kaltimkece.id Daun ini sangat istimewa. Kratom namanya (Mitragyna speciosa Korth). Spesies tropis dari famili Rubiaceae atau masih sekeluarga dengan tanaman kopi. Kratom ditemukan di Asia Tenggara seperti Thailand, Indonesia, Malaysia, Myanmar, dan Filipina. Namun, populasi terbesar kratom sesungguhnya adalah di Kalimantan. Kratom punya banyak nama lokal. Ia disebut ketum dan purik di Kalbar, kayu sapat atau sepat di Kalteng dan Kalsel, dan kedamba atau kedemba di Kaltim.
Kratom merupakan tumbuhan kokoh berakar tunggang. Daunnya sedikit lebar dan bersirip. Batangnya gemuk, bisa mencapai diameter 0,9 meter ketika berusia 10-15 tahun. Bagian yang paling khas adalah bunga yang berbentuk bulat dan bergerigi. Biasanya, bunga atau buah ini tumbuh di ujung batang. Kratom tumbuh dengan alami dan cepat (fast growing) di lahan kritis terutama tepi sungai dan rawa pasang-surut. Sebaran kratom di Kaltim banyak ditemukan di Kota Bangun, Kutai Kartanegara. Sementara di Samarinda, tanaman tersebut tumbuh di pinggiran Sungai Karang Mumus di utara kota.
Yang menjadikan tumbuhan tepi sungai ini istimewa adalah khasiatnya. Sejak dulu kala, masyarakat mengonsumsi daun kratom untuk mengatasi kelelahan. Khasiat utama kratom adalah suplemen bagi tubuh [Kratom (Mitragyna speciosa Korth): Manfaat, Efek Samping, dan Legalitas, Jurnal Kementerian Kesehatan, 2017, hlm 176].
Masyarakat Kalimantan khususnya Kalbar, telah mengonsumsi seduhan daun kratom. Bahkan, para petani dulu sering mengunyah daun kratom segar demi mendapat tenaga ekstra (Understanding The Miracle Power of Kratom, 2018). “Teh kratom” juga dipercaya meringankan diare, lelah, nyeri otot, dan batuk. Seduhan ini juga meningkatkan daya tahan tubuh, menurunkan tekanan darah tinggi, menambah energi, mengatasi depresi, antidiabetes dan antimalaria, serta stimulan seksual.
Untuk mengetahui kratom lebih dalam, kaltimkece.id menemui peneliti dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Ekosistem Hutan, Dipterokarpa, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rina Wahyu Cahyani. Menurutnya, khasiat daun kratom ini disebabkan dua zat aktif yang dikandungnya. Kedua zat tersebut adalah mitraginin dan 7-hidroksimitragynin. Kedua senyawa ini memiliki efek analgesik, efek yang sama dari kelompok obat pereda nyeri. Dalam dosis rendah, kratom memberikan efek stimulan. Seseorang akan merasa memiliki lebih banyak energi, lebih waspada, dan lebih bahagia. Mirip seperti kopi.
“Sementara untuk dosis yang lebih tinggi, efek kratom hampir sama seperti senyawa opiat yaitu efek analgesik (obat pereda nyeri) dan sedasi (obat penenang),” terang Rina ketika ditemui di kantornya di Jalan AW Syahranie, Samarinda, Senin, 9 September 2019. Mengingat kemampuan daun ini, Rina berkata, “Banyak yang menyebut sebagai daun surga dari Kalimantan.”
Kratom masih sekeluarga dengan kopi. Maka, efek ketergantungannya pun mirip kopi. Menurut Rina, apabila dikonsumsi dengan cara yang tidak benar, kecanduan kratom seperti halnya ketergantungan kafein. Namun berdasarkan penelitiannya, efek Kratom tidak lebih berbahaya dibanding ganja dan kokain. Proses pengolahan daun kratom yang paling menentukan efek yang dihasilkan.
“Yang mesti diperhatikan adalah efek kratom berbeda-beda kepada setiap orang,” ujarnya.
Nilai Ekonomi
Komoditas kratom di Kalimantan berpusat di Kalimantan Barat, tepatnya di Kabupaten Kapuas Hulu. Dari sana, kratom diekspor. Diolah dengan mengambil daunnya dari alam atau budi daya di kebun dan pekarangan rumah. Dampak ekonomi dari tanaman kratom ini sangat terasa. Apalagi, harga jual kratom, untuk daun basah berkisar Rp 1.500 sampai dengan Rp 3.500 per kilogram. Sedangkan daun kering berkisar Rp 17 ribu sampai Rp 27 ribu.
