• Berita Hari Ini
  • Warta
  • Historia
  • Rupa
  • Arena
  • Pariwara
  • Citra
Kaltim Kece
  • RUPA
  • RISALAH
  • Negosiasi dengan Israel adalah Maut

RUPA

Negosiasi dengan Israel adalah Maut

Gus Dur datang ke Israel untuk memperkuat upaya perdamaian Yitzhak Rabin-Yasser Arafat tersebut. Sementara 30 tahun kemudian, situasinya Israel makin brutal menyerang Palestina.
Oleh Kiriman Pembaca
18 Juli 2024 08:30
ยท
6 menit baca.

Oleh: Syifa Hajati 

KEHEBOHAN dengan kata kunci "Israel" dan "Nahdlatul Ulama" mengemuka di ruang publik pada pertengahan Juli 2024. Pemicunya adalah postingan di akun Instagram Zainul Maarif yang memamerkan foto dirinya bersama dengan Presiden Israel Isaac Herzog. Dosen Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) tersebut menulis konteksnya. Dia bersama rombongan berdialog dengan kepala negara Israel soal konflik dan relasi antarnegara.

Dengan klaim atribusi dirinya sebagai filsuf-agamawan, Zainul Maarif menolak aksi demonstrasi dan pemboikotan. "Saya lebih suka berdiskusi dan mengungkapkan gagasan," tulisnya.

Tak lama setelah postingan itu, media merilis lima nama dari Indonesia yang terlibat dalam pertemuan di Istana Presiden Israel. Kelimanya diidentifikasi sebagai kader NU yaitu Zainul Maarif, Munawir Aziz, Nurul Bahrul Ulum, Syukron Makmun, dan Izza Annafisah Dania. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri mengklarifikasi, aktivitas lima orang tersebut tidak terkait dalam bentuk apapun dengan posisi resmi Pemerintah Republik Indonesia.

Presiden Joko Widodo menegaskan sikap Indonesia yang konsisten dengan Pembukaan UUD 1945. "Indonesia akan selalu ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial," kata Presiden Jokowi kepada media.

Presiden Jokowi kemudian menyerahkan penyikapan kasus ini kepada Pengurus Besar NU. Sejumlah pimpinan PBNU segera bersuara, menyatakan bahwa tindakan Zainul Maarif dkk tidak berdasarkan mandat dari NU. Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf bilang akan menyelidiki kasus ini dengan konsekuensi sanksi karena dianggap mencederai marwah (muruah) organisasi keagamaan Islam terbesar di Indonesia tersebut.

Dengan nada sinisme Zainul Maarif terhadap demonstrasi dan pemboikotan, lantas apakah dengan cara dialog mereka bisa menghentikan agresi Israel kepada Palestina? Sampai tulisan ini saya kirim ke media, belum ada klarifikasi dari Zainul Maarif.

Barangkali lima orang itu berdalih bahwa pertemuan mereka dengan Presiden Israel sepadan dengan yang dulu dilakukan oleh Ketua Umum PBNU KH Abdurrahman Wahid ketika pada 1994 bertemu dengan Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin. Namun, dalih ini telah dibantah para intelektual NU. Terdapat perbedaan konteks historis antara peristiwa Gus Dur 1994 dan Zainul Maarif cs 2024.

Dahulu, kedua negara (Israel-Palestina) sedang gencatan senjata dan kedua pemimpinnya sepakat proses perdamaian. Gus Dur datang ke Israel untuk memperkuat upaya perdamaian Yitzhak Rabin-Yasser Arafat tersebut. Sementara 30 tahun kemudian, situasinya Israel makin brutal menyerang Palestina dengan korban jiwa yang banyak dan tidak ada political will dari Israel untuk berdamai.

Berunding dengan Maling

"Tuan rumah tak akan berunding dengan maling yang menjarah rumahnya." Demikian sebuah quote dari Tan Malaka yang cukup populer mengenai terlarangnya negosiasi dengan penjajah.

