kaltimkece.id Lelaki itu tiba di sebuah kedai kopi dengan penampilan nyentrik. Ia mengenakan t-shirt oversized dengan bawahan celana pendek. Rambutnya yang pirang bermodel cepak. Chris Lucker, demikian namanya. Ia adalah musisi hiphop asal Samarinda.
Hari itu, kaltimkece.id mewawancari Chris mengenai single terbarunya berjudul Loco. Lelaki kelahiran 1994 ini mengaku, single tersebut dibuat dengan menyerupai musik-musik luar negeri. Ia pun menyiapkannya sebaik mungkin, mulai musik, sinematografi, hingga distribusinya. Chris mengatakan, pengerjaan musik tersebut cukup mudah.
“Sound-nya Loco itu dikerjakan sekitar dua pekan. Enggak ada yang ribet,” katanya.
Video klip Loco dibuat di beberapa daerah di Thailand seperti Maya Bay, Ko Pileh Lagoon, dan Bangkok. Chris mengatakan, ide membuat klip video di Thailand datang tiba-tiba. Sebelumnya, ia hanya ingin liburan saja di negara itu.
“Awalnya, takut-takut juga mengambil gambar di sana. Tapi, saat minta izin, kami malah dikasih akses dan dipermudah buat ambil gambar sebagus mungkin,” bebernya. Pengelola tempat pembuatan klip video, sambung dia, hanya meminta nama tempatnya dicantumkan di video. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, Chris menyetujui permintaan tersebut.
Perilisan Loco adalah bagian dari kontrak kerja sama dengan Vibe Indonesia, sebuah merek minuman beralkohol asal Inggris. Chris merupakan ambasador Vibe Indonesia. Ia menyebutkan, total ada sepuluh lagu dalam kerja sama ini. Loco adalah rilisan yang kelima. Warna musiknya menyerupai karakter musik Brazil. Materi-materi musiknya pun berbeda dengan lagu-lagu sebelumnya. Meski demikian, Chris menyatakan, pembuatan rilisan sebelumnya bukan berarti tidak matang.
Menjalin kerja sama dengan Vibe bukan perkara yang sulit. Chris menjelaskan, mulanya ia mengajukan proposal kerja sama secara organik kepada perusahaan tersebut. Dari proposal ini, ia mendapatkan kerja sama membuat lagu berjudul With Me. Kerja sama kemudian berlanjut. Chris merilis lagi lagu Bestie, What U Want, Switch Lane, Don’t Look Back, dan Loco.
“Masih ada lagi lima rilisan lain yang mudah-mudahan bisa dirilis dua sampa tiga bulan ke depan,” ucapnya. Menyadari tidak semua orang tertarik musik hiphop, Chris melakukan kurasi ketat untuk pemanggungannya. Hal ini dilakukan agar musiknya selalu mendapat tempat di pasar.
“Mungkin, kalau bapak-bapak enggak cocok dengan laguku. Jadi, enggak mungkin aku main di acara pemerintahan,” tuturnya,
Chris Lucker saat membuat video klip. FOTO: ANDIKA PRATAMA
Perjalanan Karier Chris
Musik bukan satu-satunya pekerjaan Chris Lucker. Sebagai seorang musisi hiphop yang berkecimpung di industri hiburan, ia juga menyelami dunia modeling. Selain itu, ia juga kerap diminta mempromosikan barang atau endorsement. Chris mengaku, semua ini dilakukan agar perekonomiannya selalu stabil. Orangtuanya pun mendukung kegiatannya.
“Orangtua enggak ada masalah. Yang penting (kata orangtua) tetap ada penghasilan dan don’t do drugs,” tuturnya.
Bukan hal mudah bagi Chris menjadi musisi hiphop kenamaan di Samarinda. Ia sempat melewati masa-masa susah. Usahanya baru membuahkan hasil setelah ia merilis lagu Scared to Love pada penghujung 2019. Di jejaring internet, lagu tersebut banyak didengar orang. Buah manis ini didapatkan setelah ia bekerja keras mengenalkan karya tersebut kepada publik.
“Aku pernah datangin orang-orang asing di Big Mall untuk nunjukin video klip Scared to Love dan minta mereka subscribe,” kenangnya. Mencari partner pun tidak gampang. Chris bercerita, beberapa label musik pernah memintanya keluar dari dunia hiphop yang amat disukainya. “Pernah dulu disuruh nyanyi Melayu. Salah label ternyata,” ucapnya sambil terkekeh.
Chris mengaku tidak sering terlibat di komunitas-komunitas musik. Meski demikian, ia rutin berkomunikasi dengan para penggagas komunitas musik. Hal ini dilakukan sebagai bentuk dukungan Chris dalam membantu musisi-musisi yang hendak tumbuh di industri yang sama. Reyalent adalah salah seorang musisi yang pernah dibantu Chris. Bersama pemuda tersebut, Chris membuat lagu Love Me For The Fame. Lewat lagu itu, kini nama Reyalent mulai dikenal di Samarinda. (*)