kaltimkece.id Balikpapan mengalami krisis pom bensin. Sebanyak 14 stasiun pengisian stasiun pengisian bahan bakar umum alias SPBU di kota ini disebut sudah tak mampu menampung semua pengonsumsi bensin. Mengatasi masalah ini, Pertamina mengajak warga membuka SPBU atau pertashop di Balikpapan.
Dalam siaran pers yang diterima kaltimkece.id, Kamis, 18 Juli 2024, Area Manager Communication, Relations, dan CSR, PT Pertamina Patra Niaga, Arya Yusa Dwicandra, menanggapi ihwal Kota Minyak kerap disebut sulit bahan bakar kendaraan. Ia memastikan, informasi tersebut tidak benar. Balikpapan, kata dia, tidak sedang mengalami krisis BBM.
"Salah satu penyebab antrean di SPBU adalah keterbatasan jumlah penyalur BBM, bukan kekurangan stoknya," kata Arya.
Per hari ini, sambungnya, stok BBM cukup untuk memenuhi kebutuhan Balikpapan selama 15-20 hari ke depan. Yang jadi masalah adalah, kota ini hanya memiliki 14 SPBU aktif. Jumlah ini dinilai sudah tidak relevan dengan kondisi Balikpapan saat ini. Seiring pertumbuhan penduduk dan kehadiran Ibu Kota Nusantara di Kaltim, jumlah kendaraan aktif di Kota Minyak dilaporkan ikut meningkat.
Oleh sebab itu, kata Arya, penambahan lembaga penyalur BBM yang resmi sudah sangat mendesak. Ia pun mengajak masyarakat membuka SPBU atau pertashop di Balikpapan. Caranya cukup mudah. Peminta cukup mendaftar via daring di kemitraan.patraniaga.com.
Dalam situs tersebut, tersedia empat pilihan menjadi lembaga penyalur BBM yakni SPBU, pertashop platinum, pertashop gold, dan BBM satu harga. SPBU adalah penyalur BBM skala besar sedangkan pertashop platinum dan pertashop gold merupakan usaha retail BBM nonsubsidi skala kecil. Adapun BBM satu harga yakni lembaga penyalur BBM yang lokasinya ditentukan pemerintah.
Dari keempat lembaga penyalur tersebut, hanya SPBU yang dapat dilihat persyaratannya. Selebihnya tak dapat dibuka dengan keterangan sedang perbaikan. Salah satu syarat membuka SPBU adalah peminat harus memiliki lahan. Luas lahan ditentukan dari tipe SPBU yang dipilih. Tersedia tiga tipe SPBU yakni reguler, mini, dan kompak.
Dalam membangun SPBU reguler, peminat diharuskan menyediakan lahan minimal 1.000 meter persegi, dua pulau pompa, menyediakan PLTS atap, dan menyediakan investasi sekitar Rp6 miliar (di luar tanah). Sedangkan SPBU mini, luas lahannya minimal 600 meter persegi, satu pulau pompa, dan investasi sekitar Rp2,5 miliar. Adapun SPBU kompak, luas lahannya minimal 200 meter persegi, memiliki bangunan permanen atau modular dengan sarfas tangki, drum, atau IBC tank, memiliki sarana penyimpanan minyak minimal 1 kiloliter, dan investasi sekitar Rp1 miliar.
Semua pendaftaran menjadi lembaga penyalur tersebut tidak dipungut biaya alias gratis. "Kami berharap dukungan seluruh stakeholder di Balikpapan maka penyaluran energi dapat optimal dan terpenuhi," ujar Arya.
Ekonom Purwadi Purwoharjo memberikan tanggapan. Akademikus Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Mulawarman, Samarinda, itu meminta Pertamina tak sekedar mengajak namun juga memfasilitasi warga yang ingin menjadi lembaga penyalur.
Sebetulnya, kata Purwadi, ada cara yang lebih mudah dan bijak mengatasi krisis pom bensin yakni merangkul para pemilik pom mini. Pertamina disebut tinggal mempermudah jalan pemilik pom mini membuka usaha BBM yang legal.
"Dengan begitu, masalah antrean di SPBU dapat terurai dan ekonomi masyarakat ikut meningkat," ujarnya.
Sinergisitas antara Pertamina dan pemkot, tambah Purwadi, juga harus diperkuat. Bagaimanapun, kedua instansi tersebut disadari lebih bisa memenuhi segala persyaratan mendirikan pom bensin yang legal.
"Selain mendapat profit, tujuannya, kan, juga untuk mencegah bahaya yang ditimbulkan pom bensin," katanya.
Sebelumnya, Wali Kota Balikpapan, Rahmad Masud, mengatakan, minimnya SPBU di kota ini karena pengusaha kurang berminat berinvestasi SPBU. Penyebabnya, keuntungan dari bisnis ini disebut kecil padahal memerlukan modal besar. Salah satu penyebab modalnya membengkak karena harga lahan di Balikpapan terbilang mahal. (*)