Tan Malaka adalah penulis buku berjudul Madilog (Materialisme, Dialektika, dan Logika) dan pendiri Partai Murba. Ia mengecam sikap Pemerintah RI yang bersedia berunding dengan Belanda pasca-Proklamasi 1945. Tahun 1946 ada Perundingan Linggarjati. Tahun 1948 ada Perundingan Renville. Menurut Tan Malaka, tidak perlu negosiasi dan membuat perjanjian dengan Belanda. Menghadapi Belanda harus mutlak dengan perlawanan fisik tanpa kompromi. Alasannya, Belanda ibarat maling yang masuk rumah kita. Jadi, untuk mempertahankan hak kedaulatan kita yang hendak dijarah, mengapa harus bermusyawarah dengan maling?

Yang namanya quote, memang belum tentu sumber kebenaran. Kata mutiara Tan Malaka ini sering disanggah dengan anekdot begini. Kalau tuan rumah cuma modal tangan kosong, sedangkan malingnya datang membawa panser, geranat, dan senapan mesin otomatis, bukankah berunding merupakan opsi yang rasional?

Penulis berdiskusi dengan seorang sejarawan mengenai konteks dari quote Tan Malaka ini. Yang penulis pahami kemudian bahwa fakta historis membuktikan, kedaulatan penuh Indonesia diperoleh dari hasil perundingan final Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda 1949.

Negosiasi yang melibatkan Pemerintah RI, Majelis Negara Federal (Bijeenkomst voor Federaal Overleg atau BFO), dan Kerajaan Belanda, dengan dukungan Perserikatan Bangsa-Bangsa, berhasil 'mengusir' maling dari tanah air Indonesia. Gerakan diplomasi politik di ruang nego menjadi kunci pengakuan kedaulatan Indonesia oleh dunia internasional.

Namun, jika lima orang Nahdliyin yang berdialog dengan Presiden Israel itu hendak menggunakan dalil historis perundingan Indonesia-Belanda, tentu saja hal ini tidak tepat. Lima individu tersebut bukan pejabat dalam struktur pemerintahan RI. Mereka juga bukan diplomat yang diutus secara legal oleh Pemerintah RI. Pertemuan dialog mereka dengan Presiden Israel hanya aksi pribadi. Jadi, analogi perundingan Indonesia-Belanda tidak relevan dengan dialog Israel.

Fatwa Wahabi Arab Saudi

Berdirinya NU di Hindia Belanda (sebelum bernama Indonesia) pada 1926, salah satu latar belakangnya adalah sebagai counter dari perkembangan sekte Wahabi di Arab Saudi. Wahabi merupakan gerakan keagamaan yang dinisbatkan kepada Muhammad bin Abdul Wahhab, yang disokong penuh Dinasti Saud yang mendirikan Negara Arab Saudi. Sebagian pengikut Wahabi lebih senang disebut Salafi.

Kelompok Wahabi atau Salafi banyak melakukan pembaharuan terhadap pemahaman dan metode beragama, serta ritual ibadah. NU dan Wahabi sama-sama mengklaim sebagai ahlussunnah waljamaah. Namun, gagasan dan implementasi Wahabi berbeda dengan yang diyakini oleh kaum muslimin lainnya. Wahabi mengharamkan banyak perkara, antara lain ajaran 20 sifat Wajib Allah, filsafat, ilmu mantiq, tasawuf, maulid nabi, tahlilan, haul, majelis salawatan, peringatan Isra Mikraj, pemilu, demonstrasi, dan musik. Muslim yang tidak mengharamkan perkara ini akan divonis sebagai ahlul bid'ah atau orang sesat. Oleh karena itu, Wahabi sering dilabeli sebagai kelompok Islam garis keras.

Kelompok muslim tradisionalis di Kepulauan Nusantara berakulturasi dengan tradisi dan budaya lokal. Supaya pergerakannya lebih terorganisasi, didirikanlah organisasi keagamaan dengan nama Nahdlatul Ulama. Tokoh pendirinya, yakni KH Hasyim Asy'ari, populer dengan fatwa jihad fardhu 'ain (kewajiban individual) membela tanah air melawan penjajah Belanda pasca-1945. Satu nama dari Banjar-Kalimantan dikenang sebagai Ketua Umum PBNU paling lama dalam sejarah. KH Idham Chalid memimpin NU selama hampir 3 dasawarsa dari 1956 hingga 1984.

