Balikpapan
Mencetak Puluhan Juta dari Limbah Batu Bara

Aiptu Ardian Wempi Antariksa di Kampoeng Faba, RT 62, Kelurahan Graha Indah, Balikpapan Utara. FOTO: SEPTIANUS HENDRA-KALTIMKECE.ID
Sejumlah warga Graha Indah, Balikpapan Utara, punya penghasilan tambahan. Mereka membuat batako hingga paving block dari limbah batu bara. Bagaimana caranya?
Ditulis Oleh: Septianus Hendra
Selasa, 14 Maret 2023
kaltimkece.id Hari masih siang ketika Matcuari, 51 tahun, tiba di rumah dan bersalin pakaian. Lelaki yang bekerja sebagai penjaga makam di Dinas Lingkungan Hidup Balikpapan itu segera menuju pekarangan. Satu sak semen yang dibelinya dalam perjalanan pulang lantas dibuka bungkusnya. Kedua tangan Matcuari kini sudah berlumur adonan semen.
Sabtu, 11 Maret 2023, Matcuari larut dengan rutinitas barunya. Warga Kampoeng Faba, RT 62, Kelurahan Graha Indah, Balikpapan Utara, tersebut kini seorang pembuat batako. Selain semen, ia menggunakan fly ash and bottom ash (faba) yang merupakan limbah batu bara dari pembangkit listrik sebagai pengganti pasir.
Sudah ada 4.000 batako yang tersusun di halaman rumah Matcuari. Ia sedang disibukkan dengan pesanan 2.000 batako. Matcuari bisa mencetak 200 batako setiap hari. Untuk setiap batako, ia jual Rp 3.500. Omzetnya dalam sebulan bisa jutaan rupiah.
“Alhamdulillah, bisa menambah pendapatan keluarga,” tutur Matcuari kepada kaltimkece.id.
Satu sak semen disebut menghasilkan puluhan batako. Sementara faba atau limbah batu bara ia peroleh cuma-cuma. Matcuari cukup membayar ongkos transportasi untuk mengangkut limbah ke kampungnya. Satu rit truk biayanya Rp 700 ribu.
Limbah itu berasal dari pembakaran batu bara di Pembangkit Listrik Tenaga Uap Teluk Balikpapan. Instalasi tersebut menghasilkan 150 ton faba per hari. Faba adalah partikel halus berupa abu sisa pembakaran batu bara. Abu yang naik dan terbang disebut fly ash sedangkan yang tidak naik disebut bottom ash. Partikel ini ditemukan di boiler maupun tungku PLTU.
Limbah faba dulunya berstatus berbahaya sebelum terbitnya Peraturan Pemerintah 22/2021 tentang Penyelenggaraan dan Perlindungan Lingkungan Hidup. Material itu kini dikategorikan sebagai limbah nonbahan berbahaya dan beracun. Artinya, dapat dikelola dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat.
Ajun Inspekstur Satu Ardian Wempi Antariksa adalah warga pertama yang mencetak batako dari faba. Bhabinkamtibmas Kelurahan Graha Indah itu sebelumnya mengikuti pelatihan pemanfaatan limbah di PLTU Teluk Balikpapan. Ia kemudian meracik material faba selama kurang lebih sepekan. Hasilnya, Aiptu Wempi bisa memproduksi batako berkualitas baik pada pertengahan 2022.
Ilmu tersebut segera dibagikan kepada warga. Akan tetapi, beberapa penduduk pada awalnya khawatir dampak limbah tersebut bagi kesehatan. Aiptu Wempi lantas menggandeng PLTU Teluk Balikpapan untuk meyakinkan warga. Satu per satu penduduk RT 62 di kelurahan tersebut tertarik.
Warga kemudian menyediakan sebidang tanah sebagai workshop. Untuk modal usaha, Aiptu Wempi mengaku mengeluarkan puluhan juta rupiah dari dana tunjangan kerjanya. Di bengkel tersebut, mereka berhasil mencetak batako, paving block, roster, serta gorong-gorong beton dari faba.
Warga juga telah membangun jalan sepanjang 50 meter menggunakan material faba. Ada pula lapangan badminton. Keberhasilan ini membuat RT 62, Kelurahan Graha Indah, mendapat nama Kampoeng Faba pada 12 Desember 2022. Mengubah limbah menjadi berkah, demikian tagline kampung tersebut.
Sekarang, warga bisa mencetak batako di rumah masing-masing. Komposisi material batako tersebut yaitu 15 persen semen, 10 persen fly ash, dan 75 persen bottom ash. Sementara produk yang lain, komposisinya (semen, fly ash, bottom ash) yaitu 20:45:35 untuk paving blcok, roster kubus 20:40:40, serta gorong-gorong beton 20:10:35 plus koral 35 persen.
“Semenjak Desember, kami memproduksi sekitar 12.000 batako. Belum termasuk produk yang lain,” tutur Aiptu Wempi. Dari batako saja, kampung ini meraup omzet Rp 42 juta.
Selisih biaya produksi menggunakan faba dibanding pasir disebut cukup besar. Aiptu Wempi menuturkan, dengan ongkos Rp 700 ribu, mereka bisa memperoleh 5 meter kubik fly ash dan bottom ash. Ongkos membeli pasir 5 meter kubik lebih tinggi yaitu Rp 1,6 juta.
“Kualitasnya juga sangat kuat. Dibanting pun, tidak hancur,” ucap Aiptu Wempi setelah mengempaskan sebongkah batako faba ke tembok. “Saya ingin usaha ini bisa membantu perekonomian warga. Murni itu saja. Saya tak berharap lebih,” sambungnya.
Rahmat Andi, ketua Kampoeng Faba, mengatakan bahwa perekonomian masyarakat bergerak dengan kegiatan tersebut. Saat ini, jumlah penduduk di RT 62 adalah 219 kepala keluarga. Sebanyak 20 kepala keluarga terlibat dalam pemanfaatan limbah faba. Rahmat yakin peminatnya akan bertambah karena saat ini masih tahap sosialisasi. (*)