kaltimkece.id Kasus positif malaria di Kaltim dilaporkan mengalami peningkatan. Penajam Paser Utara menjadi daerah dengan angka pesakitan malaria terbanyak di perovinsi ini. Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kaltim, angka pesakitan malaria di kabupaten tersebut mencapai 6,44 annual parasite incidence (API) per 12 Mei 2023. Capaian tersebut menjadikan Benuo Taka sebagai daerah endemis malaria.
Di bawah PPU ialah Paser dengan angka pesakitan malaria sebanyak 2,22 API. Selanjutnya Kutai Timur 1,25 API, Bontang 1,16 API, dan Berau 1,13 API. Keempat daerah ini menyandang status endemis malaria di level sedang. Adapun Mahakam Ulu, Kutai Barat, Kukar, Samarinda, dan Balikpapan tercatat rendah endemis malaria.
Kasus baru juga ditemukan di Benua Etam. Dinas Kesehatan Kaltim mencatat, kasus baru malaria paling banyak ditemukan di Kutai Timur dengan jumlah 376 kasus. Kemudian Berau dengan 244 kasus dan PPU 254 kasus. Status endemis malaria di ketiga daerah ini diketahui berada di level sedang hingga tinggi (informasi selengkapnya lihat di infografis).
DESAIN GRAFIK: M IMTINAN NAUVAL-KALTIMKECE.ID
Akademikus dari Fakultas Kedokteran, Universitas Mulawarman, Samarinda, dr Swandari Paramita, memberikan pandangan. Menurutnya, penyebab utama kasus malaria meningkat adalah deforestasi. Pemicu terjadinya penebangan hutan adalah kondisi iklim, geografis, dan jumlah penduduk.
“Di kabupaten atau kota lain mungkin juga ada pembukaan hutan tapi tidak seintensif di PPU dan Paser,” kata Swandari kepada kaltimkece.id, Senin, 22 Mei 2023.
Lebih lanjut, dia menjelaskan, nyamuk anopheles yang mendistribusikan malaria dapat ditemukan di kawasan berair seperti kubangan atau rawa. Pembukaan hutan disebut menimbulkan genangan air yang temporer. Oleh sebab itu, pengembangbiakan anopheles semakin masif di PPU.
“Kalau di Kutai Timur dan Berau, kondisi tanahnya tidak memungkinkan air menggenang,” urai Swandari menjelaskan penyebab angka pesakitan malaria di kedua kabupaten tersebut tidak terlampau banyak ketimbang PPU.
dr Swandari Paramita, akademikus Fakultas Kedokteran, Universitas Mulawarman. FOTO: MUHIBAR SOBARY ARDAN-KALTIMKECE.ID
Berdasarkan citra Global Forest Watch, sepanjang 2001-2021, bukaan hutan di Kutim mencapai 831.000 hektare. Sementara Berau dan PPU luas bukaan hutannya pada 2002-2021 adalah 255.000 hektare dan 23.100 hektare. Jika semuanya dijumlahkan maka hutan yang hilang dari ketiga daerah tersebut mencapai 1.109.100 hektare. Luas tersebut setara 16 kali luas DKI Jakarta.
Swandari menilai, meskipun sejumlah daerah memiliki angka deforestasi yang tinggi namun jumlah penduduknya tidak terlalu banyak. Hanya saja, letak geografis PPU yang dekat Balikpapan membuat migrasi orang ke kabupaten tersebut semakin besar. Mengingat, Balikpapan adalah pintu masuk Kaltim. Apalagi, ibu kota negara sedang dibangun di PPU sehingga pergerakan orang kian bertambah.
“Walau demikian, deforestasi tetap menjadi pemicunya yang utama. Di Kutim dan Berau, jumlah migrasi penduduknya tidak sebesar PPU dan Paser,” kata perempuan berkacamata itu.
Penanganan Malaria
Malaria disebut menimbulkan gejala penyakit yang berbeda-beda. Swandari menerangkan, gejala dari malaria dari kategori ringan hingga berat. Umumnya, seseorang yang terjangkit malaria akan merasakan demam tinggi selama tiga hari. Seseorang yang terjangkit malaria harus segera ditangani. Jika tidak, produktivitas dan kondisi kesehatannya akan terus menurun.
