Risalah ini ditulis oleh Chai Siswandi*
kaltimkece.id Tanggal 4 April diperingati sebagai Hari Komik Indonesia yang kemudian dikenal dengan Hari Kosasih atau Kosasih Day. Diambil dari hari lahir RA Kosasih yang dianggap pelopor penerbitan komik dalam bentuk buku di Indonesia. Komik Sri Asih (1954) yang dianggap sebagai superhero pertama di Indonesia, merupakan buah karyanya. Sri Asih juga menjadi penanda penting bagi tumbuhnya komik nasional.
Namun demikian, jarang yang mengetahui RA Kosasih juga pernah menghasilkan karya yang mengambil latar belakang Kalimantan Timur. Tokoh komiknya bernama Tjempaka. Kaltim selanjutnya juga hadir dalam beberapa karya komikus nasional yang lain.
Raden Ahmad Kosasih lahir di Desa Bondongan, Bogor, 4 April 1919. Kosasih yang kemudian dikenal sebagai Bapak Komik Indonesia memulai kariernya sebagai komikus pada penerbit Melodi di Bandung. Sebelumnya, ia sudah gemar menggambar sejak sekolah di Hollandsch Inlands School (HIS) Pasundan.
Kosasih kemudian menjadi juru gambar tanaman dan hewan di Kebun Raya Bogor. Selain Sri Asih, ia mengangkat cerita wayang Mahabharata, Ramayana, dan cerita-cerita legenda dan dongeng anak seperti Lutung Kasarung, Sangkuriang, ke dalam komik. Sembari itu, ia tetap menghasilkan tokoh-tokoh superhero yang tak kalah dengan pahlawan super dari komik-komik Barat. Di antaranya adalah Tjempaka, tarzan perempuan dari Kalimantan Timur.
Dalam seri Tjempaka Harta Terpendam di Kalimantan Timur, Kosasih mengambil setting Kutai sebagai tempat di pedalaman Sungai Mahakam yang jauh dari Samarinda. Tokoh Tjempaka digambarkan sebagai tokoh perempuan berbusana dari kulit macan. Ia berteman dengan orangutan bernama Goro dan macan kumbang bernama Si Sabor.
Meskipun hidup berkelana di dalam rimba, Tjempaka diceritakan bisa berbahasa Indonesia meski terbata-bata. Ia mahir menggunakan panah dan pisau belati. Tjempaka bahkan sanggup mengalahkan macan tutul dan bergulat melawan buaya. Menarik bahwa Kosasih, di zaman itu dalam banyak komiknya, menjadikan perempuan sebagai tokoh utama. Tjempaka digambarkan memiliki pekerti yang baik serta seringkali memiliki kemampuan melebihi manusia lainnya.
Tidak diketahui kapan seri ini pertama kali diterbitkan. Namun demikian, dari koleksi yang dimiliki penulis di bagian balik sampul depannya, masih terdapat pamflet Manipol Usdek, manifesto politik Presiden Sukarno pada masa Demokrasi Terpimpin sejak 1959 sampai 1965. Seri Tjempaka juga masih menggunakan ejaan lawas.
Dalam komik itu, kita diajak masuk ke fantasi petualangan. Kisahnya yaitu empat orang mengikuti ekspedisi untuk memecahkan misteri kerajaan yang hilang di hulu Mahakam. Menurut dongeng setempat, kerajaan itu memiliki peninggalan harta karun berupa berlian yang melimpah.
Cerita kemudian dilanjutkan dengan perjumpaan tim ekspedisi itu dengan Tjempaka dan suku-suku pedalaman. Dibumbui dengan intrik, adegan pertarungan melawan binatang buas, sampai makhluk purbakala mirip dinosaurus.
Sementara itu, dalam seri komik berjudul Tjempaka dengan Djatuhnya Pesawat Terbang yang terbit pada 30 Maret 1965, Kosasih menceritakan penumpang yang selamat dari pesawat yang jatuh di hutan Kaltim. Mereka kemudian diculik untuk dijadikan tumbal pengorbanan oleh suatu suku dari suatu kerajaan tersembunyi di hutan Kaltim bernama Mahowe. Mereka akhirnya berhasil keluar dari tempat itu karena ditolong oleh Tjempaka. Setelah melewati pertarungan demi pertarungan, Tjempaka pun kembali ke Kutai.