Perbedaan thariqah (jalan religiositas) antara Wahabi dan NU terus berlanjut hingga pergantian abad. Wahabi cukup mendapat posisi strategis di Kerajaan Arab Saudi. Majelis ulamanya diisi oleh para tokoh Wahabi. Yang menjadi kontroversi adalah sikap politik Negara Arab Saudi yang berhubungan erat dengan Amerika Serikat dan negara barat, berdampak kepada 'toleransi' Arab Saudi terhadap agresi Israel kepada Palestina.

Sikap politik luar negeri Arab Saudi yang menguntungkan Israel itu ternyata sejalan dengan fatwa MUI-nya Arab Saudi. Ketua Hai'ah Kibarul Ulama (Dewan Ulama Besar) Arab Saudi Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz menyatakan halal untuk berdamai dengan Israel. Fatwanya berbasis dua alasan. Pertama, dalil Alquran Surat Al-Anfaal ayat 61. Kedua, praktik Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam yang pernah beberapa kali berunding serta menyepakati perjanjian damai dengan kelompok Yahudi dan Kristen.

Lantas, menyaksikan Zainul Maarif dan empat kawannya yang memilih jalan dialog dengan Presiden Israel, apakah ini berarti mereka mengikuti fatwa Wahabi? Sebagai kader NU, tentu saja secara zhahir mereka menolak bila dikatakan menggunakan fatwa Wahabi sebagai pedomannya. Namun, diakui atau tidak, realitasnya mereka mengimplementasikan fatwa Wahabi.

Fatwa Wahabi tentang perdamaian dengan Israel ditentang oleh kelompok Islam lainnya. Konteks ayat kitab suci dan perbuatan Rasul tempo dulu dipandang tidak komparatif dengan kondisi kekinian di Palestina. Israel sebagai sebuah negara selama puluhan tahun tidak peduli dengan resolusi PBB dan kecaman dunia internasional. Israel mengabaikan prinsip perdamaian dunia, kemerdekaan bangsa, dan hak asasi manusia. Jadi, hampir tidak ada faedahnya berdiplomasi dengan Israel.

Dalil yang tepat untuk menyikapi Israel adalah Alquran Surat Muhammad ayat 35: "Janganlah kamu lemah dan minta damai, padahal kamulah yang di atas dan Allah pun bersamamu..."

Kesimpulannya, pada situasi mutakhir ini, mencoba bernegosiasi dengan elite Israel adalah 'maut'. Semoga kita bisa belajar dari sejarah agar tak salah jalan secara keagamaan dan tak memalukan secara kenegaraan. (*)

Penulis adalah Presiden Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris (UINSI) Samarinda periode 2023-2024, Korwil BEM PTNU se-Kalimantan, anggota Historia Kaltim

Editor : Fel GM
Iklan Above-Footer

Dapatkan informasi dan insight pilihan redaksi kaltimkece.id

Gabung Channel WhatsApp
  • Alamat
    :
    Jalan KH Wahid Hasyim II Nomor 16, Kelurahan Sempaja Selatan, Samarinda Utara.
  • Email
    :
    [email protected]
  • Phone
    :
    08115550888

Warta

  • Ragam
  • Pendidikan
  • Lingkungan
  • Hukum
  • Ekonomi
  • Politik
  • Humaniora
  • Nusantara
  • Samarinda
  • Kutai Kartanegara
  • Balikpapan
  • Bontang
  • Paser
  • Penajam Paser Utara
  • Mahakam Ulu
  • Kutai Timur

Pariwara

  • Pariwara
  • Pariwara Pemkab Kukar
  • Pariwara Pemkot Bontang
  • Pariwara DPRD Bontang
  • Pariwara DPRD Kukar
  • Pariwara Kutai Timur
  • Pariwara Mahakam Ulu
  • Pariwara Pemkab Berau
  • Pariwara DPMD Kutai Kartanegara

Rupa

  • Gaya Hidup
  • Kesehatan
  • Musik
  • Risalah
  • Sosok

Historia

  • Peristiwa
  • Wawancara
  • Tokoh
  • Mereka

Informasi

  • Kontak
  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Hubungi Kami
© 2018 - 2025 Copyright by Kaltim Kece. All rights reserved.