kaltimkece.id Wajah olahraga Kutai Kartanegara terangkat dengan berdirinya fasilitas olahraga megah nan mewah. Gelanggang Olahraga Aji Imbut dibangun seluas 98 hektare di Desa Perjiwa, Tenggarong Seberang. Menghabiskan Rp 899 miliar dari APBD Kukar 2006 hingga 2009.
Kompleks olahraga ini disertai fasilitas lengkap. Dari stadion sepak bola, gedung bela diri, arena equestrian, stadion panahan, arena sepeda BMX, hingga asrama atlet. Beragam fasilitas dilengkapi jaringan infrastruktur yang dipercantik penataan taman dan plasa.
GOR Aji Imbut semula bernama Stadion Madya Tenggarong atau Stadion Kudungga. Baru pada 28 Maret 2011, diresmikan dengan nama saat ini. Aji Imbut adalah gelar dari Sultan Muhammad Muslihuddin, sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura ke-16. Ia memerintah pada 1780 hingga 1816.
Pada masa awal, GOR Aji Imbut difungsikan sebagai venue PON XVII 2008. Kaltim bertindak sebagai tuan rumah. Arena representatif tersebut langsung mencuri perhatian. Stadionnya megah, lengkap dengan rumput berstandar FIFA bernilai Rp 2 miliar. PT Pembangunan Perumahan Tbk (persero) atau PT PP adalah kontraktor pekerja proyek stadion tersebut. Dokumentasi PT PP menyebutkan, proyek terbagi dalam dua tahap. Pertama, pada Oktober 2007, dengan nilai kontrak Rp 195,8 miliar. Proyek kedua dimulai 6 November 2006. Rampung 30 Mei 2009 dengan nilai Rp 209 miliar.
Jika PT PP bertindak sebagai kontraktor utama, kontraktor beton adalah PT Beton Konstruksi Wijaksana. Sementara kontraktor track lari atau atletik merupakan Datra Internusa Group. Total pembangunan GOR Aji Imbut mencapai Rp 899 miliar.
Stadion Aji Imbut dibangun dua tribune, timur dan barat --atau tanpa tribune belakang gawang. Tribune barat difungsikan sebagai kawasan VIP. Sisi tengah lantai dua berisikan ruang VVIP. Menghadap langsung ke tengah lapangan, titik ini memiliki view terbaik di Aji Imbut.
Pada 2011, stadion ini menjadi arena pembukaan Pekan Nasional (Penas) Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) XIII-2011. Dibuka Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono. Setahun sebelum didatangi SBY, Aji Imbut resmi menjadi markas Mitra Kukar, tim sepak bola profesional asal Kukar yang pada musim 2010/2011 naik kasta ke Indonesia Super League. Sebelumnya, klub berjuluk Naga Mekes tersebut bermarkas di Stadion Rondong Demang, Kelurahan Panji, Tenggarong. Aji Imbut menjadi identitas baru klub kebanggaan publik Kukar tersebut. Diharapkan menjadi magnet baru untuk para penonton mengingat kapasitas stadion mencapai 35 ribu.
Bermarkas di venue representatif mengangkat performa Mitra Kukar. Setelah finis tiga besar ISL pada 2012/2013, Naga Mekes mencapai puncaknya ketika menjuarai turnamen pramusim Piala Jenderal Sudirman pada 2016. Aji Imbut bahkan dipenuhi penonton saat Mitra Kukar berjuang di babak semifinal melawan Arema Cronus.
Sayangnya, memori indah itu malah menjadi momen terakhir Aji Imbut. Sejak saat itu, pertandingan Mitra Kukar paling banyak disaksikan ribuan pasang mata. Turunnya antusiasme pendukung klub seiring dengan kondisi Aji Imbut. Fasilitas stadion mulai terbengkalai. Makin hari, kondisinya memprihatinkan. Citra stadion megah yang didatangi SBY pada 2011, nyaris tak tersisa.
