa ekosistem kendaraan listrik merupakan upaya untuk menjaga lingkungan dan menjadi ceruk bisnis masa depan, dirasakan langsung oleh pemilik Warung Ayam Goreng Gringging Lombok di Surabaya, Steven. Pemilik warung ayam ini, telah memasang Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di warungnya sejak April 2023.
"Ini adalah bisnis masa depan. Di satu sisi, saya mendukung program pemerintah terkait insentif kendaraan listrik ini untuk kebaikan lingkungan," ucap Steven.
Sejak memasang SPKLU di warungnya, sudah ada 87 transaksi kendaraan listrik yang mengisi daya di SPKLU miliknya. Terlebih lagi, warungnya berada di jalur strategis jalan utama dari Solo hingga Banyuwangi.
"Hasil dari SPKLU ini tentunya menjadi tambahan pendapatan baru bagi saya. Ini merupakan peluang bisnis yang sangat prospektif," urai Steven.
Direktur Utama PT PLN (Persero), Darmawan Prasodjo, menjelaskan bahwa hal tersebut membuktikan bahwa ekosistem kendaraan listrik di Indonesia telah semakin terbentuk dan telah mencapai masyarakat secara luas. Jika sebelumnya franchise SPKLU menarik minat pengusaha mal dan perkantoran, saat ini warung makan pun ingin berkontribusi terhadap pengurangan emisi.
Beralih ke kendaraan listrik menjadi pilihan strategis, mengingat sektor transportasi menjadi salah satu penyumbang utama emisi karbon di Indonesia.
“Sebagai gambaran, satu liter bahan bakar minyak (BBM) setara dengan 1,5 kilowatt-hour (kWh) listrik. Emisi karbon dari 1 liter BBM setara dengan 2,4 kilogram (kg) CO2e, sedangkan 1,5 kWh listrik setara dengan 1,5 kg CO2e," jelas Darmawan.
Selain itu, kata Darmawan, listrik yang disediakan untuk mengisi daya kendaraan juga akan semakin bersih, mengikuti pembangunan pembangkit yang berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT).
"Artinya, pada kondisi saat ini pun, menggunakan kendaraan listrik sudah mampu mengurangi emisi lebih dari 35 persen. Seiring dengan pembangunan pembangkit PLN yang menuju ke EBT, maka ke depan emisi kendaraan listrik akan menjadi nol," jelas Darmawan.
Darmawan menekankan bahwa selain ramah lingkungan, keunggulan kendaraan listrik adalah lebih hemat, baik dari sisi biaya operasional maupun pemeliharaan. Sebagai gambaran, mobil dengan bahan bakar minyak (BBM) dengan jarak tempuh 10 kilometer (km) menghabiskan satu liter BBM, sedangkan mobil listrik dengan jarak yang sama menghabiskan 1,5 kWh.
"Maka, dengan asumsi tarif listrik sebesar Rp 1.699,53 per kWh, hanya diperlukan biaya sekitar Rp 2.500 untuk mobil listrik dan sekitar Rp 13 ribu untuk mobil BBM dalam menempuh jarak 10 km. Dengan begitu, biaya operasional menggunakan mobil listrik tidak sampai 20 persen dari biaya menggunakan mobil BBM," urai Darmawan.
Selain itu, biaya pemeliharaan mobil listrik lebih efisien dibandingkan dengan mobil BBM. Antara lain, mobil listrik tidak menggunakan oli mesin, sedangkan pada mobil BBM harus dilakukan penggantian setiap 10 ribu kilometer dengan biaya di atas Rp 1 juta.
Darmawan juga menjelaskan bahwa penggunaan kendaraan listrik akan bermanfaat terhadap kedaulatan energi nasional, di mana akan mengurangi impor BBM.
"Dengan adanya transisi dari BBM ke listrik, maka akan terjadi peralihan energi berbasis impor yang kotor dan mahal. Menuju energi berbasis domestik yang murah dan bersih. Sehingga kedaulatan energi nasional semakin kokoh," pungkas Darmawan.
Terkait infrastruktur pengisian daya, masyarakat tidak perlu khawatir. PLN saat ini telah menyediakan 616 unit SPKLU yang tersebar pada 237 lokasi untuk pengendara kendaraan listrik di tanah air.(*)