“Daun kering adalah remahan dari seluruh Kalimantan yang dikumpulkan dan dikirim ke Kalimantan Barat untuk diolah menjadi tepung kratom,” terang Rina dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tadi. Tepung kratom selanjutnya diekspor ke Amerika Serikat, Kanada, Arab Saudi, India, dan Eropa. Amerika serikat adalah importir kratom terbesar dari Kalimantan.
Menurut data Pengusaha Kratom Indonesia, dalam kurun 2015-2018, total ekspor kratom dari Kalimantan Barat mencapai 4.800 ton. Seluruhnya melewati 90-an eksportir. Penghasilan masyarakat petani dari pengolahan kratom mencapai Rp 49,2 miliar dalam kurun 4 tahun.
Efek Narkotika
Sebagai pengimpor kratom terbesar, AS telah memegang lima hak paten dari turunan mitraginin dan 7-hidroksimitragynin, dua senyawa yang dikandung daun ini. Anehnya, Amerika Serikat pula yang menginisiasi penelitian bahwa zat adiktif kratom lebih berbahaya dibanding ganja dan kokain. Belakangan, Badan Narkotika Nasional juga mengklaim, bahaya kratom diperkirakan sepuluh kali lipat dari kokain dan ganja. BNN pun tengah merekomendasikan kepada Kementerian Kesehatan agar kratom dimasukkan ke narkotika golongan I (setara ganja, kokain, heroin, dan opium).
Menurut Rina, ada yang harus jelas sebelum memasukkan kratom sebagai narkotika golongan I. Berdasarkan risetnya, efek samping setara kokain dan heroin diperoleh setelah tepung kratom diekstraksi. Untuk pemakaian tradisional dan sederhana seperti diseduh, efeknya tak sebesar itu. “Biasanya, saat dikonsumsi secara simplisia (sederhana), ada zat penawar untuk menekan mitraginin dalam kratom. Tapi, mesti ada penelitian lebih lanjut,” ujarnya.
Saat ini, kratom masih berstatus legal ditanam dan diperjualbelikan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 7 Tahun 2018 tentang Perubahan Golongan Narkotika, kratom belum masuk daftar narkotika baru. Namun demikian, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah melarang penggunaan kratom sebagai obat tradisional dan suplemen makanan sejak belasan tahun lalu. Larangan ini dikeluarkan melalui Keputusan Kepala BPOM Nomor HK 00.05.23.3644 pada 2004 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan.
Larangan lain juga dikeluarkan melalui Peraturan Kepala BPOM Nomor HK.00.05.41.1384 tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka. Termasuk Surat Edaran Nomor HK.04.4.42.421.09.16.1740 tahun 2016 tentang Pelarangan Penggunaan Mitragyna Speciosa (kratom) dalam Obat Tradisional dan Suplemen Makanan. Aturan-aturan ini bersifat mengikat hanya untuk produk olahan bermerek yang didaftarkan ke BPOM.
Dengan manfaat dan mudaratnya, kratom segera menjadi pembicaraan. Pada 8-10 Juli 2019 di Solo, bahkan diadakan round table discussion untuk mengkaji kratom. Rina dan timnya turut diundang. Dari diskusi tersebut, Balai Besar Litbang Tanaman Obat dan Obat Tradisional selaku UPT Badan Litbang Kesehatan menilai, perlu riset mendalam mengenai dampak penggunaan kratom terhadap kesehatan. Diskusi juga merekomendasikan riset mendalam kemungkinan kratom sebagai bahan alternatif obat.
Bila Kratom Narkotika Golongan I
Bagian yang paling menarik adalah bila kratom akhirnya masuk narkotika golongan I. Statusnya setara ganja. Konsekuensinya, segala bentuk tanaman dan produk turunan, selama bukan untuk penelitian, mesti dimusnahkan.
Di sinilah masalahnya. Kratom bukan hanya bermanfaat bagi manusia. Ia punya manfaat alami. Kratom adalah tanaman yang cocok untuk menyerap karbon. Karakter kratom memang cepat tumbuh (fast growing). Dalam setahun, kratom bisa tumbuh hingga ketinggian 2-3 meter di lahan kritis dan terendam air. Akar tunggang kratom sebagai tanaman biji berkeping dua atau dikotil juga berfungsi mencegah abrasi karena kemampuannya mengikat tanah.
Di samping itu, proses pemusnahan kratom secara massal (seperti halnya ganja) menjadi pekerjaan rumah baru. Selain mudah dan cepat tumbuh, buah kratom yang ringan mudah menyebar bila tak benar dalam proses pemusnahan. “Yang terjadi, bukannya diberangus, kratom malah tumbuh semakin banyak,” kunci Rina. (*)
Editor: Fel GM