kaltimkece.id Rica Rahim melangkah hati-hati kala meniti tangga setelah keluar dari lobi Balai Kota Samarinda. Dengan wajah penuh senyum, perempuan itu menyambut hangat reporter kaltimkece.id, pada Kamis, 9 Februari 2023. Perempuan 43 tahun itu merupakan penyandang disabilitas fisik dengan cacat kaki sejak lahir. Kekurangannya ternyata tak menjadi penghalang untuknya berkarier. Tugasnya cukup penting, sebagai notulis pimpinan Kota Tepian.
Rica Rahim kini jadi bagian staf Bagian Humas dan Protokol Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda dengan status Pegawai Tidak Tetap Bulanan (PTTB). Dalam tiap rapat resmi yang melibatkan Wali Kota, Wakil Wali Kota, atau Sekretaris Kota Samarinda, Rica Rahim selalu setia mencatat poin penting pada saat rapat.
Rica berdomisili di Jalan Karang Mulya 1, Perumahan Mulya Mansion, Nomor BO 30, RT 18, Kelurahan Lok Bahu, Kecamatan Sungai Kunjang, Samarinda. Perlu waktu tempuh 45 menit hingga 1 jam untuknya berkendara menuju Balai Kota. Dengan keterbatasannya, Rica pun mengendarai skutik roda tiga. Kendaraan itu membuatnya tidak memiliki ketergantungan dengan orang lain, saat akan menuju suatu tempat.
Sebelum berkarier di Pemkot Samarinda, Rica Rahim adalah pekerja serabutan. Menjadi tukang bersih-bersih, tukang cuci, tukang setrika, dan beragam pekerjaan lain, yang terkait urusan rumah tangga. Pekerjaan yang menguras tenaga itu dijalani dengan baik, demi membesarkan ketiga anaknya. Pasalnya, sejak 2010 lalu, Rica menjadi orang tua tunggal, setelah bercerai dengan suami pertamanya. Pendapatan dari kerja serabutan tersebut, separuhnya digunakan untuk kegiatan perkumpulan penyandang disabilitas di Samarinda.
Dalam perkumpulan itu, Rica tidak memiliki jabatan apapun. Kemampuan mengoperasikan komputer, ternyata sangat berguna di perkumpulan itu. Dengan sukarela, Rica membantu teman-teman sesama penyandang disabilitas. Misalnya, saat ada anggota perkumpulan yang bakal menerima bantuan, baik dari instansi pemerintah ataupun swasta, maka dirinya akan membantu dalam urusan administrasi. Semua persyaratan dilengkapi, hingga bantuan bisa diterima.
“Agar teman-teman yang tidak punya kaki, bisa dapat kaki. Yang tidak punya tangan, bisa dapat tangan,” ucap Rica mengilustrasikan kerelaannya membantu sesama penyandang disabilitas.
Aktivitas itu ternyata membawanya pada peruntungan baru. Suatu hari pada 2012, Wali Kota Samarinda kala itu, Syaharie Jaang, meninjau kegiatan perkumpulan penyandang disabilitas di Samarinda. Untuk pertama kalinya Rica berkomunikasi dengan orang nomor satu pada pemerintahan di Samarinda tersebut. Kepada Rica, Jaang bertanya, tentang kemampuan Rica mengoperasikan komputer. Dengan keahlian itu, Jaang memintanya membuat pengajuan untuk bekerja di Pemkot Samarinda. Beberapa bulan setelah surat permohonan diajukan, panggilan dari Pemkot Samarinda pun datang. Dengan kebijakan khusus, Jaang memberikan kesempatan pada Rica untuk bekerja di Pemerintahan Kota Samarinda.
Pada Agustus 2013, Rica ditempatkan di Kantor Kelurahan Air Putih, Jalan Pangeran Suryanata, Kecamatan Samarinda Ulu. Membawa Surat Keputusan (SK) PTTB dengan tugas sebagai petugas kebersihan. Satu tahun berjalan, tugas Rica di SK PTTB diubah menjadi pengadministrasian umum. Berdasar tupoksi SK tersebut, Rica menjadi staf pada Seksi Pembangunan di Kelurahan Air Putih. Membantu tugas Kepala Seksi untuk membuat kelengkapan izin usaha. Tugas itu dijalankan dengan baik selama dua tahun.
Pada 2015, Rica dipindah ke Puskemas Remaja, Jalan Mayjend Sutoyo, Kelurahan Sungai Pinang Dalam, Kecamatan Sungai Pinang. Di tempat yang baru itu, Rica ditugaskan sebagai staf Administrasi. Setelah dua tahun, kemudian diangkat menjadi Kepala Rekam Medis, dan tugas itu berjalan selama tiga tahun. Rica pun memiliki empat orang staf berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN), dan itu kebanggaan tersendiri bagi Rica yang berstatus honorer. Rica membuat inovasi sederhana yang dinamai Data Pasien. Menggunakan Microsoft Excel, untuk merangkum data pasien. Itu dilakukan dengan swadaya, mengingat saat itu tidak ada dana membuat aplikasi.
“Memudahkan melihat rekam medis, ketika ada pasien yang tertinggal kartu berobat,” tutur ibu tiga anak itu.
Inovasi yang dibuat Rica rupanya menjadi rujukan Puskesmas lain di Samarinda untuk belajar mengelola rangkuman data pasien. Selain itu, Rica membuat inovasi lain, namanya Cetar (Cepat Pintar). Inovasi itu difungsikan untuk memudahkan pelayanan yang diberikan Puskesmas melalui handphone.
