kaltimkece.id Ribuan kotak rokok dan botol minuman keras tanpa pita cukai terhampar di halaman Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kalimantan Bagian Timur, Balikpapan. Sebagian rokok berbagai jenama itu dimasukkan ke tiga kaleng besar. Pemusnahan barang-barang ilegal segera dimulai.
Rabu pagi, 31 Januari 2024, Kepala Kantor Wilayah Dirjen Bea dan Cukai Kalbagtim, Kusuma Santi Wahyuningsih, dan sejumlah kolega menuangkan miras kaleng-kaleng tadi. Mereka kemudian membakar produk-produk tersebut tanpa tersisa.
Kepada kaltimkece.id, Kusuma menyebut, semua rokok tanpa pita cukai itu berjumlah 1.028.104 batang. Sementara itu, minuman mengandung etil alkohol sebanyak 651 liter. Semua barang kena cukai ilegal ini diestimasikan bernilai Rp 1,2 miliar. Apabila barang-barang tersebut beredar, negara menderita kerugian sekitar Rp 756 juta.
Semua barang tersebut diperoleh tim Dirjen Bea dan Cukai dalam kurun 20 bulan dari April 2022 sampai Desember 2023, di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Paling banyak di Balikpapan, Samarinda, Sangatta, Bontang, Tarakan, dan Nunukan. Pelabuhan Semayang di Kota Minyak disebut menjadi gerbang utama penyebaran barang-barang ini.
"Dari hasil pemeriksaan kami, rokok dan minuman beralkohol ilegal kebanyakan dari Pulau Jawa," sebut Kusuma.
Lebih jauh, ia mengakui kesulitan menghentikan peredaran rokok dan miras ilegal. Walau sudah ditindak berkali-kali, barang-barang tersebut masih kerap beredar di tengah masyarakat. Masalah utamanya adalah harga dan kebutuhan. Barang-barang ilegal, kata Kusuma, menawarkan harga yang murah sehingga banyak peminatnya.
"Selama masih ada yang mencari barang ilegal, selama itu pula barang-barang ilegal terus diproduksi," katanya. "Tapi kami tak akan berhenti menindaknya."
Pemusnahan pada hari ini, sambungnya, sebagai upaya Dirjen Bea dan Cukai menyelamatkan masyarakat. Rokok dan miras ilegal dinilai rawan merusak kesehatan pengonsumsinya. Barang-barang tersebut tak melewati uji kelayakan konsumsi.
Oleh sebab itu, Kusuma mengimbau masyarakat berhenti mengonsumsi produk-produk ilegal. Langkah ini juga bertujuan menyetop pemroduksian barang-barang tersebut. Para pelaku usaha juga diminta menaati peraturan dalam membuat produknya. Ketentuan ini juga berlaku untuk rokok tembakau maupun rokok elektrik.
"Dengan mengikuti peraturan perundang-undangan, maka, iklim usaha yang kondusif dan berkeadilan serta penerimaan negara dari sektor cukai yang optimal akan tercipta," ujarnya.
Kepala Bidang Penindakan dan Penyidikan, Dirjen Bea dan Cukai Kalbagtim, Junanto, melengkapi penjelasan atasannya. Ia menyebut, dari penindakan selama 20 bulan itu, 50 orang diamankan. Sebagian pelaku diproses pidana. Sementara itu, sebanyak 19 pelaku diadili melalui ultimum remedium.
Untuk diketahui, ultimum remedium adalah penggunaan hukum pidana Indonesia sebagai sebuah jalan akhir penegakan hukum. Dalam proses ini, pelanggar akan dikenakan denda sebesar tiga kali lipat dari nilai cukai yang seharusnya dibayar. Barang yang dituding melanggar juga akan disita oleh negara.
"Dalam proses pengungkapan ini, tidak semua pemilik barang kami amankan. Sebab, rata-rata barangnya dikirim melalui layanan ekspedisi," kata Junanto. (*)