• Berita Hari Ini
  • Warta
  • Historia
  • Rupa
  • Arena
  • Pariwara
  • Citra
Kaltim Kece
  • RUPA
  • RISALAH
  • Kota Pusat Peradaban versus Kesejahteraan Guru: Catatan untuk Wali Kota Samarinda

RUPA

Kota Pusat Peradaban versus Kesejahteraan Guru: Catatan untuk Wali Kota Samarinda

Peradaban biasanya identik dengan pendidikan. Akan tetapi, pelaku utama dan penentu pendidikan justru berdemonstrasi menuntut kesejahteraan.
Oleh .
4 Oktober 2022 02:57
ยท
10 menit baca.
Demonstrasi guru dan tenaga kependidikan di Balaikota Samarinda, Senin, 3 Oktober 2022. FOTO: GIARTI IBNU LESTARI-KALTIMKECE.ID
Demonstrasi guru dan tenaga kependidikan di Balaikota Samarinda, Senin, 3 Oktober 2022. FOTO: GIARTI IBNU LESTARI-KALTIMKECE.ID

kaltimkece.id Demonstrasi serentak guru dan tenaga kependidikan (GTK) pada Senin, 3 Oktober 2022, di Balaikota Samarinda membuat publik kaget. Pasalnya, sejak dipimpin Andi Harun-Rusmadi Wongso selaku wali kota dan wakil wali kota, Samarinda mengusung tagline ‘Kota Pusat Peradaban’ sebagai visi utama. Peradaban biasanya identik dengan pendidikan akan tetapi pelaku utama dan penentu pendidikan justru berdemonstrasi menuntut kesejahteraan.

Aksi ini mengindikasikan kontradiksi dan ironi. Tuntutan para GTK menunjukkan kekecewaan. Ada ketidaksesuaian tagline ‘Kota Pusat Peradaban’ terhadap kebijakan dan program-program pendidikan yang dijalankan. Ada ketidaksesuaian antara visi utama Samarinda dengan kebijakan dan program bagi GTK sebagai pelaku utama dan penentu dunia pendidikan. Kekecewaan ini dinilai wajar. Kemenangan Andi Harun-Rusmadi Wongso karena kontribusi besar para guru dan tenaga kependidikan atas janji visi ‘Kota Pusat Peradaban’ yang dinilai berpihak kepada nasib mereka. 

Ahmad Muthohar MSI, penulis artikel opini ini. Penulis adalah dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK), Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda; mantan Kepala Bidang Guru dan Tenaga Kependidikan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalimantan Utara. 
 

Demonstrasi guru dan tenaga pendidikan sebenarnya sebuah praktik yang jarang terjadi. Biasanya, GTK akan menjaga marwah sebagai pendidik. Aksi seperti ini dinilai sebagai adanya ‘kebuntuan’ komunikasi atas kebijakan pemkot. Bisa juga, bentuk akumulasi kekecewaan dan menjadi langkah terakhir mereka dalam memperjuangkan hak-hak profesinya. Sederhananya, memberikan ‘insentif’ yang menjadi kebutuhan dasar GTK saja tidak dapat dilakukan apalagi memberikan kebijakan untuk kesejahteraan lainnya. 

Tuntutan GTK kepada pemerintah daerah di alam demokrasi ini sangatlah wajar. Apalagi dalam amanat UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, jelas dinyatakan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah pihak yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan. Aksi ini bisa dimaknai sebagai permintaan jawaban atas pertanyaan; seberapa besar komitmen dan kontribusi Pemerintah Kota Samarinda atas aspek pendidikan, khususnya kesejahteraan dan nasib para GTK sebagai pelaksana pendidikan? 

