kaltimkece.id Memasuki kalender 2023, Kantor Bahasa Kalimantan Timur (KBKT) sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat makin giat mendorong DPRD Kaltim untuk sampai pada rancangan produk regulasi tentang bahasa daerah. Parlemen provinsi pada 21 Februari 2023 sudah membentuk Pansus Pengutamaan Bahasa Indonesia, Perlindungan Bahasa dan Sastra Daerah. Instansi kedinasan pendidikan dan kebudayaan pun turut didorong untuk mengeksekusi muatan lokal (mulok) bahasa daerah di sekolah.
Di satu sisi, inisiatif KBKT memang sesuai tugas dan fungsi pokok mereka dalam pelestarian bahasa daerah. Namun, di sisi lain program konservasi tersebut ternyata juga kontroversial dan rawan efek samping. Masifnya pergerakan KBKT sampai menggandeng lembaga legislatif dan eksekutif daerah bisa berdampak kontraproduktif bagi sumber daya manusia Kaltim.
Sejumlah pihak menyadari bahwa sejak Presiden Joko Widodo mengumumkan pemindahan lokasi ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur pada 26 Agustus 2019, Kaltim mesti segera bersiap dengan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Meski ibu kota baru berlokasi di timur Kalimantan, tetapi yang bisa berkiprah dalam posisi penting dan strategis di sana adalah orang-orang yang punya kompetensi tinggi dan portofolio mumpuni.
Keistimewaan hanya untuk (minimal) dua deputi Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) dari unsur masyarakat lokal Kaltim. Ini menurut Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2022 tentang OIKN. Selebihnya, tidak ada privilese bagi pengusung isu putra daerah untuk menjadi pegawai OIKN.
Tanggal 17 Februari 2023, OIKN membuka seleksi pegawai pemerintah. Sejumlah pihak dikejutkan dengan persyaratan calon pegawai yang begitu tinggi. Ada ketentuan sertifikat TOEFL (Test of English as a Foreign Language) minimal skor 500 atau IELTS 6.0. Masalahnya, bagi lulusan perguruan tinggi lokal, skor ini adalah ganjalan. Standar TOEFL di kampus Kaltim tidak sampai 500. Sebagian juga memberlakukan TOEFL versi intern yang tidak berlaku di dunia kerja.
Beberapa pengamat kebijakan publik secara terbuka mengeluhkan syarat kualifikasi bahasa Inggris yang terlalu tinggi untuk ukuran kampus lokal. Sebagai contoh, dikutip dari portal unmul.ac.id, syarat lulus mahasiswa S-1 skor TOEFL cukup 425, sedangkan S-2 minimal 475. Jika mahasiswa ingin TOEFL yang lebih mudah levelnya, boleh memilih MU-EPT (Mulawarman University English Proficiency Test). TOEFL versi Unmul ini mempermudah kelulusan, tetapi tidak dapat berfungsi untuk lampiran berkas melamar pekerjaan.
Beriringan waktunya dengan isu kompetensi bahasa Inggris bagi calon pegawai OIKN, ironi terjadi di lembaga birokrasi Kaltim. KBKT bersama unsur legislatif daerah dan pusat yang mewakili Kaltim, serta eksekutif daerah tancap gas menyusun rancangan peraturan daerah tentang bahasa daerah. Sudah empat tahun sejak pengumuman pindah IKN, kesadaran peningkatan kualitas SDM kurang dibarengi dengan eksekusi yang tepat sasaran.
Perkara urgen yang diperlukan oleh pelajar dari pendidikan dasar, menengah, hingga perguruan tinggi di Kaltim ini adalah kompetensi berbahasa asing, terutama Inggris. Ketika OIKN mensyaratkan kualifikasi tinggi, Kaltim semestinya membenahi program bahasa asing di sekolah.
Bahasa daerah memang relatif perlu dikonservasi. Namun, formalisasi pelajaran bahasa daerah sebagai mulok di sekolah, ini kontraproduktif. Para pelajar tidak diarahkan menjadi ahli linguistik. Mulok bahasa daerah hanya akan menambah beban mental pelajar. Efektivitasnya juga dipertanyakan.
Selain problematik urgensi dan kebutuhan pendidikan, pemilihan tiga bahasa daerah versi KBKT juga rentan masalah lain. Penutur bahasa Dayak Kenyah, Melayu Kutai, dan Paser secara kultural berada di area dan lingkungan yang terbatas. Sementara Kaltim merupakan provinsi yang luas, dengan masyarakat yang heterogen, dan bahasa daerah yang juga bervariasi.
Bahasa Kenyah hanya dipergunakan sebagai alat komunikasi di intern komunitas Kenyah. Demografi masyarakat Kenyah pun bukan mayoritas di antara sub-sub Dayak di Kaltim. Orang Benuaq dan Tunjung di Kabupaten Kutai Barat tidak menggunakan bahasa Kenyah. Orang Bahau di Kabupaten Mahakam Ulu juga bukan penutur bahasa Kenyah. Meski sesama sub-Dayak, interaksi lintas Benuaq, Tunjung, dan Bahau tidak dengan bahasa Dayak Kenyah.
Jika bahasa Kenyah dijadikan mulok sekolah, bisa diprediksi para pelajar dan gurunya sendiri akan mendapatkan kesulitan. Bahkan di daerah kabupaten yang terkenal dengan komunitas Dayak juga akan kesulitan. Mereka punya bahasa daerah sendiri yang mesti dilestarikan. Di sini urusan primordialisme dan politik identitas bisa bermasalah.
