kaltimkece.id Sebuah rencana disusun Yulyo Yudha ketika tugasnya di sekolah menengah kejuruan di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, hampir purna. Pemuda kelahiran Lombok, 26 Desember 1999 itu ingin terjun ke dunia pariwisata. Persisnya, ia bericita-cita menjadi pemandu wisata di Gili Trawangan, sebuah pulau di Kabupaten Lombok Utara yang terkenal keindahan pantainya.
Keinginan itu buyar setelah Yudha menerima panggilan telepon dari pamannya. Sang paman menyarankan Yudha untuk belajar mengenal pariwisata sebelum masuk dunia kerja. Sang Paman menawarkan kemenakannya itu belajar di vilanya di Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.
Setelah menimbang-nimbang agak lama, Yudha akhirnya menerima tawaran pamannya. Begitu lulus sekolah, ia menyeberang ke pulau tetangga. Lelaki yang gemar fotografi sedari kecil itu tiba di Labuan Bajo pada Maret 2018. Di vila pamannya, ia diajari dasar-dasar menjadi pemandu wisata, seperti etika membawa tamu hingga mengenal spot-spot wisata.
"Paman saya memang pelaku pariwisata. Semua tentang pariwisata saya diajarkan di sini," cerita Yudha kepada kaltimkece.id saat ditemui di Labuan Bajo, Rabu, 7 Februari 2024.
Yudha senang bukan kepalang bisa belajar dunia pariwisata. Selain mendapatkan ilmu, ia juga mendapatkan pundi-pundi rupiah. Usahanya mendampingi wisatawan, yang sebenarnya hanyalah bagian dari pembelajaran, turut dibayar. Dari jerih payahnya itu, ia melanjutkan pendidikan ke Politeknik eLBajo Commodus. Di perguruan tinggi pertama di Labuan Bajo ini, ia mengambil jurusan perhotelan.
Akan tetapi, kebahagiaan itu hanya sebentar. Pada 2020, badai pandemi Covid-19 memporak-porandakan hampir seluruh aktivitas manusia. Pembatasan-pembatasan yang dibuat untuk membendung pandemi turut memukul sektor pariwisata.
Waktu itu, kata Yudha, Labuan Bajo seperti kota sunyi. Nyaris tak ada wisatawan berkunjung. Padahal, pariwisata merupakan kekuatan ekonomi utama bagi kelurahan ini. Perekonomian Yudha yang juga mengandalkan pariwisata ikut terkena getahnya. Ia memutuskan berhenti kuliah. Impiannya untuk menjadi pemandu wisata pun dikubur dalam-dalam.
Agar asap di dapur terus mengepul, ia bekerja di perusahaan media milik temannya. Ia diberi tugas sebagai juru foto dan mengedit foto serta video.
Harapan bersemi kembali ketika Yudha menemukan brosur kompetisi fotografi di Instagram pada 2021. Lomba itu digagas Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi, Kementerian Komunikasi dan Informatika, alias Bakti Kominfo. Temanya seputar pantai, pegunungan, hingga nelayan. Ia segera mengirimkan foto yang sesuai tema ke kompetisi tersebut.
Tak berselang lama, fotonya itu diumumkan lolos ke babak final. Sebelum masuk partai pamungkas, Yudha bersama beberapa finalis lainnya diikutkan pelatihan fotografi. Pelatih fotografi tersebut, sebutnya, berasal dari Australia.
"Jadi, foto di final dituntut harus menerapkan apa yang diajari dari pelatihan," kata lelaki berusia 24 tahun itu.
Seusai mengikuti pelatihan, Yudha bergegas mencari foto untuk babak final. Sepanjang hari, ia menyusuri sudut-sudut Labuan Bajo menggunakan sepeda motor. Beberapa spot ia jepret. Hanya saja, hingga matahari hampir terbenam di ufuk barat, belum ada foto yang mampu memuaskan hatinya. Ia nyaris frustrasi.
Asa datang saat waktu memasuki senja. Di tengah perjalanan pulang, Yudha terpesona melihat keindahan Bukit Lontar di Labuan Bajo. Dari pinggir jalan, ia buru-buru memotret bukit tersebut yang langitnya membentuk tiga warna yakni ungu, jingga, dan emas. Foto itulah yang ia ikutkan ke babak final.
"Betul-betul di luar dugaan saya, foto ini jadi pemenangnya," ucap Yudha seraya menunjukkan foto juara itu.
