kaltimkece.id Harga tandan buah segar alias TBS sawit di Kalimantan Timur naik tipis. Kondisi ini dipengaruhi oleh naiknya harga minyak kelapa sawit mentah (CPO) di pabrik. Walau demikian, hal tersebut diyakini tak akan mewujudkan petani sawit yang sejahtera.

Harga TBS sawit dibagi menjadi delapan kelompok dengan mengacu usia pohon sawit. Berdasarkan surat TBS sawit yang dikeluarkan Dinas Perkebunan Kaltim, kenaikan nilai TBS sawit pada Juni 2024 di semua kelompok tak sampai Rp50 per kilogram.

Pada periode pertama yakni 1-15 Juni 2024, harga TBS umur 3 tahun adalah Rp2.318,17/kg, umur 4 tahun Rp2.475,23/kg, umur 5 tahun Rp2.487,52/kg, umur 6 tahun Rp2.513,66/kg, umur 7 tahun Rp2.528,40/kg, umur 8 tahun Rp2.547,70/kg, umur 9 tahun Rp2.599,22/kg, dan di atas usia 10 tahun Rp2.629,92/kg.

Sementara itu, pada periode kedua yakni 16-30 Juni 2024, harga TBS umur 3 tahun adalah Rp2.356,71/kg, umur 4 tahun Rp2.516,44/kg, umur 5 tahun Rp2.528,88/kg, umur 6 tahun Rp2.555,44/kg, umur 7 tahun Rp2.570,42/kg, umur 8 tahun Rp2.590,05/kg, umur 9 tahun Rp2.642,38/kg, dan di atas usia 10 tahun Rp2.673,60/kg.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Perkebunan Kaltim, Ence Achmad Rafiddin Rizal, memberikan penjelasan. Ia mengatakan, kenaikan harga TBS sawit itu disebabkan meningkatnya nilai jual CPO dan kernel (inti sawit) dari perusahaan yang menjadi sumber data. Harga CPO tertimbang disebut Rp12.212,27/kg sedangkan harga kernel rerata tertimbang Rp 6.910,44/kg dengan indeks "K" 88,68 persen.

Rafiddin menjelaskan, harga TBS sawit tersebut hanya berlaku untuk para petani yang bermitra dengan perusahaan atau pabrik kelapa sawit di Kaltim. Selain menciptakan harga TBS yang normal, kerja sama ini disebut bertujuan memutus permainan harga TBS sawit yang dilakukan para tengkulak.

"Sehingga kesejahteraan kelompok tani kelapa sawit hendaknya dapat terwujud," ujarnya.

Di lokasi terpisah, ekonom Purwadi Purwoharjo tertawa mendengar harga TBS sawit naik tak sampai Rp50 per kg. Menurut akademikus Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Mulawarman, Samarinda, itu, kenaikan tersebut masih jauh dari kata layak. Melihat hal tersebut, ia hakulyakin, cita-cita para petani sawit yang sejahtera muskil terwujud.

Purwadi menduga, sedikitnya kenaikan harga TBS karena sejumlah negara menganggap pertanian sawit di Indonesia tidak ramah lingkungan. Hal ini menyebabkan sawit dari Tanah Air ditolak beberapa negara yang mengedepankan ekonomi hijau, terutama negara-negara di Eropa. Produksi pertanian yang melimpah, kata Purwadi, tidak akan memengaruhi harga jualnya apabila tidak ada pembeli.

"Buat apa produksi berlimpah tapi tidak ada yang mau beli? Ini, jelas, sesuatu yang fatal," ucapnya.

Ia memberikan sejumlah solusi agar nilai jual buah sawit dapat naik signifikan. Pertama, pemerintah harus mencarikan pasar yang dapat menampung sawit dari Indonesia dalam jumlah yang besar. Kedua, mewujudkan pertanian sawit yang ramah lingkungan. Peran pemerintah daerah dalam upaya ini harus lebih besar. Pasalnya, pemerintah daerah disebut turut menikmati hasil dari pertanian sawit.

"Pemerintah mendapat keuntungan dari dana bagi hasil sawit," pungkasnya. (*)