Terkini

Duduk Perkara Perselisihan Nelayan Marangkayu dan Pertamina

person access_time 9 months ago
Duduk Perkara Perselisihan Nelayan Marangkayu dan Pertamina

Suasana Rapat Dengar Pendapat Komisi II DPRD Kaltim bersama nelayan dan PT Pertamina.

Nelayan membangun bagan di perairan yang terdapat pipa bawah laut. Pertamina meradang.

Ditulis Oleh: Hafidz Prasetiyo
Selasa, 06 September 2022

kaltimkece.id Sejumlah nelayan dari Kecamatan Marangkayu, Kutai Kartanegara, menyambangi kantor DPRD Kaltim, Samarinda, Senin siang, 5 September 2022. Kepada wakil rakyat, mereka meminta solusi atas perselisihan dengan PT Pertamina Hulu Kalimantan Timur atau PHKT. Perusahaan eksplorasi dan eksploitasi migas di lepas pantai tersebut menuding nelayan mengganggu wilayah kerjanya.

Dalam Rapat Dengar Pendapat itu, para nelayan membeberkan duduk perkara. Sebermula dari beberapa bagan yang dipasang di perairan yang terdapat pipa bawah laut milik Pertamina. Belakangan, Pertamina meradang melihat pembangunan alat tangkap ikan tersebut. Akan tetapi, Pertamina disebut tak menegur nelayan saat mendirikan bagan sehingga nelayan merasa tak ada masalah. Lagi pula, nelayan mengaku tidak tahu mengenai pola ruang di laut.

“Kami benar-benar tidak tahu jika itu adalah lokasi perusahaan,” aku Sudarman, salah seorang nelayan.

Teguran diberikan saat bagan selesai dibangun. Alhasil, nelayan merasa dirugikan, baik secara materiil maupun immateriil. Membangun bagan di tengah laut disebut memerlukan biaya yang lebih besar, termasuk waktu dan tenaga. “Jika larangan atau teguran diberikan sebelum (pembangunan) bagan selesai, mungkin, tidak sampai sejauh ini prosesnya,” imbuhnya.

Nelayan menuntut ganti rugi. Satu unit bagan dihargai Rp 40 juta. Harga ini bukan tanpa dasar mengingat alat tangkap tersebut belum beroperasi alias masih baru. PHKT disebut hanya mampu memberikan tali asih Rp 10 juta saja. Nelayan menolak. Sebelum ke legislatif, kasus ini sempat dibawa ke kantor kecamatan namun tak membuahkan hasil. “Kami berharap, di sini (DPRD Kaltim) mendapat penyelesaian terbaik,” ujar Sudarman.

RDP tersebut dipimpin Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Nidya Listiyono. Menurutnya, perselisihan ini berkaitan dengan kebijakan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Kaltim. Wakil rakyat meminta nelayan memahami aturan tersebut agar kasus ini menemui jalan keluar. “Pihak PHKT juga harus memaklumi nelayan,” serunya.

Politisi Golkar ini membeberkan, dalam rapat tersebut terungkap bahwa tuntutan nelayan hanya dilakukan secara lisan. Hal ini membuat Pertamina kesulitan mengabulkan tuntutan karena berdasakan prosedur perusahaan setiap tuntutan harus disuratkan. “Makanya di RDP ini, kami buatkan notulensi dan nelayan diminta melayangkan surat,” bebernya.

RDP ini menghasilkan sejumlah kesepakatan. Salah satunya nelayan diminta segera mengajukan tuntutan secara resmi. Sementara PHKT dituntut menindaklanjuti masalah ini secepat mungkin. Komisi II juga meminta Dinas Kelautan dan Perikanan Kaltim lebih gencar menyosialisasikan aturan pola ruang laut. Usaha yang maksimal diperlukan agar tak ada lagi perselisihan antara nelayan dan perusahaan mengenai zonasi laut.

“Dengan begitu, nelayan bisa mengenal daerah mana yang bisa mereka gunakan, termasuk perusahaan,” sambung Nidya.

Rapat tersebut dihadiri pelaksana tugas Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kaltim, Irhan Hukmaidy; dan petugas hubungan masyarakat PT PHKT, Tarmizi. Irhan mengaku, timnya sudah menjalankan sosialisasi tersebut, terutama di tujuh kabupaten/kota yang memiliki laut di Kaltim. Hanya saja, baru dua turunan peraturan daerah yang telah dituangkan ke peraturan gubernur. “Yaitu pengelolaan zonasi laut di Berau dan Bontang. Sisanya menyusul,” sebutnya.

Irhan menjelaskan, pergub tersebut lebih detail membahas wilayah per kabupaten/kota. Dengan begitu, pengaturan pola ruang semakin jelas, penerapannya pun diklaim bakal tertata rapi. Termasuk penempatan alat tangkap dan jenis yang diperbolehkan, juga disusun.

Infografik laporan harga bahan pokok setelah harga BBM naik.
DESAIN GRAFIS: MUHAMMAD IMTIAN NAUVAL-KALTIMKECE.ID
 
Sementara itu, Tarmizi menjelaskan alasan pihaknya meminta nelayan tidak beraktivitas di wilayah pipa bawah laut. Areal aktivitas migas masuk status objek vital nasional sehingga perlu dipastikan steril dari kegiatan lain. “Kami juga harus melakukan perawatan pipa. Maka, jalur pipa harus dipastikan tidak terganggu,” jelasnya.
 
Tanpa mengetahui berapa ukuran pipa, Tarmizi memastikan, pipa-pipa tersebut sudah ada sejak lama di perairan Marangkayu. Sebelum dipakai Pertamina, pipa-pipa tersebut dipakai perusahaan lain yang lebih dulu beroperasi. “Jadi, kami sudah lebih dulu di situ daripada nelayan,” ungkapnya.
 
PHKT juga memastikan mengakomodir tuntutan nelayan. Apalagi, dalam RDP ini, catatan sebagai bukti kepada manajemen pusat telah dibuat. Dalam penyelesaian kasus ini, kebijakan PHKT ada di tangan pimpinan tertinggi. “Kami akan sampaikan kepada pimpinan. Notulensi dan surat dari nelayan jadi dasarnya,” kunci Tarmizi. (*)
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait

Pariwara Pemkab Kukar

BBM Subsidi untuk Petani dan Nelayan di Kukar

access_time1 day ago

Pariwara Mahakam Ulu

Pejabat Melayani Rakyat dan Membina Staf

access_time3 weeks ago

Pariwara Mahakam Ulu

Taat dan Sistematis Kelola Aset Daerah

access_time4 weeks ago

Pariwara Mahakam Ulu

Pentingnya Pengelolaan Aset dan BMD

access_time4 weeks ago

Tinggalkan Komentar