Kaltim dalam imajinasi Kosasih pada masa itu digambarkan sebagai rimba yang tak terjamah. Menyimpan suku dan kerajaan tersembunyi yang masih menumbalkan manusia, penuh binatang buas, dan hal-hal aneh.
Tak ada keterangan apakah Kosasih pernah melakukan riset dengan berkunjung ke Kaltim. Seri Tjempaka ini kemudian diproduksi ulang dengan menggunakan ejaan baru Cempaka pada 1970-an dan terbit dalam beberapa seri. Oleh banyak kritikus, komik kemudian sempat disebut tidak menggambarkan Indonesia.
Goro, misalnya, primata sahabat Cempaka disebut para kritikus komik sebagai gorila yang tidak ada di hutan Indonesia. Padahal, dalam seri komik sebelumnya pada 1960-an Kosasih telah menyebutkannya sebagai orangutan yang memang ditemui di hutan Kutai. Hal ini mungkin disebabkan makin langkanya seri-seri lawas Kosasih.
Kaltim dalam Komik Lainnya
Komik atau cerita bergambar (cergam) lain yang mengambil latar belakang Kaltim ialah Neraka Borneo. Karya ini milik komikus kawakan Mansjur Daman atau lebih dikenal dengan nama pena Man.
Dalam Majalah Tempo edisi 13-19 Mei 2013, diberitakan Neraka Borneo diluncurkan dalam pameran bertajuk "Retro Man 50 Tahun Berkarya." Pameran itu merupakan peringatan setengah abad Mansjur Daman berkarya di dunia komik Indonesia. Peluncuran komik dilaksanakan di Bentara Budaya, Jakarta pada April 2013.
Mansjur Daman merupakan komikus nasional kelahiran Tanah Abang, 3 Mei 1946. Ia disebut sebagai komikus yang memiliki kematangan estetika dan narasi. Pemilihan sudut pandang gambar-gambarnya yang tidak statis menjadi salah satu ciri khas karyanya. Dia kadang menggambar dari sudut atas, samping, bahkan bawah yang jarang muncul dalam komik-komik pada zamannya.
Man memulai kariernya sebagai ilustrator sampul roman dan novel koboi pada 1960-an. Pada 1965, ia mulai menerbitkan komik horor dan roman percintaan seperti Istana Hantu dan Kelelawar Terbang Malam. Namanya berkibar di zaman keemasan komik Indonesia pada 1970-an dan 1980-an lewat seri Mandala, dilanjutkan dengan 13 jilid Golok Setan pada 1972 dan 18 jilid seri Siluman Ular.
Dalam Neraka Borneo, Man mengambil tempat Gunung Lumut di Kaltim sebagai latar belakang komiknya. Cerita dimulai dengan tokoh Jaka, seorang pembuat film yang direkrut bersama tokoh lain oleh Mabes TNI dalam tim ekspedisi ke hutan Gunung Lumut. Mereka melakukan penyelidikan mengenai jatuhnya sebuah pesawat komersial.
Dalam ekspedisi tersebut, mereka mendapat petunjuk dari penduduk setempat. Tim itu kemudian memasuki dunia misterius yang mengerikan yang dipenuhi zombie tengkorak dengan kalung, gelang, dan perisai dengan motif hias Dayak.
Komik ini merupakan komik fiksi ilmiah. Man secara serius melakukan riset sampai mengunjungi lokasi untuk setting komiknya. Ia memanfaatkan mitos lokal, digabungkan dengan fantasi modern seperti makhluk purbakala, sampai kapal yang terdampar dari masa depan.
Di sisi lain, Kaltim tak hanya kaya akan mitos tapi juga sejarah. Adapun cergam lain yang mulai mengangkat tema sejarah di Kaltim di antaranya adalah komik Raja-Raja Kutei karya Mar dan San Wilantara.
