kaltimkece.id Kanker memang tidak menular. Namun demikian, sel kanker amat ganas dan berbahaya. Sedikit saja ia terlambat dideteksi, kanker akan menyebabkan kematian. Tidak mengherankan jika gelar "pembunuh nomor satu di Indonesia" disematkan kepadanya.
Menurut catatan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, angka kematian di Indonesia pada 2018 sebanyak 1,72 juta jiwa (Proyeksi Penduduk Indonesia, 2018, hlm 59). Sebanyak 207.210 jiwa di antaranya, meninggal karena kanker. Satu dari delapan kematian di Indonesia disebabkan oleh kanker (Indonesia Fact Sheet, 2019, hlm 1).
Di Kaltim, penderita kanker juga bukannya menyusut. Yang paling banyak ditemui di Bumi Etam adalah kanker payudara, serviks, retinoblastoma (mata), dan leukimia. Kanker payudara dan serviks bahkan meningkat 56,28 persen dan 84,48 persen dari 2014 ke 2015 (Penderita Kanker di Kaltim Meningkat, 2016).
Keluarga yang Menderita
Retno Endah Asriningwulan adalah seorang ibu dari Samarinda. Perempuan 53 tahun ini melewati bertahun-tahun perjuangan menemani anaknya yang mengidap kanker. Anaknya itu masih belia sekali. Belum genap dua tahun umurnya.
“Shocked. Awalnya, saya menyalahkan Tuhan. Kenapa yang sakit bukan saya saja? Kondisi yang enggak menentu menuntut kami harus siap bila (sang anak) harus pulang untuk selama-lamanya."
Di balik kalimat itu, nampak jelas kecemasan, gejala depresi, dan ketakutan akan kehilangan. Para peneliti menyebutkan, orangtua yang anaknya didiagnosis mengidap kanker, berisiko lebih tinggi terkena depresi dan trauma dibandingkan mereka yang memiliki anak-anak yang sehat (Coping with Cancer: The Perspective of Patients’ Relatives, 2011, hlm 205).
Dampak negatif juga dialami saudara kandung dari penderita kanker. Mereka seringkali kekurangan perhatian. Ketika seorang anak terkena kanker, orangtua kerap mencurahkan segenap kasih sayang kepada anak tersebut saja. Saudara-saudara yang lain pun tumbuh dengan perhatian yang kurang. Mereka bisa menjadi invisible children atau anak-anak yang tidak terlihat (hlm 206).
Hasil sebuah studi, yang mengambil sampel sepuluh saudara kandung dari pasien kanker di Swedia, membuktikan dugaan tersebut. Para saudara kandung ini mengungkapkan kekhawatiran juga kemarahan dan kecemburuan. Pangkal sebabnya adalah orangtuanya memberikan perhatian lebih kepada saudaranya yang sakit (Siblings’ Needs and Issues When a Brother or Sister Dies of Cancer, 2005, hlm 230).
Saudara kandung dengan kondisi ini juga cenderung memiliki emosi negatif, kesedihan, ketidakberdayaan, dan kesulitan di sekolah. Sangat penting bagi mereka memiliki tempat hiburan. Sebagai contoh, mengikuti kegiatan di sekolah, selalu bersama teman, hingga bersantai. Hal ini penting agar kesulitan atau kematian saudara kandungnya tidak terus terngiang-ngiang.
Dampak Ekonomi
Keluarga penderita kanker juga rentan didera kesulitan ekonomi. Biaya pengobatan kanker jelas tidak sedikit. Memang, sebagian besar ongkos pengobatan ditanggung BPJS. Pada 2014-2018, BPJS menyebut Rp 13,3 triliun telah dikeluarkan untuk pengobatan penyakit ini (JKN-KIS Menyambung Asa Anak-Anak Penyandang Kanker, 2019, hlm 1).
Namun demikian, biaya yang dikeluarkan tidak sepenuhnya hanya untuk rawat inap, perawatan seperti kemoterapi, operasi, dan membeli obat-obatan. Dalam banyak kasus di Indonesia, seperti yang Ibu Retno contohkan, ada banyak biaya yang tak terduga. Kondisi ini biasanya terjadi karena kanker terlambat dideteksi. Kanker sudah masuk stadium lanjutan baru ketahuan. Biaya pun menjadi amat mahal dan durasi pengobatan penuh ketidakpastian.
Dalam laporan di atas, Ibu Retno mengatakan, “Awalnya, kami sudah bersiap-siap menjual beberapa aset. Biaya pengobatan begitu banyak dan kami enggak tahu berapa lama pengobatan tersebut berlangsung.”
