kaltimkece.id Peraturan daerah mengenai larangan pemasangan iklan atau reklame rokok di Balikpapan segera terbit. Melalui peraturan ini, Pemkot Balikpapan disebut ingin konsisten mengampanyekan antirokok dan menyelamatkan generasi muda. Langkah yang dinilai tepat namun merugikan dari sisi ekonomi.
Jumat, 10 Mei 2024, Asisten Tata Pemerintahan Kota Balikpapan, Zulkifli, mengatakan, peluncuran perda akan diiringi dengan berakhirnya kontrak-kontrak iklan rokok. Saat ini, sejumlah kontrak iklan rokok masih berjalan. Pemkot menoleransi kontrak-kontrak tersebut hingga berakhir.
Apabila perda larangan iklan rokok terbit, kata Zulkifli, tidak boleh ada spanduk atau baliho yang memuat iklan rokok di seluruh wilayah di Balikpapan. Akan tetapi, peraturan tersebut belum tentu berlaku di area boleh merokok yang disediakan instansi tertentu seperti bandara. Pemkot tengah menelaah boleh tidaknya pemasangan iklan rokok di area rokok.
"Ini harus dicermati betul-betul, jangan sampai berbenturan dengan perda tersebut," ujarnya.
Pemkot, sambungnya, menyadari bahwa pelarangan tersebut akan merugikan dari sisi ekonomi. Ia memprediksi Balikpapan akan kehilangan sekitar Rp 5 miliar dari sektor pajak iklan rokok jika perda tersebut terbit.
Walau demikian, Zulkifli mengingatkan bahwa uang bukan segalanya. Yang terpenting adalah menyelamatkan generasi muda dari bahaya rokok. Dengan tidak adanya iklan rokok diyakini dapat meminimalisasi pengguna rokok. Keuntungan yang lain dari tidak ada iklan rokok yakni dapat mempercantik estetika kota.
"Memang, materi itu penting namun keuntungan imateriel jauh lebih penting. Semua muaranya untuk kepentingan masyarakat," ucapnya. "Insyaallah, masih ada sumber PAD (pendapatan asli daerah) yang lain."
Rancangan perda tentang larangan iklan rokok tengah diproses di DPRD Balikpapan. Wakil ketua lembaga tersebut, Budiono, menyatakan, mendukung rancangan tersebut. Ia pun menyarankan agar semua iklan yang berbasis spanduk atau baliho dialihkan ke videotron.
"Harapannya agar keindahan kota terjaga," ujarnya.
Sebagai informasi, perokok terbanyak di Balikpapan datang dari kelompok usia 25-34 tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kaltim, persentasenya sebesar 27,17 persen. Kelompok usia tertinggi kedua penduduk 35-44 tahun dengan 26,84 persen adalah perokok. Adapun kelompok usia termuda, yaitu 15-24 tahun, sebesar 13,51 persen adalah perokok (selengkapnya, lihat infografik).
Pengamat ekonomi dari Universitas Mulawarman, Samarinda, Purwadi, memuji rencana Pemkot Balikpapan menerbitkan perda tentang larangan iklan rokok. Jika benar perda tersebut terbit, menurutnya, hal itu merupakan terobosan berani dari pemerintah daerah. Tentunya, ujar dia, hal ini menjadi kabar baik untuk dunia kesehatan.
"Sudah banyak penjelasan-penjelasan ilmiah dari para ahli yang menyatakan rokok berbahaya untuk kesehatan," katanya.
Di sisi lain, Purwadi membenarkan bahwa Balikpapan akan kehilangan pendapatan besar dari sektor rokok. Selain dari pajak iklan, juga dari cukai rokok. Pasalnya, dengan mengurangi iklan rokok, maka pengguna rokok juga akan ikut berkurang.
"Sektor rokok adalah salah satu penyumbang pendapatan terbesar bagi daerah," sebutnya.
Purwadi mengingatkan agar perda tersebut kelak tidak menjadi âperda tidurâ. Maksudnya, perda hanya diterbitkan namun tidak dilaksanakan amanat-amanatnya. Semua pemangku kepentingan, ujarnya, harus turun tangan mengawal perda tersebut. Dengan begitu, esensi yang mendasari terbitnya sebuah peraturan dapat terwujud. (*)