kaltimkece.id Stunting adalah masalah gizi kronis yang mengakibatkan gangguan pertumbuhan anak. Penderita stunting biasanya mengalami tinggi badan lebih rendah atau kerdil dari standar usianya. Kondisi ini disebabkan kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama (kemkes.go.id).
Masalah itupun menjadi perhatian serius Pemkot samarinda. Rabu, 20 Juli 2022, Pemkot Samarinda mengadakan diskusi bertajuk Rembuk Stunting. Rembuk ini merupakan satu dari delapan aksi integrasi Pemerintah Kota mempercepat penurunan jumlah kasus stunting di Samarinda.
Dalam acara tersebut, Wakil Wali Kota Samarinda, Rusmadi Wongso, memastikan, Pemkot berkomitmen menuntaskan masalah stunting. Generasi yang tumbuh sehat, unggul, religius, berdaya saing, dan berbudaya, diyakini dapat memajukan negara.
“Pemkot Samarinda memberikan perhatian serius terhadap stunting agar terlahir anak-anak bangsa yang berkualitas, berakhlak, dan berkarakter baik,” ucapnya. Ia pun meminta semua pihak bekerja sama menangani masalah ini.
_____________________________________________________PARIWARA
Rembuk Stunting dihadiri tenaga ahli manajemen data dan sistem INEY LGCB REG 04 dari Direktorat Jenderal Bina Pembangunan, Kementerian Dalam Negeri, M Annas. Dalam rembuk tersebut, ia menyebutkan tiga penyebab stunting yaitu pengasuhan yang kurang baik, kurangnya akses air bersih dan sanitasi, serta minimnya akses terhadap makanan bergizi.
Menurut survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan, beber Annas, prevalensi stunting di Kaltim pada 2021 mencapai 22,8 persen. Tiga daerah yang memiliki jumlah kasus stunting tertinggi adalah Kutai Timur 27,5 persen, Penajam Paser Utara 27,3 persen, dan Kutai Kartanegara 26,4 persen. Ia menargetkan, prevalensi tersebut turun menjadi 12,83 persen pada 2024.
Annas lantas memaparkan sejumlah upaya untuk menurunkan jumlah kasus stunting. Beberapa di antaranya yakni meningkatkan kualitas penyiapan kehidupan berkeluarga, menjamin pemenuhan asupan gizi, memperbaiki pola asuh, meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan, hingga meningkatkan akses air minum dan sanitasi.
“Kelompok yang menjadi sasaran adalah remaja, calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui, dan anak berusia nol hingga 59 bulan,” bebernya.
Sementara itu, Kepala Bidang Kesejahteraan Rakyat, Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (Bappeda) Kaltim, Nani Arbie, menyebutkan tim penanganan stunting. Di provinsi ini, ada 1.988 tim pendamping keluarga terdiri dari unsur pemberdayaan kesejahteraan keluarga atau PKK, kader Keluarga dan bidan. Mereka disebar ke seluruh desa/kelurahan se-Kaltim. Tugas mereka adalah memberikan pemahaman dan pendampingan kepada keluarga beresiko stunting.
Selain itu, tambah Nani Arbie, ada juga tim percepatan penurunan stunting (TPPS) yang diterjunkan ke 10 kabupaten/kota di Kaltim. Tim ini dilantik Gubernur Kaltim, Isran Noor, pada Senin, 18 Juli 2022. “Kutai Barat, Kutai Timur, Kutai Kartanegara, Penajam Paser Utara, Balikpapan, dan Samarinda, menjadi daerah lokus penangan stunting pada 2021,” sebut Nani Arbie.
_____________________________________________________INFOGRAFIK
Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi, Dinas Kesehatan Samarinda, dr Rudi Agus Riyanto, memaparkan data risiko stunting di Kota Tepian. Disebutkan ada 168.485 keluarga di Samarinda. Sebanyak 53.134 keluarga atau 31,53 persen di antaranya berisiko terkena stunting.
Dinas Kesehatan Samarinda juga mencatat, 995 balita di Samarinda bertubuh pendek dan 408 balita bertubuh sangat pendek. Adapun orang yang kurang mendapatkan gizi sebesar 8,35 persen dan memiliki berat badan kurang 10,8 persen. “Data ini kami dapatkan setelah melakukan pengukuran tinggi badan dan penimbangan berat pada Agustus 2021,” ucap dr Rudi Agus Riyanto. (*)
Editor: Surya Aditya