Kondisi demikian terekam kamera kaltimkece.id pada 17 Juli 2019. Dari luar, sejumlah akses masuk dipenuhi tumbuhan liar. Pagar-pagar pintu dalam keadaan terkunci. Rabu siang itu, stadion tengah difungsikan sekelompok tim marching band untuk berlatih persiapan lomba di Malaysia. Media bisa masuk dengan mudah via pintu utama di tribune barat. Di bangunan tiga lantai ini, tak ada pengamanan sedikit pun.
Di lantai satu tribune, yang biasanya menjadi area ofisial Mitra Kukar dan tim lawan, kedua kamar ganti tim dalam keadaan terkunci. Semakin ke ujung lorong, koridor tribune semakin gelap. Cahaya matahari tak lagi menjangkau. Aroma di lorong itu juga apek. Sementara di depan kamar ganti pemain, sampah berserakan. Lantai yang berwana biru gelap penuh noda. Padahal, di lantai yang sama inilah biasanya diadakan konferensi pers selepas pertandingan.
Dari koridor ini, akses ke lapangan berada di depan mata. Rumput stadion terlihat normal mengingat rutin dipakai bertanding. Namun, kondisi dan perawatannya sudah tak lagi sesuai standar FIFA. Eks pelatih PSM Makassar, Robert Rene Albert, pernah mengeluhkan rumput Aji Imbut saat menghadapi Mitra Kukar di Liga 1 2018. Demikian halnya lintasan atletik yang tak terurus. Tak lagi terlihat garis pembatas.
Ruang VVIP di lantai berikutnya juga tak berbeda jauh. Fasilitas lift sudah tak lagi berfungsi alias mati total. Sementara ketika menapaki anak tangga, beberapa terkelupas. Ada anak tangga yang renggang dari tiang penopang ketika kaki dipijakkan. Di lantai dua, koridor dalam dan luar ruang VVIP ditutup kaca tembus pandang. Ruangan itu nyaris kosong, hanya sejumlah kursi yang tampak renta. Beberapa meja tak beraturan. Hanya satu sofa berwarna krem yang kelihatan rapi, diletakkan menghadap ke lapangan.
Ruang VVIP ini sebenarnya bisa diakses dari koridor luar tribune. Namun, akses tersebut terkunci dari dalam. Dua bilah kayu diselipkan di antara sepasang gagang pintu sehingga tak bisa dibuka dari luar. Karpet merah yang menyelimuti seisi lantai ruangan, penuh debu dan berwarna cokelat gelap. Sarang laba-laba bertebaran di dinding
Menuju lantai paling atas, tersedia banyak ruangan serupa. Dari keterangan di sejumlah pintu, lantai tiga banyak diperuntukkan untuk perangkat pertandingan. Mulai petugas scoreboard hingga awak media. Beberapa dalam keadaan tak terkunci. Di beberapa ruangan yang tak terkunci, dilengkapi fasilitas toilet. Juga tersedia wastafel. Semuanya berdebu. Keran air tak berfungsi. Begitu toilet dibuka, bau air seni segera menyerang penciuman.
Diserahkan ke Dispora
Wajah Stadion Aji Imbut menggambarkan kondisi pemeliharaan fasilitas olahraga yang minim. Sekretaris Kabupaten Kukar, Sunggono, mengakui anggaran pemeliharaan selama ini mengemuka dengan angka di bawah kebutuhan. “Tapi kami komit mengupayakan supaya fasilitas olahraga ini bisa terpelihara,” sebutnya ketika ditemui kaltimkece.id di gedung bela diri GOR Aji Imbut Tenggarong Seberang.
Sunggono menambahkan, pengelolaan kompleks olahraga tersebut diserahkan sepenuhnya kepada organisasi perangkat daerah teknis, Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kukar. Pemkab mengamanatkan OPD untuk putar otak mengelola aset. Tujuannya adalah dapat dimanfaatkan untuk pemeliharaan.