Antara Beda Tafsir Aturan dan Perlakuan 

Menurut rilis Forum Peduli Guru Kota Samarinda bersama PGRI, para GTK menuntut kesejahteraan guru di lingkungan Kota Samarinda dengan memuat lima poin tuntutan. Kelima tuntutan itu ialah: a) merevisi pasal 9 ayat h Perwali Samarinda 5/2021 tentang Tunjangan Tambahan Penghasilan (TPP) yang mengecualikan guru dan pengawas pendidikan; b) membayar upah GTK hononer sesuai upah minimum daerah; c) membuat regulasi yang jelas tentang insentif guru swasta; d) mencabut Surat Edaran Sekretaris Kota Samarinda Nomor 420/9128/100.01 tanggal 16 September 2022 tentang Penyelarasan Insentif GTK Samarinda; dan e) pembayaran insentif GTK Samarinda tahun 2022 secara penuh 12 bulan.

Surat edaran Sekretaris Kota Samarinda yang diminta demonstran untuk dicabut. FOTO: GIARTI IBNU LESTARI-KALTIMKECE.ID. 
 

Membaca daftar tuntutan dan regulasi Pemkot Samarinda, baik Perwali tentang TPP maupun surat edaran yang memicu aksi para GTK, permasalahan utamanya adalah beda tafsir. Ada perbedaan penafsiran atas keabsahan dapat tidaknya tambahan penghasilan/insentif maupun istilah lainnya diberikan oleh pemerintah daerah. Di satu sisi, pemkot berpegang bahwa pemberian TPP selain tunjangan profesi guru (TPG) dan tambahan penghasilan (Tamsil) yang notabene bersumber dari anggaran pusat (APBN) tidak dapat diberikan. Alasannya akan terjadi double accounting yang dikhawatirkan menjadi temuan badan pemeriksa keuangan (BPK). Namun dari perspektif para GTK, hal tersebut dapat diberikan bergantung komitmen kepala daerah dengan tetap mengacu kepada peraturan. Contohnya, kebijakan Pemprov Kaltim untuk guru SMA/SMK dan SLB serta yang juga berlaku di kabupaten/kota lain.

Dengan demikian, terlihat ada pemahaman yang berbeda antara Pemkot Samarinda dengan Pemprov Kaltim dan beberapa kabupaten/kota lain terhadap aturan yang sama. GTK di bawah pembinaan Kota Samarinda menerima perlakuan yang berbeda. Dari sini bisa dimaknai adanya kegagalan pemahaman dan telaah atas regulasi mengenai pemberlakuan aturan tentang pemberian insentif kepada guru di daerah. Hal tersebut berdampak kepada perlakuan yang berbeda bagi para GTK sehingga menimbulkan polemik.

Selain itu, edaran Sekretaris Kota Samarinda yang akan memberi hibah kepada guru madrasah pada 2023 juga dinilai janggal. Hal ini mengacu aturan hibah yang tidak boleh diberikan berturut-turut sehingga pertanyaannya adalah bagaimana dengan tahun 2024? Di sinilah kegagalan memahami aturan secara komprehensif terhadap semua peraturan yang terkait. Wajar jika dalam salah satu poin tuntutan menginginkan adanya aturan yang jelas dan tegas tentang pemberian insentif. 

Tidak Ada Aturan yang Melarang TPP 

Sebenarnya, tidak satu peraturan pun dari pemerintah pusat, baik peraturan Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, Menteri PAN RB, maupun Menteri Pendidikan, yang tegas melarang bahwa GTK yang telah mendapat tunjangan sertifikasi (TPG) maupun Tamsil lain tidak boleh menerima TPP dari pemerintah daerah. Keabsahannya bergantung ada atau tidaknya landasan aturan kepala daerah. 

Jika ditelusuri, pasal 4 Permendikbud 4/2022 tentang Petunjuk Teknis Pemberian Tunjangan Profesi bagi Guru yang diklaim melarang pemerintah daerah memberikan tambahan penghasilan, juga tidak mencantumkan klausul larangan tersebut. Demikian pula isi Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 900--4700 Tahun 2020. Tidak terdapat klausul yang secara tegas melarangnya. 

