Terkini

Wajah Muram Kaltim setelah Perda Reklamasi Tambang Dicabut

person access_time 7 months ago
Wajah Muram Kaltim setelah Perda Reklamasi Tambang Dicabut

Suasana lokasi pertambangan batu bara di Kutai Kartanegara. FOTO: ARSIP KALTIMKECE.ID

Seluruh fraksi DPRD Kaltim sepakat dengan usulan pencabutan Perda 8/2013. UU Minerba dituding sebagai biang keroknya.

Ditulis Oleh: Hafidz Prasetiyo
Sabtu, 08 Oktober 2022

kaltimkece.id Hasanuddin Mas’ud berkali-kali menerima bundelan kertas dari perwakilan fraksi DPRD Kaltim. Isi kertas tersebut adalah pandangan umum tiap fraksi mengenai rencana pencabutan Peraturan Daerah Kaltim tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang. Hasan, demikian ketua DPRD Kaltim itu dipanggil, menerima dokumen tersebut saat memimpin rapat paripurna pada Selasa siang, 4 Oktober 2022.

Seluruh fraksi, sebagaimana yang tertera dalam dokumen yang diterima Hasan, menyatakan sepakat dengan usulan pencabutan perda bernomor 8/2013 itu. Alasannya, semua aturan yang ada di perda tersebut sudah diatur dalam Undang-Undang 3/2020 tentang Mineral dan Batu Bara. Lagi pula, kewenangan pengelolaan tambang, baik soal perizinan, pengawasan, maupun aturan reklamasi dan pascatambang, kini ditangani pemerintah pusat. Oleh sebab itu, perda tersebut dianggap sudah tidak relevan dan mesti dicabut.

Meski demikian, hampir semua fraksi meminta Pemprov Kaltim tidak lepas tangan. Untuk mengurangi dampak eksploitasi yang sulit diawasi setelah perda tersebut dicabut, pemprov diminta memperkuat koordinasi dengan pemerintah pusat.

Kepada kaltimkece.id seusai memimpin rapat paripurna, Hasan mengatakan, usulan pencabutan Perda 8/2013 masih dipertimbangkan. Legislatif mesti menemui eksekutif untuk meminta penjelasan mengenai urusan tambang. “Kami akan bertemu dengan gubernur membahas soal pencabutan perda dan menyiapkan aturan lainnya,” katanya.

Aturan lain yang dimaksud Hasan adalah izin galian C yang masih menjadi wewenang Pemprov Kaltim. Meski begitu, aturan tersebut belum mendapat payung hukum yang jelas. Hasan berharap, pemprov segera memperjelas kewenangan itu. “Jadi, belum tahu pasti, apa harus dibuat perda atau cukup dengan pergub saja,” ujarnya.

Oleh karena itu, selain membahas soal pencabutan Perda 8/2013, dalam pertemuan dengan eksekutif nanti, legislatif juga membawa misi memastikan perizinan galian C. Paling tidak mendapat penjelasan bagaimana teknis pengawasan di lapangan nantinya. “Kami perlu mengetahui agar bisa dibahas di komisi berwenang,” tuturnya.

Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kaltim, Munawwar, memberikan tanggapan soal usulan pencabutan Perda 8/2013. Menurutnya, semua ini adalah konsekuensi dari terbitnya UU 3/2020 sehingga urusan reklamasi pun berpindah ke pemerintah pusat. Tak hanya itu, kerja Dinas ESDM juga ikut berkurang.

“Kinerja ESDM sekarang seperti tidak ada. Ini adalah fakta yang harus diterima,” kata Munawwar.

Walau begitu, ia memastikan, instansinya tetap menerima aduan masyarakat jika merasa dirugikan dari kegiatan pertambangan. Akan tetapi, penanganannya tidak akan maksimal karena laporan bakal diteruskan ke pemerintah pusat. “Tetap kami fasilitasi. Hanya saja perlu waktu karena bidang pengawasan juga diambil alih,” bebernya.

Mengenai galian C, Munawwar mengatakan, kepastian siapa yang berwenang menerbitkan izin galian C masih ditunggu. Pemerintah pusat dikabarkan sedang mengatur hal apa saja yang bisa dijalankan pemerintah daerah. “Masih menunggu seperti apa teknis pelaksanaannya. Jika sudah ada, langsung kami tindaklanjuti,” ucapnya.

Infografik rencana mencabut Perda Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang.
DESAIN GRAFIS: MUHAMMAD IMTIAN NAUVAL-KALTIMKECE.ID

 

Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang Kaltim, Mareta Sari, punya pandangan sama seperti Munawwar bahwa UU Minerba menjadi penyebab munculnya usulan Perda 8/2013 dicabut. Ia mengatakan, ada sejumlah dampak negatif jika perda tersebut dicabut. Salah satunya menambah beban pemulihan lingkungan hidup pascatambang. Padahal, dilaporkan ada 1.735 lubang tambang di Kaltim yang tidak direklamasi. Bahkan, Eta, panggilan Mareta Sari, mengklaim, tidak ada perusahaan tambang yang sukses melakukan reklamasi.

“Perda ini berlaku saja, tidak ada contoh baik soal reklamasi. Apalagi dicabut, tentu tidak ada kesempatan untuk pemulihan lingkungan,” tuturnya.

Perda 8/2013 juga dinilai dapat mempersempit gerak tambang ilegal. Pasalnya, peraturan tersebut jadi pintu masuk pengawasan pertambangan melalui proses reklamasi. Jika tidak ada reklamasi, maka perizinan tambang yang bersangkutan akan dilacak. “Tapi sayang, semua itu dihapus dan ini jadi beban berat untuk Kaltim nantinya,” urai Eta.

Jatam pernah mengajukan judicial review UU Minerba ke Mahkamah Konstitusi namun ditolak. Hal inilah yang membuat Eta tidak heran soal pencabutan Perda 8/2013. “Ini harus dilakukan daerah karena ada aturan lebih tinggi,” kuncinya. (*)

shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait

Pariwara Pemkab Kukar

Kukar Jadi Tuan Rumah HKG PKK Kaltim

access_time1 week ago

Pariwara Pemkab Kukar

Evaluasi Kukar dari Hasil MTQ Provinsi Kaltim

access_time1 week ago

Tinggalkan Komentar