kaltimkece.id Panas terik seolah tak dirasa Murdyanto untuk terus mengayunkan cangkulnya. Pada pertengahan 2014 lalu, pria paruh baya itu terus tekun merawat areal seluas 6 hektare di kawasan di Jalan Giri, Kelurahan Karang Joang, Balikpapan Utara. Bibit-bibit bambu dengan tekun ditancapkan ke tanah. Kini, kawasan itu sudah rimbun. Hutan bambu tak hanya membuat rindang, tapi juga membuat Kampung Pati, menjadi kondang.
Murdyanto menanam bibit bambu, hasil bantuan dari program Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E). Tak kurang 3.600 bibit bambu telah ditanam pada lokasi yang masuk Hutan Lindung Daerah Aliran Sungai Manggar. “Program ini dimaksudkan untuk mendapatkan nilai ekonomi, lingkungan dan oksigen,” terang Murdyanto.
Perawatan dan penantian hingga bambu-bambu yang ditanam tumbuh subur pun tak sia-sia. Enam tahun setelah ditanam, pada 2020, kawasan itu dibuka sebagai destinasi wisata. Diberi nama Ekowisata Bamboe Wanadesa.
Inspirasi untuk membuat Ekowisata tersebut di mulai dari pembentukan tim Solidaritas Warga Kampung Pati, Kelurahan Karang Joang. Menurut Murdyanto, tim ini sebagai garda terdepan untuk menjaga lingkungan. Khususnya di Kampung Pati. Di antaranya adalah menjaga ekosistem air Waduk Manggar agar tidak tercemar. Sebelumnya, banyak ditemukan bahan kimia pada umpan yang dipakai oleh para pemancing. Waduk Manggar sendiri sampai saat ini jadi sumber air bersih warga Balikpapan.
“Dulunya ramai yang datang ke sini untuk memancing, ada pemancing yang menggunakan umpan dari bahan-bahan beracun,” ucap pria berusia 57 tahun itu.
Melihat adanya para pemancing yang menggunakan umpan beracun, warga pun tak tinggal diam. Tim Solidaritas Warga Kampung Pati bekerja sama dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Balikpapan melakukan sosialisasi kepada setiap para pemancing.
“Kami sweeping ke lokasi pemancingan, agar jangan ada pemakaian umpan berbahaya,” terangnya.
Kampung Pati berbatasan langsung dengan Waduk Manggar. FOTO: SEPTIANUS HENDRA-KALTIMKECE.ID
Aktivitas memancing sebenarnya memberikan peluang bagi Kampung Pati. Warga membuat portal, dan membuka donasi secara sukarela. Besarannya tidak ditetapkan. Uang yang terkumpul itu digunakan untuk pembuatan akses jalan menuju Ekowisata Wanadesa.
“Kami membuat jalan, dari hasil iuran para pemancing yang masuk dan membayar uang sukarela,” ucap Murdyanto.
Keseriusan warga Kampung Pati mengelola hutan bambu pun diwujudkan dengan membuat kelompok. Pada Oktober 2020, dibentuk Kelompok Tani Hutan (KTH) Mitra Bersama. Organisasi ini pula yang bergotong royong membangun jalan sepanjang 350 meter.
“Uang sukarela dari pemancing terkumpul sebanyak 20 juta rupiah yang kami jadikan saldo awal pembangunan jalan, dibantu dengan warga yang menyumbangkan semen dan batu kerikil,” jelas Murdyanto yang juga Ketua KTH Mitra Bersama itu.
Aktivitas itu ternyata mengundang warga lain terlibat. Setelah pengecoran jalan selama kurang lebih 3 bulan, kelompok itu mendapat simpati masyarakat. Saat melakukan pembersihan bendungan, warga juga dengan sukarela membantu.
“Sampah-sampah kami angkat dan buang keluar sembari menata jalan,” ucap bapak 3 anak itu.
Ekowisata Wanadesa kini pun layak jadi pilihan destinasi wisata di kawasan Balikpapan Utara. Pengunjung pun tak perlu merogoh kocek dalam-dalam. Pasalnya pengelola tidak mematok tarif. Pengunjung hanya diminta mengisi kotak sumbangan, dan dengan nominal sukarela. Hasil sumbangan itulah yang jadi modal membangun fasilitas penunjang.
“Uangnya ini kita gunakan untuk membangun fasilitas berupa gazebo dan toilet,” Jelas Murdyanto.
Pintu masuk areal hutan bambu kini sudah tertata dengan baik. FOTO: SEPTIANUS HENDRA-KALTIMKECE.ID
Uang hasil sumbangan sukarela itu juga diberikan kepada para pekerja yang berjaga. Tiap Sabtu, ada 5 orang penjaga. Sementara Minggu, ada 7 penjaga. Mereka masing-masing mendapat bayaran Rp 100 ribu. Pada hari biasa, di luar hari libur, hanya ada seorang penjaga yang mendapat bayaran Rp 75 ribu.
Pendapatan juga tak hanya untuk keperluan gaji. Dana dari pengunjung juga sebagian dibagi untuk kegiatan sosial. Seperti untuk pengajian, perayaan tujuh belasan, hingga insentif bagi warga terkena musibah.
“Ada juga dana sosial dan dana untuk kampung sejumlah 1 juta rupiah per tiga bulan,” tambahnya.
Kini, Ekowisata Bamboe Wanadesa juga telah menyajikan berbagai fasilitas hiburan. Terdapat sampan untuk para pengunjung yang ingin berwisata air. Perahu yang disediakan merupakan bantuan CSR dari Bank Indonesia. Tarif yang dikenakan bagi para pengunjung sebesar Rp 30 ribu, untuk durasi sewa selama 20 menit.
“Kami sudah sediakan gazebo-gazebo, spot-spot foto hingga wisata air jika pengunjung jenuh di darat,” jelas Murdyanto.
Diakui Murdyanto, pengunjung datang dari berbagai kalangan. Baik anak-anak, remaja, ataupun dewasa. Salah seorang pengunjung kepada kaltimkece.id mengaku senang berwisata di lokasi itu. Akil, yang ditemui pada Senin, 6 Februari 2023, menyebut kesejukan lokasi membuatnya betah. “Pemandangannya yang bagus juga teduh, sejuk lah intinya,” ucap Akil.
Ekowisata Bamboe Wanadesa juga membuat warga Kampung Pati bangga. Kini, warga dari berbagai daerah tertarik berkunjung ke kampung mereka. Tubari, salah seorang warga Kampung Pati mengaku ikut senang merasakan dampak adanya wisata yang ada di kampungnya
“Alhamdulillah kampung saya jadi ramai, warga juga disini pada senang semua,” ucap Tubari. (*)