Mar merupakan nama singkatan dari Mardani. Ia merupakan cergamis senior seangkatan Yan Mintaraga, Ganes TH, San Wilantara U Syahbudin, dan lainnya. Pada 1968, Mar menciptakan tokoh komik Kapten Mar--superhero dengan kustom mirip Batman, yang populer hingga 1970-an.
Raja-Raja Kutei mengangkat tema sejarah yang dikombinasikan gambar-gambar imajinatif dari gambaran migrasi penduduk ke Kutai pada masa lampau. Ada pula peperangan sampai intrik-intrik perebutan takhta. Ceritanya membentang dari sebelum adanya kerajaan, terpilihnya Kundungga sebagai raja, pembuatan prasasti, sampai wafatnya Raja Mulawarman, cucu Kundungga. Kematian Mulawarman dalam komik mengakibatkan goyahnya singgasana Kerajaan Kutai dan menjadikannya terpecah dan mengalami keruntuhan.
Tak ditemukan keterangan tahun penerbitan di kolofon komik ini. Namun dari daftar pustakanya, cergam ini telah mencantumkan buku Manusia Daya; Dahulu, Sekarang, Masa Depan karya Mikhail Coomans yang terbit pada 1987. Kemungkinan komik ini terbit di pengujung 1980-an.
Hal lainnya, seri ini cukup menarik karena cerita imajinatif dalam komik dikembangkan. Sebagai contoh, terdapat perjanjian antara Raja Mulawarman dengan Sri Maharaja Purnawarman dari Jawa Barat. Perjanjian berupa dinikahkannya adik Raja Mulawarman dengan Purnawarman. Meskipun bagi pembaca Kaltim, tentu akan merasa janggal di beberapa bagian selain adanya anakronis sejarah. Misalnya, muncul gambar pasukan yang menaiki kuda dan gajah, istana-istana bertiang batu mirip bangunan Yunani Kuno, sampai Mulawarman yang punya potret almarhum kakeknya di dinding istana.
Dalam perkembangannya, para komikus pada masa lalu sepertinya melihat Kaltim sebagaimana pandangan orientalisme Barat melihat--biasanya dunia timur--sebagai dunia eksotis, kaya akan dongeng, molek, sekaligus penuh misteri dan petualangan. Selepas kolonialisme Belanda yang berpusat di Pulau Jawa berakhir, hal itu sepertinya membekas sebagai salah satu sentra budaya, melihat dunia di luar dirinya di Nusantara. Itulah yang kemudian terlihat dalam imajinasi yang terbentuk tentang wilayah-wilayah yang lebih timur, salah satunya di dalam cergam.
Perkembangan Komik di Kaltim
Sejak awal 1990-an, komik-komik Indonesia mulai surut dan digantikan oleh manga atau komik-komik Jepang yang membanjiri pasar sampai saat ini. Di tengah situasi tersebut, percakapan untuk melawan stigma negatif terhadap komik mulai muncul di Samarinda.
Pada masa lalu, komik dianggap tidak mendidik dan hanya membuang waktu. Menurut Bonnef dalam bukunya Komik Indonesia, kemunculan komik bahkan telah menjadi sasaran kritik dan tudingan orang tua dan pendidikan. Komik dinilai sebagai bacaan yang tidak memberikan nilai pendidikan.
Padahal, sama seperti karya sastra maupun bacaan lainnya, komik bisa dimuati dengan nilai-nilai yang bermanfaat. Mulai pembentukan karakter, kebudayaan, sejarah, maupun sebagai sarana pendidikan yang menyenangkan. Komik membantu menvisualisasikan imajinasi sekaligus terkadang memberi batas.
Di Kaltim, komik sepertinya masih berkembang secara terbatas. Komik-komik dengan tema dongeng seperti cerita asal mula pesut maupun fabel orangutan dan enggang terbit secara diam-diam dan sulit didapatkan di toko-toko buku.
Selain itu, ada juga komik Senopati Awang Long karya Iga Nur Ramdhani, mahasiswa arsitektur di Politeknik Negeri Samarinda. Karya tersebut menjadi salah satu pemenang Lomba Visualisasi Kesejarahan dan Nilai Budaya oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 2014.