Cara kerja sistem buatan Rica sangat sederhana. Saat ada pasien yang ingin berobat, sehari sebelumnya pada waktu sore hingga jam 12 malam bisa mendaftar melalui SMS atau Whatsapp. Dengan keterangan nama, usia, dan alamat. Langkah itu ternyata memudahkan pasien. Khususnya pasien lanjut usia, agar tidak perlu lama-lama mengantre. Sistem itu juga bisa difungsikan saat pasien akan mengambil rujukan. Melalui kaltimkece.id, Rica pun mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada Kepala Puskesmas Remaja, Helsis Simbolon yang memberinya kesempatan.
Dari pengalaman hidupnya, Rica ingin teman-teman sesama penyandang disabilitas tidak berpatokan pada kelemahan, keterbatasan, dan kekurangan yang dimiliki. Baginya, sudut padang setiap orang selalu berbeda.
Rica mengatakan, bagaimana cara mengubah sudut padang orang, tergantung bagaimana tiap individu bisa mengubah diri sendiri. Rica mengumpamakan, setiap individu punya kesempatan bisa berlari. Dan tiap individu punya cara masing-masing.
“Orang bisa berlari tapi dengan cara mereka. Intinya, kita bisa sampai ke garis akhir tapi dengan cara kita sendiri,” ungkapnya.
Ketekunannya ternyata berbuah manis. Bukan hanya sekadar lancar dalam urusan karier, Rica juga mendapat penghargaan yang cukup prestisius.
“Pada 2022 saya diberi penghargaan oleh bapak Wali Kota Samarinda, Andi Harun, sebagai tokoh disabilitas. Saya sangat bangga,” tuturnya sambil mengulas senyum.
Tentang Keluarga
Perjuangan berat memang sudah dijalani Rica sejak kecil. Rica lahir di Samarinda pada 6 September 1980 dari ayah bernama Muslimin, dan Ibu bernama Endang Sutiti Rahayu. Ia merupakan anak pertama dari tujuh bersaudara. Pada keluarga itu, hanya dirinya, anak yang mengalami cacat lahir.
Sebagai disabilitas, Rica menuntut ilmu di sekolah umum. Mulai menimba ilmu di TK Nuri Samarinda, SD 005 Samarinda Ulu, SMP 3 Marangkayu, hingga SMK 5 Samarinda. Kemauan keras untuk belajar juga belum surut. Saat ini Rica tercatat sebagai mahasiswi di Unit Program Belajar Jarak Jauh (UPBJJ) Universitas Terbuka Kaltim, Fakultas Hukum, Ilmu Sosial, dan Ilmu Politik (FHISIP), Program Studi Ilmu Administrasi Negara. Saat ini tengah menyusun skripsi. Untuk Pendidikan non formal, Rica pernah mengikuti pendidikan para legal untuk kekerasan perempuan.
Rica Rahim menikah pada 1998. Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai tiga anak. Anak pertama dan kedua berjenis kelamin laki-laki dan mengalami disabilitas fisik yakni cacat kaki sejak lahir. Anak pertama bernama Airlangga Rahimah Putra, usia 22 tahun dan saat ini berkuliah di Universitas Mulawarman, Fakultas Teknik, Program Studi Informatika. Airlangga merupakan asisten dosen dan saat ini tengah menyusun skripsi. Anak kedua adalah Arya Dwi Hari Rizki, usia 19 tahun, sekolah di SMK 15 Samarinda, jurusan Multimedia. Kegetiran sempat dialami kedua anak laki-lakinya, saat hendak masuk sekolah. Pasalnya, ada penolakan dari sekolah umum. Akibatnya, keduanya terlambat sekolah, meski sudah cukup umur.
Beruntung, anaknya yang ketiga, Yasmin Syahfa Aurelia, berjenis kelamin perempuan, terlahir normal. Saat ini sudah menginjak usia 16 tahun. Putri bungsunya saat ini bersekolah di SMK 15 Samarinda, jurusan Multimedia.
Sayangnya, mahligai rumah tangga Rica tidak berjalan dengan baik. Karena alasan tertentu, ia harus berpisah dengan suaminya. “Setelah 12 tahun menikah, saya bercerai pada 2010,” ucap Rica.
Rica mengakui, sangat tidak mudah menjadi seorang disabilitas. Pasalnya, tidak semua lingkungan dapat menerima keadaan penyandang disabilitas. Perlakuan tidak menyenangkan pun kerap diterima Rica. Meski demikian, Rica selalu berusaha agar dua anaknya yang merupakan disabilitas tidak merasakan kepahitan hidup seperti yang pernah dirasakannya.
Untuk memotivasi diri, Rica ternyata banyak mengambil pelajaran dari tokoh yang dikaguminya, Nick Vujicic. Pria bernama lengkap Nicholas James Vujicic itu terlahir dengan kondisi yang menurut Rica lebih kekurangan dari dirinya. Maklum, pria asal Australia itu tidak memiliki organ kaki dan tangan. Namun dengan kepercayaan diri, Nick Vujicic mampu banyak berbuat, khususnya dalam memotivasi disabilitas.
Kini, anak-anaknya menjadi motivasi bagi Rica untuk terus berjuang, hingga tak ada lagi orang lain yang memandang sebelah mata. Ia menanamkan kepada ketiga anaknya untuk tidak meminta belas kasihan orang lain. Ini adalah prinsip Rica. Pada 2015 Rica menikah untuk kedua kali. Seperti pada pernikahannya yang lalu, Rica tidak menikah dengan sesama disabilitas. Lelaki itu bernama Samuel Luy Lestari.
“Saya berusaha menjadi perempuan yang sukses dan mandiri. Cita-cita saya ingin menjadi motivator,” pungkasnya. (*)