kaltimkece.id Pelecehan seksual yang diduga dialami Anggun, bukan nama sebenarnya, telah berdampak kepada mental. Sudah beberapa hari belakangan, dara 14 tahun itu hanya bermuram durja di dalam kamarnya di Penajam Paser Utara. Anggun tak menemui siapapun. Pendidikannya di bangku SMP pun terbengkalai.
“Dia menangis terus di kamar. Makan saja jarang. Dia juga ketakutan saat bertemu orang lain,” demikian paman Anggun, panggil saja Toni, 45 tahun, menjelaskan kondisi terkini kemenakannya kepada kaltimkece.id di Balikpapan, Senin, 13 September 2021. Lelaki yang disangka mencabuli Anggun adalah A, seorang dosen di sebuah universitas di Balikpapan. Perbuatan itu disebut terjadi di sebuah hotel bintang empat di Balikpapan Kota pada Selasa, 7 September 2021.
Toni juga menuding bahwa A pernah menawarkan uang damai Rp 25 juta kepada keluarga Anggun. Sebagai timbal balik, A meminta kasus ini tidak dibawa ke ranah hukum. Keluarga Anggun menolak mentah-mentah tawaran tersebut.
“Dia harus dihukum berat. Dia sudah merusak masa depan keponakan saya,” tegas Toni.
Dikonfirmasi hal tersebut, Agus Wijayanto selaku kuasa hukum tersangka membantah tudingan itu. Agus Wijayanto memastikan, tak pernah ada tawaran apapun agar kasus ini dihentikan. “Saya enggak ada menawarkan itu ke keluarganya,” jelasnya kepada kaltimkece.id, Selasa, 14 September 2021.
Ia juga tak menjawab tuduhan bahwa A mencabuli Anggun yang masih di bawah umur. Agus hanya mengklarifikasi tudingan bahwa A menculik Anggun dari keluarganya. Menurutnya, A hanya ingin menolong Anggun yang sedang dirundung masalah keluarga. Untuk mengatasi masalah tersebut, A disebut hendak membawa Anggun ke Unit Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PTP2A) Balikpapan.
“Menurut A, motifnya adalah menolong korban. Selama ini, A juga sering mendampingi anak-anak yang mengalami kekerasan atau kabur dari rumah,” tutur Agus.
Penyidikan kepolisian menunjukkan sebaliknya. Dari pemeriksaan visum et repertum, terang Kepala Satuan Reskrim, Polres PPU, Inspektur Polisi Satu Dian Kusnawan, ditemukan bekas kekerasan seksual di alat vital Anggun. “Kasus kami naikkan ke penyidikan. Terduga kami jadikan tersangka pada 9 September 2021,” terang Iptu Dian Kusnawan. A kini mendekam di sel tahanan Markas Polres PPU. Ia ditangkap di Balikpapan, sehari sebelum dijadikan tersangka.
Wali Kota Minta Dihukum Kebiri
Perundungan A terhadap Anggun dikecam banyak kalangan. Wali Kota Balikpapan, Rahmad Masud, bahkan mendesak penegak hukum menjerat A dengan pasal yang berat. Menurutnya, A yang selama ini aktif mengkritisi kebijakan pemerintah mengenai kekerasan seksual, telah mencoreng nama baik Balikpapan.
“Kalau ada aturannya, bagus juga dikebiri saja. Balikpapan sebagai kota layak anak, jelas ini sudah merusak anak,” tutur Rahmad ketika diwawancarai kaltimkece.id di kantornya, Selasa, 14 September 2021.
Nama A sebenarnya cukup dikenal. Ia sempat ingin berpartisipasi dalam Pilkada Balikpapan 2020 lewat jalur perseorangan. A gagal ditetapkan sebagai calon wali kota lantaran syarat dukungan minimal 39.450 orang tak terpenuhi. Sebagai akademikus, A pernah mengkritik sejumlah kebijakan pemerintah.
Pada September 2016, A menulis opini berisi kekerasan dan kejahatan seksual terhadap anak (KKSA) di media daring lokal. A mendaku sebagai pegiat antikorupsi dan kebijakan publik di Balikpapan. Dalam tulisannya, A menilai peran pemkot dan DPRD belum maksimal dalam menangani KKSA. Ia meminta, pelaku penyimpangan seksual dihukum pasal berat dan diberi sanksi sosial.
Kecaman atas perbuatan yang diduga dilakukan A juga datang dari Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi. Pria yang akrab dipanggil Kak Seto itu mendesak, Pemkot Balikpapan membentuk satuan tugas atau seksi khusus perlindungan anak di tingkat RT. Dengan begitu, pencegahan dan penindakan kekerasan terhadap anak bisa cepat tertangani.
“Di Indonesia, sudah ada empat daerah yang melakukan hal tersebut. Hasilnya, angka kekerasan anak menurun drastis,” kata pencipta karakter Si Komo yang terkenal pada era 80-an itu kepada kaltimkece.id melalui panggilan telepon.
Di tempat berbeda, pengamat hukum dari Lembaga Bantuan Hukum Samarinda, Fathul Huda Wiyashadi, menjelaskan, hukuman kebiri memang bisa diterapkan. Aturannya adalah Peraturan Pemerintah 70/2020. Dalam beleid tersebut, kebiri diterapkan dengan memberikan zat kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, dilanjutkan rehabilitasi dan pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
“Tapi, perlu diingat, hukuman ini masih kontroversi karena ada unsur pelanggaran hak asasi manusia,” kata Fathul.
Terancam Kehilangan Masa Depan
Mendengar kondisi Anggun yang kerap menyendiri di kamar, hilang nafsu makan, hingga tak mau bertemu orang lain, psikolog dari Balikpapan, Patria Rahmawaty, memberi saran. Keluarga sebaiknya segera membawa Anggun ke psikiater. Jika tidak, Patria khawatir, kondisi kejiwaan Anggun makin parah.
“Ini harus diatasi dengan segera karena dampak trauma psikologisnya tidak main-main, bisa sepanjang hidup,” seru perempuan berkaca mata itu. Salah satu dampak psikologis, sebut dia, adalah hilangnya motivasi belajar karena korban merasa masa depannya sudah hancur. “Dampak terparahnya, korban akan mengubah konsep tentang relasi lawan jenis bahkan tentang pernikahan,” imbuhnya.
Dosen psikologi di Politeknik Negeri Balikpapan tersebut juga meminta, semua pihak terlibat dalam upaya penyembuhan psikologis Anggun. Upaya sederhana adalah tidak mengungkit-ungkit pelecehan yang dialami Anggun. Hal tersebut diyakini hanya akan memperparah kondisi Anggun. “Ayo, kita bantu korban untuk meningkatkan kepercayaan dirinya,” kunci Patria. (*)
Editor: Fel GM
Catatan redaksi: Berita ini mengikuti Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA) sebagaimana diatur Dewan Pers, sesuai Undang-Undang 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.