kaltimkece.id Fasilitas pengolahan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Wonosari, Kota Singkawang, Kalimantan Barat, telah beroperasi. Di fasilitas ini, sampah akan diolah menjadi bahan bakar jumputan padat (BBJP). Bahan tersebut kemudian dicampur dengan batu bara yang menjadi bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Bengkayang di Kalbar untuk menghasilkan listrik.
Berdirinya fasilitas pengolahan sampah tersebut berkat kerja sama PT PLN (Persero) dan Pemkot Singkawang. Fasilitas ini merupakan bagian dari program co-firing PLN untuk mencapai net zero emission (NZE) pada 2060.
Wali Kota Singkawang, Tjhai Chui Mie, mengatakan, fasilitas BBJP ini merupakan pilot project pertama di Kalbar. Fasilitas ini sangat bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan Singkawang karena dapat mewujudkan target 70 persen penanganan sampah hingga 2025.
Perempuan yang akrab disapa Chui Mei itu optimistis, proyek ini masih bisa dikembangkan. Oleh karena itu, ia mengajak para pelaku usaha ambil bagian mengembangkan proyek tersebut. Ia berharap, kapasitas produksi BBJP di Singkawang bisa ditingkatkan dari 30 ton sampai 100 ton per hari.
“Semoga, fasilitas ini dapat dimanfaatkan dan dimaksimalkan dengan baik. Selain menjadi penyuplai bahan bakar untuk PLTU, juga mengelola dan menangani sampah di Kota Singkawang,” ujarnya
General Manager PLN Unit Induk Pembangkitan dan Penyaluran (UIKL) Kalimantan, Abdul Salam Nganro, menjelaskan, program co-firing merupakan salah satu program transformasi PLN untuk mendukung penurunan emisi. Ia pun menyatakan, ada peluang investasi yang dapat dihadirkan lewat kerja sama peningkatan kapasitas produksi pengolahan sampah ini. Dengan kapasitas 2x50 megawatt (MW), PLTU Bengkayang membutuhkan 50 hingga 250 ton pelet BBJP per hari. Ini menjadi peluang bagi fasilitas pengolahan sampah untuk terus berkembang.
“Besarnya kebutuhan bahan bakar yang berasal dari BBJP di PLTU Bengkayang menjadi peluang untuk dapat meningkatkan kapasitas produksi fasilitas pengolahan sampah menjadi di TPA Wonosari,” jelas Salam.
Ia mengatakan, program co-firing PLTU juga menjadi bagian dari upaya akselerasi pengurangan emisi karbon demi mencapai NZE pada 2060. Upaya ini sebagai wujud komitmen perseroan terhadap prinsip environmental, social and governance (ESG) dalam menciptakan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Dalam misi penurunan emisi, PLN turut melibatkan pemerintah daerah dan masyarakat setempat agar tercipta shared value yang akan bermanfaat bagi perekonomian daerah. (*)