Isi dan pemberlakuan tata cara pemberian TPP oleh pemerintah daerah memang telah diatur secara tegas melalui Keputusan Mendagri Nomor 900--4700 Tahun 2020 tentang Tata Cara Persetujuan Menteri Dalam Negeri tentang Tambahan Penghasilan ASN di Lingkungan pemerintah Daerah. Namun, keputusan Mendagri tersebut tidak membicarakan larangan TPP bagi guru. Aturan itu mengatur langkah yang mesti dilakukan dan dipenuhi pemda jika menerapkan pemberian TPP bagi ASN. Artinya, setiap daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, bisa berbeda kebijakan dalam pemberian tunjangan tambahan penghasilan kepada setiap ASN, termasuk guru. 

Nah, pertanyaannya, apakah Samarinda memiliki kebijakan pemberian TPP untuk GTK yang telah disesusaikan dengan aturan tersebut? Jika tidak, hal ini patut disayangkan karena bisa menjadi awal polemik. Pemenuhan prosedur regulasi menjadi penting dalam kebijakan ada tidaknya TPP bagi daerah.

Perlu diketahui bahwa aturan pengesahan TPP oleh Mendagri harus disertai perumusan kriteria TPP berdasarkan beban kerja, prestasi kerja, kondisi kerja, tempat bertugas, kelangkaan profesi, dan pertimbangan kondisi objektif yang lain. Biasanya, penentuan kriteria tersebut diistilahkan dengan kelas jabatan. Di samping itu, pemberian TPP juga harus sesuai prinsip kepastian hukum, akuntabel, proporsional, efektif dan efisien, keadilan dan kesetaraan, kesejahteraan, dan optimalisasi.

Nah, berdasarkan aturan ini, sebenarnya ada celah atau pintu masuk jika wali kota memiliki kebijakan untuk memberikan TPP bagi GTK. Beban kerja dan pertimbangan objektif lainnya dapat digunakan dalam memenuhi prinsip keadilan dan kesetaraan, kesejahteraan, dan optimalisasi. 

Dengan demikian, ada tiga aspek yang harus dipenuhi untuk keabsahan pemberian TPP kepada GTK. Ketiga aspek itu adalah adanya kebijakan kepala daerah, adanya rumusan dalam draf pengajuan persetujuan TPP untuk GTK, dan terpenuhinya prosedur seperti penentuan kriteria kelas jabatan dan evaluasinya. 

Perwakilan guru dan tenaga kependidikan yang berdialog dengan Wali Kota Samarinda saat demonstrasi pada Senin, 3 Oktober 2022. FOTO: GIARTI IBNU LESTARI-KALTIMKECE.ID. 
 

Hal yang dikhawatirkan adalah; tidak diberikannya TPP kepada para GTK karena tidak adanya kebijakan kepala daerah, tidak masuknya TPP GTK dalam draf persetujuan Mendagri, dan ketidakmampuan memenuhi syarat perumusan kelas jabatan, penentuan indikator kinerja dan evaluasinya. Kondisi itu bisa menimbulkan polemik mengenai nasib penghasilan GTK. Aksi para guru yang menuntut TPP juga menjadi indikasi jelas bahwa penentuan TPP di Pemkot Samarinda tidak sesuai prinsip keadilan, kesetaraan, kesejahteraan, dan optimalisasi. Besaran TPP ASN di pemkot dan TPG yang diterima guru dimungkinkan selisih dan tidak setara.

Walaupun demikian, harus dipahami juga bagi para GTK bahwa ketentuan pembayaran TPP bagi guru yang telah mendapat TPG dan Tamsil hanya selisihnya. Prinsip tunjangan bersifat tunggal untuk menghindari double accounting. Semisal TPP ditentukan Rp 5 juta, sementara GTK telah menerima TPG Rp 3 juta, maka TPP yang dibayarkan hanya Rp 2 juta. Hal ini berlaku pula di instansi lain sebagaimana dosen yang menerima tunjangan sertifikasi dosen. Tunjangan kinerjanya hanyalah selisih dari tunjangan kinerja dengan cara memilih tunjangan dengan nominal yang paling banyak. 

