kaltimkece.id Sejumlah balita Desa Muara Enggelam, Kecamatan Muara Wis, Kutai Kartanegara, ditengarai mengalami stunting. Kondisi ini diyakini terjadi karena warga desa kekurangan asupan gizi. Menyiasati masalah tersebut, penduduk bersama Pemkab Kukar mengembangkan hidroponik. Hasilnya cukup menggembirakan.
Ketua Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga Desa Muara Enggelam, Nurul Huda, membenarkan, sejumlah warganya mengalami stunting karena diduga kurang mengonsumsi makanan empat sehat lima sempurna. Masalah ini bukan tanpa sebab. Lokasi desa yang berdiri di tengah Danau Melintang membuat warga kesulitan bercocok tanam. Akses menuju desa yang berjarak sekitar 76,5 kilometer dari Tenggarong itu juga tak memadai. Tak ada kendaraan bermotor di sana. Satu-satunya transportasi menuju Desa Muara Enggelam adalah perahu. Kondisi ini membuat kebutuhan pangan sulit masuk.
_____________________________________________________PARIWARA
Oleh karena itulah PKK Desa Muara Enggelam dan Dinas Pertanian dan Peternakan (Distanak) Kukar menggagas hidroponik sejak 2017 silam. Bercocok tanam menggunakan media air dinilai cocok diterapkan karena Desa Muara Enggelam berdiri di danau. Lewat hidroponik, warga membudidayakan sayur-sayuran seperti selada dan pakcoy. Pada 2019, kegiatan hidroponik ini dikelola tim posyandu terpadu setempat agar lebih efektif.
“Sayur mentah atau yang sudah diolah kami bagikan kepada warga, khusunya kepada ibu hamil, ibu yang memberikan asi, dan lansia,” papar Nurul Huda kepada kaltimkece.id, Kamis, 21 Oktober 2021.
Kegiatan berhidroponik inipun menuai hasil yang diinginkan. Kasus stunting balita menurun. Berdasarkan data Posyandu Desa Muara Enggelam, beber Nurul Huda, pada 2017 terdapat 38 orang mengalami stunting. Dua tahun berikutnya turun menjadi 27 orang. Dan pada 2021 ini, hanya ada 21 orang.
“Sayuran hidroponik yang ditanam kini punya manfaat lebih bagi warga desa,” ucap Nurul Huda.
Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Holtikultura dari Distanak Kukar, Sugiono, melanjutkan, pihaknya memang tengah mengembangkan hidroponik di sejumlah desa yang mengalami kesulitan bercocok tanam menggunakan media tanah. Ini dilakukan agar kebutuhan gizi warga tetap terpenuhi sehingga terhindar dari masalah gizi buruk.
“Kami sebagai pembina memberikan sosialisasi dan pelatihan agar masyarakat tahu cara menanam menggunakan media air,” kata Sugiono. Ditambahkannya, Distanak Kukar segera menyalurkan bantuan instalasi hidroponik kepada warga Tenggarong Seberang.
_____________________________________________________INFOGRAFIK
Selain bermanfaat untuk kesehatan, tanaman hidroponik juga memiliki nilai ekonomis tinggi. Biasanya, beber Sugiono, warga menjual selada dan pakcoy seharga Rp 5.000 per pak. Jika memiliki 100 lubang tanam, maka warga bisa mendapatkan Rp 500 ribu. Masa panen hidroponik pun hanya berkisar sebulan. “Tanaman ini masuk kategori organik,” sebutnya.
Sekertaris Distanak Kukar, Syah'rani mengatakan, menanam hidroponik sangatlah mudah. Pembudi daya cukup memperhatikan kandungan nutrisi dalam air yang menjadi media tanaman. Pengukuran tingkat keasaman atau alkalinitas (pH) dan part per million (PPm) airnya menggunakan alat total dissolved solids (TDS) meter. Selain menggunakan paralon, menanam hidroponik juga bisa menggunakan styrofoam sebagai lubang dan kolam sebagai wadah airnya. Cara seperti ini dikenal dengan sebutan sistem wick.
“Hidroponik memang cocok diterapkan pada wilayah dengan lahan daratan terbatas atau daerah rawan banjir,” tandas Syah'rani. (*)
Editor: Surya Aditya