kaltimkece.id Naruto tengah bercermin di kaca spion sepeda motornya. Bersolek sambil mengikat ikat kepala berlogo Desa Konohagakure, tokoh anime itu bersama-sama Hidan dari sekte teroris Akatsuki. Keduanya menyambangi kawasan “wisata banjir” Betapus. Permusuhan di manga pun ditinggalkan demi misi mereka hari itu; menebar senyuman bagi masyarakat sekitar.
Ahmad Sai, 34 tahun, dan Muhammad Andri, 27 tahun, adalah sosok di balik karakter tersebut. Mereka cosplayer dari Samarinda yang sudah enam kali datang ke Betapus. Hadir sebagai cosplayer dengan karakter favorit di keramaian, keduanya selalu menjadi objek foto pengunjung. Tak sedikit yang memberikan rupiah sebagai penghargaan.
"Rata-rata yang minta foto pasti orangtua. Nanti, anak-anaknya juga diajak," ucap Andri kepada kaltimkece.id di Betapus, Jalan Usaha Tani, Kelurahan Lempake, Kecamatan Samarinda Utara. Ahad sore, 21 Februari 2021, Andri dan Hidan kebagian rezeki di ke Betapus. Sejak lama ramai pengunjung, kawasan ini didatangi karena genangan air menyulapnya menjadi destinasi baru yang akrab disebut wisata banjir. Ada gula, ada semut. Betapus yang ramai pengunjung pelan-pelan menjadi magnet bagi pedagang.
Ahmad Fikrianto, 21 tahun, adalah pedagang yang membuka lapak di sana bersama empat penjual yang lain. Ia mengetahui "wisata banjir" ini setelah viral di grup Facebook Bubuhan Samarinda. Ramai dibicarakan di media sosial, Betapus semakin banyak dikunjungi pada Desember 2020. Keramaian masih tersisa hingga sekarang. Pada akhir pekan lalu, ratusan orang yang datang berwisata.
"Makin banjir, makin ramai. Sudah tidak terhitung lagi yang berjualan," lanjut Fikri, sapaan karibnya. Meskipun bukan tempat wisata tulen, Betapus dianggap Fikri menawarkan keuntungan menggiurkan. Fikri berjualan kopi. Ia bisa menjual 10 gelas sehari. Setiap akhir pekan, minimal 30 gelas yang laku.
Mahasiswa Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman, angkatan 2017, itu, memasang harga Rp 10 ribu per gelas. Dengan modal Rp 3 juta, ia mengantongi untung bersih Rp 5 juta sebulan yang dibagi dua dengan sahabat karibnya. Dari usaha itu, kebutuhan sehari-hari Fikri bisa dipenuhi sendiri. "Termasuk uang kuliah," ucapnya.
Fikri menyadari bahwa pendapatannya itu sangat ditentukan pemilihan lokasi. Betapus yang ramai menawarkan pemandangan menyejukkan mata. Hamparan sawah, apalagi beratap langit senja, membuatnya menjadi magnet yang banyak digemari warga.
Yang kecipratan bukan hanya pedagang. Betapus telah dikelola secara mandiri oleh Karang Taruna Belimau. Para petani yang sawahnya jadi objek memanjakan mata pun mendapat rupiah dari uang kebersihan Rp 2 ribu per hari dari penjual.
"Termasuk parkiran dan lain-lain, kami diminta memberitahu pembeli untuk memarkir kendaraan dengan rapi," terang Fikri. "Petani di sana sangat baik, saya bahkan diizinkan membangun gazebo itu diatas tanahnya," sambungnya.
Jalan Usaha Tani dulunya adalah jalan setapak yang hanya bisa dilewati dengan berjalan kaki. Semenjak 2016, proyek pembangunan dicanangkan. Sejumlah infrastruktur seperti jembatan dan jalan penghubung sekitar 1 kilometer dibangun. Akses antara Belimau-Betapus pun tersambung. Sebuah jalan cor beton sepanjang 500 meter rampung pada 2017. Jalan lurus itu membelah hamparan sawah. Betapus mulai ramai dikunjungi pada banjir besar di Samarinda, pertengahan 2018 . Di lokasi yang sering dipanggil Belimau itu, air menutupi seluruh ruas jalan dan menjadi tontonan warga. (*)
Editor: Bobby Lolowang