Jadi, sekali lagi, kunci dari diberikan atau tidaknya tambahan penghasilan bagi para GTK bergantung komitmen dan political will Wali Kota Samarinda. Termasuk kemampuan jajarannya merumuskan dan memenuhi prosedur persetujuan Mendagri dalam pemberian TPP bagi ASN di lingkungan Kota Samarinda. Itulah yang kemudian menjadi dasar diterbitkannya peraturan wali kota. 

Wali Kota Samarinda hendaknya mengevaluasi kinerja jajarannya atas hal tersebut. Lagi pula, Wali kota menyebutkan tidak punya niatan tidak menyejahterakan GTK. Sebab, ada kesan tidak diberikannya TPP dan insentif kepada GTK seolah karena larangan aturan. Sementara itu, para guru menilai surat edaran Pemkot Samarinda tentang penyelarasan insentif merupakan alasan yang mengada-ngada dan berlindung di balik aturan. 

Momentum Evaluasi Kinerja di Bidang Pendidikan

Aksi GTK se-Samarinda ini harus menjadi momentum evaluasi kinerja Pemkot Samarinda di bidang pendidikan di bawah nakhoda Andi Harun-Rusmadi Wongso. Dengan tagline ‘Kota Pusat Peradaban’, sudah seharusnya kepemimpinannya memiliki konstruksi positif dan signifikan di bidang pengembangan pendidikan di Kota Tepian.

Evaluasi ini harus menyeluruh. Aksi para GTK di Samarinda tentang TPP dan insentif sebenarnya permasalahan yang paling mendasar dari sekian banyak permasalahan pendidikan. Khususnya, masalah dalam hal kesejahteraan GTK. Sangat dimungkinkan, tuntutan ini merupakan akumulasi kekecewaan para GTK di Samarinda atas kebijakan dan program pendidikan yang lebih luas. Sederhananya, jika basic need GTK saja tidak mampu terpenuhi, apalagi persoalan pendidikan lainnya. 

Jika ditarik lebih luas, mengacu kesejahteraan GTK, sebenarnya tidak sebatas kesejahteraan finansial. GTK sebagai profesi pendidikan memiliki ruang lingkup yang lebih luas yakni kesejahteraan profesional. Sebuah kondisi di mana para GTK harus merasa aman, nyaman, dan makmur dalam menjalankan profesinya sehingga kinerja pendidikan bisa lebih optimal. Mutu pendidikan di Samarinda pun bisa meningkat.

Demonstrasi guru dan tenaga kependidikan di Balaikota Samarinda pada Senin, 3 Oktober 2022. FOTO: GIARTI IBNU LESTARI-KALTIMKECE.ID. 
 

Menurut pasal 40 ayat 1 UU Sisdiknas, secara tegas dinyatakan bahwa guru berhak mendapatkan kesejahteraan berupa penghasilan dan jaminan sosial yang pantas dan memadai. Penghargaan dan tugas sesuai dengan prestasi kerja, pengembangan karier sesuai pengembangan kualitas, perlindungan hukum dan kesempatan menggunakan sarana dan fasilitas dalam menjalankan tugasnya. Pemkot Samarinda sebagai pembina kepegawaian GTK mesti memenuhi dan memfasilitasi kesejahteraan pada guru dan tenaga kependidikan lebih luas lagi. Tidak hanya persoalan tunjangan penghasilan dan insentif. 

Beberapa indikator utamanya bisa diukur dari kontribusi Pemkot Samarinda di antaranya: 1) kontribusi kepada alokasi anggaran yang diberikan untuk bidang pendidikan sehingga akses pendidikan bisa lebih bermutu; 2) kontribusi kepada penuntasan dan percepatan sertifikasi guru; 3) fasilitasi dan kemudahan kenaikan pangkat GTK; 4) pemenuhan kebutuhan GTK; 5) fasilitasi kesempatan pendidikan dan latihan bagi GTK; 6) kesempatan yang terbuka dan kompetitif untuk menduduki jabatan bidang pendidikan bagi para GTK; 7) program pengembangan keprofesian berkelanjutan bagi para GTK dan masih banyak lagi aspek-aspek lainnya. 

