kaltimkece.id Lima orang pria dengan tangan saling terborgol dituntun menuju ruang konferensi pers di Kantor Kepolisian Resor Balikpapan. Lima pria itu merupakan pelaku kasus pencabulan. Empat di antaranya adalah kasus pencabulan anak dibawah umur.
Selasa, 23 Januari 2024, Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Balikpapan, Ipda Iskandar Ilham mengungkapkan terjadi lima kasus pencabulan dalam dua bulan terakhir. Pelaku masing-masing berinisial AZ (56) tahun, S (66) tahun, MS (42) tahun, R (21) tahun dan MH (60) tahun.
Dengan gamblang, Ilham membeberkan lima kasus pencabulan itu. Pertama kasus pencabulan yang dilakukan oleh tersangka AZ (56) tahun. Korbannya berusia 21 tahun, dibujuk untuk melakukan persetubuhan. Dari bujukan itu, tersangka melakukan persetubuhan sebanyak dua kali.
"Saat itu korban dititipkan oleh orang tuanya karena bekerja, korban dititipkan ke rumah tersangka," ujarnya.
Kasus pencabulan kedua oleh tersangka S (66) tahun. Korbannya berusia 12 tahun. Kejadian itu terjadi pada Selasa, 8 Januari 2024, sekira pukul lima sore. Saat itu korban bersama adiknya dibujuk bermain dan bernyanyi di rumah kontrakan milik tersangka S, yang juga tinggal bertetangga dengan korban.
"Saat itulah tersangka melakukan pencabulan. Waktu itu adiknya sempat merekam aksi yang dilakukan tersangka S. Rekaman itulah yang kita jadikan sebagai salah satu barang bukti," tambahnya.
Selanjutnya, pada kasus yang ketiga, pelakunya berinisial MS (42) tahun, dengan korban yang berusia 11 tahun. Pencabulan terjadi sebanyak dua kali, yakni pada 19 November 2023, dan 10 Januari 2024. Aksi pertama dilakukan saat korban sedang bermain-main di rumah, lalu dirayu dan dibawa ke kamar mandi. Aksi kedua saat korban sedang bersekolah lalu dipanggil oleh tersangka MS, yang kemudian melakukan pencabulan.
Kasus keempat dilakukan oleh tersangka R (21) tahun, dengan korban yang masih berusia 16 tahun. Tindakan asusila terjadi sebanyak dua kali di kamar kos korban. Diketahui antara tersangka dan korban memilliki hubungan spesial, yakni berpacaran. Berbulan-bulan setelah berhubungan badan, korban hamil dan kini telah melahirkan seorang anak.
Terakhir kasus pencabulan yang dilakukan oleh tersangka MH (60) tahun. Korbannya berinisial NI, yang baru berusia enam tahun. Pencabulan dilakukan pada Sabtu, 30 Desember 2023. Saat itu kakak korban menyuruh NI belanja di sebuah warung dekat rumahnya. "Korban lalu dipanggil tersangka MH dari atas rumah pelaku," ujar Ipda Iskandar Ilham.
Setelah itu tersangka menawarkan sejumlah uang kepada korban dan diajak masuk ke dalam rumah. Di dalam rumah itulah pelaku melakukan aksi bejatnya. Setelah melakukan aksinya, korban disuruh pulang oleh tersangka MH. Saat di rumah, NI kemudian menceritakan kejadian yang dialaminya kepada ibunya.
Sementara itu, saat tersangka MH ditanyai alasan melakukan pencabulan terhadap NI, mengaku tidak sanggup menahan nafsu dikarenakan sudah lama tidak melakukan hubungan suami istri. Diketahui MH telah berpisah dengan istrinya sejak 2020 lalu.
"Sudah lama tidak berhubungan suami istri, jadi cuman kepengen aja," ungkap pria tua itu.
Masing-masing tersangka AZ (56) tahun, S (66) tahun , MS (42) tahun, R (21) tahun dan MH (60) tahun terancam mendekam di penjara selama 15 tahun.
Korban Pencabulan Didominasi Anak di Bawah Umur
Ayunda Ramadhani, Psikolog Klinis menjelaskan secara psikologis alasan seringnya anak-anak di bawah umur menjadi korban pelecehan seksual. Menurutnya, proses berpikir anak-anak masih sangat sederhana, sehingga mudah untuk dibujuk dan diiming-imingi. Ditambah kurangnya edukasi seksual yang benar kepada anak.
"Anak-anak itu taraf berpikirnya tak se-kompleks orang dewasa pada umumnya," jelasnya kepada kaltimkece.id pada Selasa, 23 Januari 2024.
Ayunda juga menjelaskan mengapa orang terdekat sering menjadi pelaku dari pelecehan seksual. Dia menyebut, hubungan kedekatan itu membuat anak tidak merasa takut. Dari sinilah pelaku memanfaatkannya untuk memperdaya korban.
"Paling banyak adalah anak-anak, karena ketidakberdayaan mereka (anak)," ujarnya.
Dia juga menyebut modus yang sering dipakai pelaku terhadap korban anak di bawah umur. Pelaku biasanya mengemasnya dengan rekayasa permainan. Ketidaktahuan mengenai seks ditambah persepsi anak hanya tentang bermain, membuat anak-anak dengan mudah tertipu dengan perkataan dan tipu daya pelaku.
Ayunda memberikan tips kepada orangtua dalam menjaga anak agar tidak menjadi korban pelecehan seksual. Menurutnya edukasi seksual sudah bisa dilakukan kepada anak sejak usia dua tahun. Dimulai dengan memperkenalkan bagian-bagian yang dilarang untuk disentuh oleh orang lain kecuali diri sendiri. Bahkan orangtua sendiri sekalipun. Bahkan saat melakukan kegiatan bersih badan seperti mandi atau setelah buang air besar dan kecil. Kecuali, sang anak masih sangat kecil dan masih membutuhkan bantuan orangtuanya.
"Untuk anak perempuan, dari dada, perut sampai paha bagian atas. Kalau laki-laki, di bawah pusar sampai ke paha atas," jelas Ayunda.
Menurut Ayunda, anak perlu diajari untuk tidak mudah termakan bujuk rayu, apalagi dari orang asing. Seperti mengajarkan anak untuk lari, berteriak, dan mengatakan tidak, ketika ada orang asing yang mendekat. Menurutnya, orang terdekat juga harus diberi batasan apalagi jika anak sudah memasuki masa puber.
"Jadi yang begitu harus kita ajarkan kepada anak untuk mengerti (Pendidikan seks), enggak bisa kita berharap anak untuk mengerti sendiri," ujarnya.(*)