Program Bakti Kominfo rupanya tak berhenti sampai di situ. Usai memenangi lomba foto, Yudha diikutkan dalam pelatihan pengembangan pariwisata. Program bertajuk Virtual Tour ini terbagi dua kategori yakni masyarakat umum dan pelaku pariwisata. Yudha, yang punya pengalaman menjadi pemandu wisata, dimasukkan ke kategori pelaku pariwisata.
Dalam pelatihan tersebut, ia diajari tentang pengembangan pariwisata hingga menganalisis paket wisata yang dibutuhkan wisatawan. Setelah itu, ia diikutkan dalam pelatihan risk management. Pelatihan ini bertujuan memahami hakikat risiko dan mengidentifikasi risiko yang timbul dari sebuah kegiatan.
Yudha bahagia bukan main bisa terlibat dalam semua pelatihan tersebut. Apalagi, kata dia, pelatihan pengembangan pariwisata kembali mendatangkan pelatih dari Australia yang sarat pengalaman. Persisnya, pelatih tersebut berasal dari Adventure Travel Trade Association. "Jadi, sertifikat kami diterbitkan dari perusahaan internasional," sebutnya.
Ia kemudian diminta membuat video 360 derajat atau rekaman yang menampilkan pemandangan dari segala arah secara bersamaan. Yudha membuat video tersebut dengan menampilkan enam destinasi terbaik di Labuan Bajo. Keenamnya yakni Pulau Komodo, Pulau Padar, Taka Makassar, Pink Beach, Kanawa Island, dan Kampung Kawa.
Video tersebut lalu dipromosikan ke sejumlah komunitas di Negeri Kanguru, salah satunya sekolah. Tak lama kemudian, Yudha mendapat kabar bahwa sejumlah siswa di Kota Melbourne akan datang ke Labuan Bajo. Video 360 yang ia buat disebut sukses mencuri perhatian para siswa tersebut. Yudha pun semringah.
Sebanyak 40 siswa dari Melbourne akhirnya berkunjung ke Kota Seribu Sunset--julukan Labuan Bajo. Yudha mendapat tugas untuk mengawal dan menjadi fotografer dalam perjalanan tersebut. Semua program tersebut, dari lomba hingga pembuatan video 360, berlangsung selama setahun, yakni 2021-2022.
Kedatangan para siswa itu membuka mata Yudha lebih lebar. Di Labuan Bajo, gumamnya, terdapat harta karun bila pandai melihatnya. Berbekal ilmu yang didapat selama mengikuti pelatihan-pelatihan tadi, ia memberanikan diri membuka usaha jasa fotografi dan trip. Usaha tersebut ia beri nama Enzshoot Labuan Bajo.
Usaha yang dirintis Yudha dilaporkan berkembang pesat. Tak sedikit wisatawan telah menggunakan jasa Enzshoot Labuan Bajo. Sekelompok pelajar dari Australia dikabarkan akan berkunjung ke Labuan Bajo dan Bunaken (Sulawesi Utara) pada 2024 ini. Selama di Indonesia, mereka hampir pasti menggunakan jasa yang disediakan Enzshoot Labuan Bajo.
Yudha enggan menyebutkan berapa penghasilannya dari usaha tersebut. Hanya saja, sebut dia, sebuah video reels berdurasi satu menit dipatok seharga Rp 2 juta. Ia pun memastikan penghasilan dari usaha tersebut cukup menjanjikan untuk bisa hidup di zaman yang serba mahal ini.
Terlepas dari pendapatan, Yudha mengaku tak menyangka keikutsertaannya dalam lomba foto telah mewujudkan impiannya menjadi pemandu wisata. "Waktu itu, saya sempat berbicara dalam hati, 'kok, jadi untung banyak gini,' katanya sambil tertawa.
Penerima Manfaat Bakti Lainnya
Yulyo Yudha bukan satu-satunya penerima manfaat dari program Bakti Kominfo. Yohana Marsela Molo dan Lusia Surya adalah pelaku usaha kecil di Labuan Bajo yang juga pernah mengikuti pelatihan yang diadakan Bakti Kominfo. Program yang mereka ikuti bertajuk Digitalisasi Finansial Inklusi: Sosialisasi Keuangan Digital Melalui Penggunaan QRIS.
Kegiatan tersebut digelar pada 1 Oktober 2022 di Hotel Puncak Waringin, Labuan Bajo. Yohana mengaku senang bisa terlibat. Dari pelatihan ini, ia jadi paham cara bertransaksi lewat QRIS. Membeli pulsa, membayar tagihan listrik, hingga membeli keperluan dapur, hampir semuanya kini ia lakukan via daring.