Komik bertema sejarah lokal itu menampilkan perlawanan Awang Long, seorang pribumi di Kesultanan Kutai Kertanegara, terhadap penjajah Inggris. Komik ini dianggap memiliki sisi lain yang jarang dilihat bahkan oleh para sejarawan. Masa penjajahan Inggris yang singkat selama ini banyak dilihat terbatas di Pulau Jawa.
Dalam karya itu, Iga menggunakan spidol yang disapu air kemudian difinalisasi secara digital. Memunculkan efek warna khas yang susah ditiru. Memberi penggambaran figur dengan gaya visual yang khas.
Mungkin yang paling menonjol dalam perkembangan maupun pembicaraan soal komik sebagai bagian budaya populer di Samarinda saat ini ialah Ramadhan S Pernyata. Dosen Politeknik Negeri Samarinda itu terakhir menerbitkan cergam Jurnal Tepi Mahakam pada 2021. Sebelumnya, ia juga menerbitkan novel grafis Ratusan Jiwa Untuk Sanga Sanga pada 2015.
Dalam Jurnal Tepi Mahakam, Madan--nama panggilan Ramadhan S Pernyata--secara apik mencatatkan tokoh Bagas yang melakukan perjalanan menggunakan sepeda motor dari Samarinda ke wilayah sekitar Mahakam tengah lewat gambar demi gambar. Meliputi Samarinda, jalan poros Kota Bangun, Desa Sangkuliman, Pela, Melintang, Semayang hingga Muara Enggelam. Gambar-gambarnya informatif, mengenalkan berbagai potensi yang dimiliki tempat-tempat itu nyaris lengkap.
Jurnal Tepi Mahakam memiliki kekuatan grafis baik karakter tokoh yang konsisten maupun perwarnaan dengan motif cat air yang memikat. Faktor warna yang kuat ditambah penggunaan art paper yang menjadikannya komik mewah. Sayangnya, cergam ini lemah dari aspek cerita. Tidak memiliki kejutan, cenderung datar, dan mirip promosi pariwisata dibanding komik yang diharapkan memiliki unsur fantasi yang kuat.
Padahal, sebelumnya dalam Ratusan Jiwa Untuk Sanga Sanga, Madan mampu menghadirkan cerita yang kokoh berbasis sejarah perjuangan melawan penjajahan Belanda di Kaltim. Ia menggambarkan suasana Sanga-sanga masa lampau, kapal besi, perang yang penuh tembakan senapan, dan banyak ledakan.
Kaltim tentu saja memiliki banyak sekali potensi untuk dituangkan ke dalam cerita bergambar. Baik berdasar kenyataan: sejarah, kekayaan budaya, dan perkembangannya. Juga anak muda berbakat dengan segala kemampuan dan imajinasinya. Semoga sarana literasi di Kaltim kian berkembang, salah satunya komik. (*)
*Penulis adalah petani, tinggal di Kota Bangun
Referensi
Bonnef, M. Komik Indonesia. Jakarta: Perpustakaan Populer Gramedia. 1998
Komik Sejarah dan Nilai Budaya. Volume 1. Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya, Direktoral Jendral Kebudayaan, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2015
Majalah Tempo. Edisi Khusus: Tragedi Mei 1998-2013. Edisi 13-19 Mei 2013.
Mar & San Wilantara. Raja-Raja Kutei. Kuntum Album Seri Pengetahuan. Penerbit Pustaka Ammur. Bandung.
R.A Kosasih. Tjempaka Dengan Djatuhnya Pesawat Terbang. Penerbit P.T Melodi. Bandung. 1965
R.A Kosasih. Tjempaka Harta Terpendam Di Kalimantan Timur. Penerbit P.T Warga Raya. Djakarta
Ramadhan S. Pernyata. Jurnal Tepi Mahakam. Penerbit Kalika. Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. 2021
Ramadhan S. Pernyata. Ratusan Jiwa Untuk Sanga Sanga. Samarinda: Komunitas Ladang. 2015