Problematik mulok bahasa daerah di Kota Samarinda juga lebih kompleks. Masyarakat Samarinda yang lintas etnis punya bahasa pergaulan (lingua franca) sendiri, yaitu bahasa Banjar Samarinda. Penduduk ibu kota provinsi ini konsekuen dengan bahasa daerah yang pilih sebagai semboyan Provinsi Kalimantan Timur. Frasa “Ruhui Rahayu” bukan dari tiga bahasa versi revitalisasi bahas daerah (RBD) Kantor Bahasa, melainkan dari bahasa Banjar. Semboyan yang teksnya melekat di lambang provinsi ini bermakna rukun-damai dan tenteram-harmonis.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengidentifikasikan Bahasa Banjar Samarinda sebagai subdialek bahasa Melayu (petabahasa.kemdikbud.go.id). Tanpa program RBD pemerintah, bahasa Banjar Samarinda relatif lestari. Tanpa mulok di sekolah, sebagian guru dan pelajar bisa berbahasa Banjar. Bahkan penuturnya lebih banyak ketimbang kuantitas etnis Banjar itu sendiri. Tak hanya orang Banjar, Kutai, Dayak, tetapi sebagian orang Jawa, Sulawesi, Tionghoa juga relatif mampu berbahasa Banjar secara aktif.
Saya hendak berbagi pengalaman. Sebagai warga Kaltim, ketika berkunjung ke Kantor OIKN di Jakarta saya bisa mempraktikkan komunikasi bahasa daerah. Itu terjadi saat saya berjumpa dengan Deputi OIKN Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Manusia, Myrna A. Safitri, Ph.D.
Meskipun dari generasi yang berbeda, kami sama-sama lahir dan mengalami masa kecil di Samarinda. Kami bisa berinteraksi dengan bahasa Banjar Samarinda. Keluwesan dan keakraban lebih terjalin karena penggunaan bahasa daerah yang memang berstatus lingua franca. Jika bahasa daerah yang dipakai bukan bahasa Banjar, yang terjadi malah miskomunikasi.
Bahasa daerah itu akan lebih efektif pelestariannya jika dilakukan secara informal dan sajian kekinian. Contoh baru-baru ini, misalnya. Tiga komika dari Samarinda yang menjuarai kompetisi pelawak tunggal (stand up comedy) di televisi nasional (SUCI Kompas TV) membuat konten belajar bahasa Banjar di kanal Youtube.
Konsep komedi obrolan santai oleh Kemal Palevi, Ardit Erwandha, dan Yono Bakrie berbeda jauh dengan format baku di sekolah. Namun, konten trio komedian Samarinda yang berkarier di Jakarta tersebut lebih asyik disimak publik. Orientasinya juga bukan nilai akademis rapor, melainkan lebih kepada praktik komunikasi di dunia nyata maupun maya.
Bahasa itu, baik bahasa nasional, bahasa internasional, maupun bahasa daerah sejatinya merupakan alat komunikasi antar-individu. Sebagai produk budaya, bahasa itu dinamis. Bahasa niscaya mengalami perkembangan dan perubahan. Ada diksi dan frasa yang arkais dan akhirnya punah. Namun, muncul juga aneka kosakata baru dalam interaksi manusia yang lintas kultur dan sektoral.
Dengan demikian, kegiatan revitalisasi bahasa daerah versi KBKT perlu ditinjau kembali. Bentuk konservasinya tidak tepat dengan proyek mulok bahasa daerah di sekolah. Mesti ada terobosan lain yang sesuai dengan zaman yang kian dinamis. Para pejabat penentu kebijakan di KBKT—yang sebagiannya didrop dari pusat—diharapkan mempelajari realitas yang sebenarnya tentang historis-sosio-kultural di Bumi Ruhui Rahayu.
Adapun pemerintah daerah tingkat provinsi dan kabupaten/kota, baik legislatif maupun eksekutif, segeralah berbuat sesuatu supaya para pelajar dan mahasiswa di Kaltim mampu menguasai bahasa Inggris. Jangan lagi nanti mengeluh putra daerah tidak bisa menjadi pegawai kantoran di OIKN gegara syarat TOEFL.
Selamat menyongsong Indonesia-sentris di Ibu Kota Nusantara. (*)
RALAT: Pada pembuka tulisan ini, awalnya tertulis: Memasuki kalender 2023, Kantor Bahasa Kalimantan Timur (KBKT) sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat makin giat mendorong DPRD Kaltim. Legislatif diminta menyelesaikan rancangan produk regulasi tentang bahasa daerah.
Yang dimaksud kalimat tersebut sebenarnya adalah: Memasuki kalender 2023, Kantor Bahasa Kalimantan Timur (KBKT) sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat makin giat mendorong DPRD Kaltim untuk sampai pada rancangan produk regulasi tentang bahasa daerah.
Demikian ralat ini memperbaiki kekurangtepatan kalimat tersebut. Redaksi memohon maaf atas kekeliruan tersebut.
(Muhammad Sarip selaku penulis artikel ini adalah sejarawan publik, tinggal di Samarinda. Surat terbuka ini ditulis untuk Kantor Bahasa, DPRD, dan Disdikbud Kaltim).