Bukan hanya itu, penggunaan QRIS turut melancarkan usahanya. Sudah beberapa tahun, Yohana menjual kopi Flores. Ia mengatakan, tidak sedikit konsumennya membayar melalui QRIS atau transfer via m-banking. Sebelum menggunakan QRIS, ia kerap dihadapi masalah uang kembalian.
"Sekarang, masalah itu sudah enggak ada. Semua jadi lancar pakai QRIS," ucap perempuan tersebut seraya tersenyum.
Setali tiga uang, Lusia juga mengatakan hal yang sama. Saat ini, kata dia, sudah banyak aktivitas masyarakat dilakukan via daring, baik komunikasi maupun transaksi keuangan. Oleh sebab itu, ia mengucapkan syukur bisa berpartisipasi dalam pelatihan digitalisasi yang diadakan Bakti.
"Pelatihan ini benar-benar membantu kami. Saya juga jadi bisa mempromosikan usaha saya di media sosial," kata Lusia yang mempunyai usaha aksesori badan.
Bakti Kominfo merupakan organisasi noneselon di Kementerian Komunikasi dan Informatika. Organisasi ini mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan pembiayaan kewajiban pelayanan universal dan penyediaan infrastruktur dan layanan telekomunikasi dan informatika.
Salah dua infrastruktur yang dibangun Bakti ialah Base Transceiver Station (BTS) 4G dan Akses Internet (AI). Kedua infrastruktur ini dihadirkan untuk menuntaskan masalah telekomunikasi seperti internet di Indonesia, terutama di daerah tertinggal, terdepan dan terluar. Dalam program BTS, Bakti mencanangkan membangun 7.904 tower BTS 4G.
Saat ini, Bakti Kominfo telah membangun 60 tower BTS 4G dan 251 unit Akses Internet di Kabupaten Manggarai Barat. Selain kedua infrastruktur tersebut, Bakti juga menjadi pelaksana Satelit Republik Indonesia alias Satria-1. Sama seperti BTS dan Akses Internet, satelit ini juga untuk menghadirkan internet terbaik.
Project Manajemen Unit Akses Internet Bakti Kominfo, Andrian Reza, melaporkan, saat ini Satria-1 dalam tahap pemeriksaan dan pengujian untuk memastikan sistem berfungsi sesuai standar. Hal ini dilakukan untuk memastikan keamanan dan kinerja satelit sebelum dioperasikan.
"Pada Februari ini, kurang lebih 20 lokasi akan terintegrasi ke Satria-1," sebut Reza.
Keberadaan infrastruktur-infrastruktur itulah yang membuat Bakti mengadakan berbagai pelatihan. Pic Program Divisi Layanan TI untuk Pemerintah, Bakti Kominfo, Vykar Irshadi Pratama, menjelaskan, pelatihan digitalisasi bertujuan meningkatkan literasi keuangan digital bagi masyarakat di wilayah pelayanan universal telekomunikasi.
"Untuk keberlanjutan program serupa masih dalam tahap penjajakan," kata Vykar.
Sementara itu, Person In Charge Program Divisi Layanana TI untuk Masyarakat, Hendrik Tana, menjelaskan ihwal Program Virtual Tour yang diikuti Yudha. Program ini bertujuan memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang dunia teknologi kepada para pelaku pariwisata, terutama pemandu wisata. Selain itu juga untuk meningkatkan utilitas penggunaan Akses Internet yang disediakan pemerintah melalui Bakti Kominfo.
Bakti Kominfo, terang Hendrik, amat memahami bahwa pembatasan yang dibuat untuk mencegah penularan Covid-19 dapat mengganggu perekonomian warga. Oleh sebab itu, demi menjaga produktivitas masyarakat, Bakti mengadakan Virtual Tour.
Dengan mengikuti Virtual Tour, kata Hendrik, para pemandu pariwisata tetap bisa beraktivitas di sektor parwisata walau pandemi tengah melanda. Caranya dengan membuat video pariwisata yang kemudian "dipasarkan" ke media sosial dan agen travel. Pemasarannya turut menggunakan teknologi informasi dan komunikasi yang dibangun Bakti.
"Dengan demikian, video Virtual Tour yang dibuat para tour guide dapat menjadi informasi penting bagi para wisatawan yang ingin berkunjung ke wisata di Indonesia," terang Hendrik.
Ia memastikan, Program Virtual Tour berlanjut dengan lokasi acara yang berbeda. Keberlanjutan ini tak lepas dari potensi pariwisata di Indonesia. Keindahan alam negeri ini, ucapnya, amat sayang untuk dilewatkan.(*)
Catatan redaksi: Artikel ini merupakan hasil liputan kolaborasi kaltimkece.id, jubi.id, RRI, dan Bakti Kominfo.