Meski demikian, disadari bahwa biaya sewa fasilitas cenderung menurun. Dampaknya adalah ketersediaan anggaran pemeliharaan yang merosot. Pengelola didorong bersiasat. Terutama mendatangkan event yang tak melulu bersifat olahraga. “Pemkab tetap mendukung memberikan dana pemeliharaan. Tapi angka fluktuasi setiap tahun. Menyesuaikan kondisi keuangan daerah,” imbuhnya.
GOR Aji Imbut semula berada di kewenangan Pemkab Kukar melalui Badan Aset Daerah Kukar atau Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD). Dispora hanya bertindak dalam aktivitas olahraga di dalamnya. Namun, sejak 2016, aset tersebut sepenuhnya diserahkan ke Dispora. Celakanya, saat berpindah kewenangan ke Dispora inilah, kondisi keuangan sedang minim.
Jika kebutuhan pemeliharaan dan pengamanan sebelumnya terpenuhi, belakangan hanya keperluan listrik dan air. Dari dua komponen itu saja, anggaran yang disedot hampir Rp 4 miliar setahun. Alokasi dari APBD Kukar hanya sekitar Rp 5 miliar. Duit segitu, sudah termasuk pengelolaan Stadion Rondong Demang yang juga di bawah Dispora Kukar.
Menurut Sekretaris Dispora Kukar, Heru Prayetno, kucuran dana untuk Aji Imbut jauh dari angka ideal. Mau tak mau, banyak kebutuhan yang dipangkas. Semula, kebutuhan pemeliharaan diserahkan kepada pihak ketiga. Kini, dikerjakan langsung personel dari Dispora. Total 20 orang dipekerjakan. Terdiri dari enam cleaning service dan 14 petugas lapangan.
Menyerahkan beban kepada 20 pekerja, diakui jauh dari ideal. Berkaca pengelolaan GOR Segiri di Samarinda yang tak sebesar Aji Imbut, hampir 200 pegawai dipekerjakan. Tapi, Dispora Kukar tak punya pilihan. Hanya Rp 350 juta dana tersedia untuk komponen ini. Sedangkan untuk membayar 200 tenaga diperlukan Rp 2 miliar.
“Saat berkunjung ke Stadion Pakansari Bogor, saya mendapati anggaran pemeliharaan di sana di atas Rp 50 miliar. Sedangkan anggaran untuk OPD Rp 100 miliar,” ungkap Heru. Stadion Pakansari yang dimaksud adalah venue multifungsi di Cibinong, Bogor. Arena ini dipakai pada Asian Games 2018 dan Kejuaraan Piala Asia U-19 pada tahun yang sama. Dibandingkan Aji Imbut, stadion ini memiliki kapasitas penonton lebih sedikit, 30 ribu orang.
Meski demikian, kelebihan itu tak membuat Aji Imbut mengungguli stadion tersebut. Realitanya, kondisi rumput stadion di Tenggarong Seberang itu semakin tertinggal. Jalan kompleksnya bahkan diperuntukan jalan sehari-hari warga. Tak ada pagar di gerbang masuk. Pengamanan sebatas tenaga wakar yang bertugas setiap malam.
Mengatasi persoalan dana, pengelola memulai wacana dengan rencana penyesuaian tarif sewa. Permasalahan saat ini adalah sejumlah fasilitas yang belum ditetapkan nilainya. Termasuk asrama atlet dan sejumlah gedung. Terutama kawasan parkir yang kerap menjadi lapak jual-beli pedagang saat ada event. “Di satu sisi, kami mau memungut tapi malah jadi pungli. Sedangkan kalau tak dipungut, ketika kotor setelah acara yang menanggung Dispora dan menimbulkan biaya baru,” sebutnya.
Penyesuaian tarif sewa menjadi langkah maju untuk Dispora. Mengandalkan sewa dari Stadion Aji Imbut yang rutin digunakan Mitra Kukar, tak akan bisa banyak menutupi. Terlebih nilai sewa yang tergolong murah. Dibandingkan Stadion Segiri, Rp25-30 juta per pertandingan, Aji Imbut hanya Rp 19 juta. (*)
Editor: Fel GM