Sebuah studi di negara-negara Asia Tenggara menyebutkan, kesulitan ekonomi dilaporkan sepertiga dari 9.513 keluarga pasien kanker. Kesulitan berasal dari ketidakmampuan membayar obat-obatan, hipotek, dan utilitas. Alhasil, tidak sedikit yang terpaksa mengambil pinjaman pribadi dan menjual aset. Studi tersebut juga melaporkan, 9 persen dari rumah tangga berpenghasilan cukup akhirnya terdorong ke jurang kemiskinan hanya dalam setahun (Policy and priorities for national cancer control planning in low- and middle-income countries: Lessons from the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) Costs in Oncology prospective cohort study, 2017).
Perhatian Lebih dari Semua Pihak
Dukungan keluarga dan kerabat, tempat kerja, dan pemerintah sangat penting bagi keluarga pasien kanker. Cuti berkabung, sebagai salah satu bentuk perhatian, adalah salah satunya.
Sayangnya, waktu berkabung bagi pekerja di Indonesia masih minim. Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan 13/2003 pasal 93, pekerja berhak mendapat cuti selama dua hari jika keluarganya meninggal. Cuti diberikan satu hari jika anggota keluarga dalam satu rumah yang meninggal dunia.
Cuti berkabung dengan durasi tersebut sangat pendek. Padahal, menurut sebuah studi di Kanada, cuti berkabung amat penting dalam menyelesaikan berbagai persoalan. Cuti seperti ini, bagi keluarga pasien yang terjangkit penyakit terminal seperti kanker stadium akhir, amat besar dampak positifnya (What matters most in end-of-life care: perceptions of seriously ill patients and their family members, 2006, hlm 5).
Sebagai perbandingan lagi, Britania Raya baru saja mengesahkan undang-undang bernama Jack’s Law. Beleid ini memberi kelonggaran kepada orang tua yang kehilangan anak berusia di bawah 18 tahun. Cuti berkabung di Inggris Raya adalah yang terpanjang di dunia. Orangtua berhak mendapatkan cuti berbayar selama dua pekan, tak peduli berapa lama mereka telah bekerja di perusahaan (UK set to introduce ‘Jack’s Law’ – new legal right to paid parental bereavement leave, 2020).
Lucy Herd adalah orang yang telah 10 tahun berkampanye mengenai isu ini. Berdasarkan pengalamannya, sebagai orang tua, dia harus mengatasi kehilangan mereka sendiri. Kesedihan akan mendera keluarga termasuk anak-anak yang lain. Belum lagi waktu untuk mengurus dokumen administrasi hingga pemakaman.
Demikianlah keganasan kanker yang tak hanya berdampak kepada penderitanya. Makanya, pencegahan kanker lewat gaya hidup sehat sangat penting. Pemeriksaan dini untuk mendeteksi kanker juga membuat pengobatan lebih efektif dan lebih murah. Sementara untuk penanganan dampak bagi keluarga penderita, sepatutnya menjadi perhatian bersama. Hari Kanker Sedunia tentu menjadi momen yang tepat untuk itu semua. (*)
Editor: Fel GM
Senarai Kepustakaan
• Bappenas dan BPN, 2018, Proyeksi Penduduk Indonesia 2015-2045 Hasil SUPAS 2015, Badan Pusat Statistik.
• Bhoo-Pathy, Nirmala, dkk, 2017, Policy and priorities for national cancer control planning in low- and middle-income countries: Lessons from the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) Costs in Oncology prospective cohort study, Jurnal Kanker Eropa.
• BPJS Kesehatan, 2019, Siaran Pers: JKN-KIS Menyambung Asa Anak-Anak Penyandang Kanker, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
• Corden, Anne, 2016, Bereavement and the workplace, Palgrave Macmillan: London.
• Dinkes Kaltim, 2016, Penderita Kanker di Kaltim Meningkat, Humas Provinsi Kaltim.
• Departemen untuk Bisnis, Energi dan Strategi Industri, 2020, Siaran Pers: UK set to introduce ‘Jack’s Law’ – new legal right to paid parental bereavement leave, Pemerintah Britania Raya.
• Hagedoorn, Mariët, Kreicbergs, Ulrika, dan Appel, Charlotte, 2010, Coping with cancer: The perspective of patients’ relatives, Jurnal Acta Oncologica.
• Heyland, D.K, dkk, 2006, What matters most in end-of-life care: perceptions of seriously ill patients and their family members, Jurnal Asosiasi Medis Kanada.
• International Agency for Research on Cancer, 2019, Indonesia Fact Sheet 2018, World Health Organisation: Geneva.
• Kemkes RI, 2018, Panduan Pelaksanaan Hari Kanker Sedunia, Kementerian Kesehatan.
• Nolbris, Margaretha, dan Anna-Lena Hellström, 2005, Siblings’ needs and issues when a brother or sister dies of cancer, Jurnal Pediatric Oncology Nursing.
• Norberg, A.L. dan Boman, K.K., 2007, Coping with cancer: the perspective of patients’ relatives, Jurnal Cancer Nursing.
• Pemerintah Indonesia, 2003, Undang-Undang No. 13 Tahun 2013 Tentang Ketenagakerjaan, Sekretariat Negara: Jakarta.