“Kalau telat penanganannya bisa berpotensi kronis. Yang berat jika penyakitnya sudah sampai otak, bisa berujung kematian,” terangnya.
Swandari menyarankan, orang yang mengalami gejala malaria melakukan penanganan cepat. Salah satu langkahnya adalah melakukan diagnosis dini. Biar bagaimana pun, ujar dia, pencegahan lebih baik daripada mengobati. “Kalau merasakan demam, harus segera ditangani dengan cepat dan tepat,” ujarnya.
Swandari mengatakan, pencegahan malaria dari sisi lingkungan tidak mudah dilakukan. Menghentikan laju deforestasi termasuk menutup rawa dinilai sebagai pekerjaan yang tidak gampang. Menurutnya, yang paling memungkinkan mencegah malaria adalah memberikan edukasi kepada masyarakat dan menyediakan fasilitas kesehatan yang memadai. Sayangnya, faskes di PPU, Kutim, dan Berau yang berkompeten mengobatai penderita malaria disebut amat terbatas.
“Padahal, yang diperlukan tidak harus rumah sakit berstandar melainkan mampu melakukan diagnosis dini dan dapat mengobatinya,” kata Swandari. Ia mendesak pemerintah segera menambah faskes dan obat-obatan malaria ke daerah-daerah rawan malaria terutama PPU.
“Akan ada jutaan orang datang ke IKN (Nusantara), lho. Kalau sampai mereka kena malaria, ‘kan jadi ganggu produktivitas. Pengeluaran juga semakin banyak karena harus mengobati mereka,” sebutnya.
Kekhawatiran Swandari itu sudah jadi kenyataan. Beberapa waktu lalu, Kementerian Kesehatan melaporkan, sebagian wilayah IKN Nusantara berstatus endemis tertinggi kasus malaria di Indonesia.
“Peta endemisitas malaria 2022 sebagian besar di wilayah timur seperti Papua, Sulawesi Selatan, serta Kalimantan Timur,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, Imran Pambudi, dalam konferensi pers peringatan Hari Malaria Sedunia pada Selasa, 25 April 2023, dikutip dari Media Kaltim, grup kaltimkece.id.
Jaya Mualimin, kepala Dinas Kesehatan Kaltim. FOTO: MUHIBAR SOBARY ARDAN-KALTIMKECE.ID
Kepala Dinas Kesehatan Kaltim, Jaya Mualimin, tak menampik mengenai pembukaan hutan sebagai pemicu munculnya malaria. Penanganannya semakin sulit jika penderita malaria melaporkan kondisinya setelah terjangkit penyakit menular tersebut. Menurut Jaya, penanganan malaria akan semakin baik bila masyarakat melaporkan kondisinya sebelum divonis menderita malaria. Persisnya, sewaktu seseorang merasakan gejala-gejala malaria.
“Dengan begitu, kita bisa melakukan pencegahan agar malaria enggak berkembang. Jika tidak, kasusnya bisa meningkat,” jelasnya kepada kaltimkece.id, Senin, 15 Mei 2023.
Ia turut menjelaskan penyebab PPU menjadi daerah endemis malaria. Menurutnya, masalah ini terjadi karena di Sotek, sebuah kelurahan di Kecamantan Penajam, PPU, terdapat aktivitas penebangan liar. “Kondisi ini memicu tersebarnya malaria. Makanya, ada istilah transmisi interlokal. Maksudnya, yang datang dari luar daerah masuk ke daerah tersebut,” terangnya.
Dinas Kesehatan Kaltim disebut sudah dan sedang melakukan semua upaya penanganan malaria, termasuk melakukan mitigasi dan koordinasi dengan sejumlah pihak berkepentingan ihwal kesehatan. Koordinasi tentang pemeriksaan malaria tersebut utamanya dilakukan di PPU, Kubar, dan Paser.
“Ada pos pemeriksaan malaria di sana. Pengobatannya juga kami tingkatkan,” tandasnya. (*)