Mengembalikan marwah ‘Kota Pusat Peradaban’ bagi Samarinda sebagai visi utama pembangunan, isu kesejahteraan guru tidak boleh berseberangan. Kota pusat peradaban harus selaras dengan peningkatan mutu pendidikan dan kesejahteraan guru sebagai pelaksana intinya. 

Langkah Taktis

Sejumlah langkah bisa diambil untuk mengurai polemik dan memenuhi tuntutan para GTK. Pertama, kepala daerah mesti menunjukkan komitmen melalui kebijakan dan program pendidikan yang lebih nyata dan berpihak kepada upaya kesejahteraan guru. Kedua, benchmarking tentang kebijakan pemberian TPP dan insentif guru dan tenaga kependidikan kepada Pemprov Kaltim atau kabupaten/kota lain yang berhasil memberikan TPP dan insentif. Ketiga, revisi peraturan wali kota disertai rumusan penentuan kelas jabatan, indikator kinerja, dan evaluasi bagi GTK demi memastikan pemberian TPP dan insentif berdampak bagi peningkatan kinerja dan mutu pendidikan. 

Selain ketiga hal tersebut, pemetaan kebutuhan guru sesuai dengan ketentuan penting dilakukan. Pemetaan ini untuk menihilkan temuan BPK yang seringkali didasarkan terhadap aturan tentang keabsahan guru dan tenaga kependidikan di sekolah. Hasil pemetaan menjadi penting sebagai dasar pemerintah kota sehingga pemberian TPP dan insentif tepat sasaran dan tepat aturan. Selain itu, baseline data proyeksi pemenuhan GTK bisa lebih akurat. 

Demonstrasi guru dan tenaga kependidikan di Balaikota Samarinda pada Senin, 3 Oktober 2022. FOTO: GIARTI IBNU LESTARI-KALTIMKECE.ID. 
 

Apabila problemnya berhubungan dengan keterbatasan APBD Samarinda, dapat dilakukan replacement maupun penghematan belanja-belanja dan program yang kurang efektif dan kurang prioritas. Langkah tersebut demi memenuhi aspek kesejahteraan guru. 

Sekali lagi, semuanya bergantung komitmen dan political will wali kota. Jika memang ‘Kota Pusat Peradaban’ adalah visi utama Samarinda, kesejahteraan guru tidak boleh terpinggirkan. Kunci peradaban adalah pendidikan dan GTK adalah aktor utamanya. Bravo Pendidikan Samarinda! (*)

 

Opini ini ditulis oleh Ahmad Muthohar MSI, dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK), Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda; mantan Kepala Bidang Guru dan Tenaga Kependidikan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalimantan Utara. 

Editor : Fel GM
Iklan Above-Footer

Dapatkan informasi dan insight pilihan redaksi kaltimkece.id

Gabung Channel WhatsApp
  • Alamat
    :
    Jalan KH Wahid Hasyim II Nomor 16, Kelurahan Sempaja Selatan, Samarinda Utara.
  • Email
    :
    [email protected]
  • Phone
    :
    08115550888

Warta

  • Ragam
  • Pendidikan
  • Lingkungan
  • Hukum
  • Ekonomi
  • Politik
  • Humaniora
  • Nusantara
  • Samarinda
  • Kutai Kartanegara
  • Balikpapan
  • Bontang
  • Paser
  • Penajam Paser Utara
  • Mahakam Ulu
  • Kutai Timur

Pariwara

  • Pariwara
  • Pariwara Pemkab Kukar
  • Pariwara Pemkot Bontang
  • Pariwara DPRD Bontang
  • Pariwara DPRD Kukar
  • Pariwara Kutai Timur
  • Pariwara Mahakam Ulu
  • Pariwara Pemkab Berau

Rupa

  • Gaya Hidup
  • Kesehatan
  • Musik
  • Risalah
  • Sosok

Historia

  • Peristiwa
  • Wawancara
  • Tokoh
  • Mereka

Informasi

  • Kontak
  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Hubungi Kami
© 2018 - 2025 Copyright by Kaltim Kece. All rights reserved.