kaltimkece.id Pemilik Toko Satria, Maydiawati, 57 tahun, dihukum penjara selama 10 bulan oleh hakim Pengadilan Negeri Balikpapan. Ia dinyatakan terbukti merampas kemerdekaan sejumlah orang. Persisnya, ia dituduh menyekap 16 karyawannya. Sementara itu, rekan Maydiawati, Mardiah, dihukum penjara lima bulan.
Sidang vonis Maydiawati dan Mardiah digelar pada Rabu, 11 September 2024, di PN Balikpapan. Dalam sidang tersebut, majelis hakim menyatakan bahwa kedua perempuan tersebut bersalah atas dua dakwaan. Pertama ialah pasal 333 ayat (1) KUHPidana juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Berikutnya pasal 335 ayat (1) ke-1 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dakwaan pertama berbunyi, "Secara bersama-sama merampas kemerdekaan orang". Adapun bunyi dakwaan kedua, "Secara bersama memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dan dengan memakai kekerasan".
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Maydiawati berupa pidana penjara selama sepuluh bulan dan terdakwa Mardiah penjara selama lima bulan," demikian putusan hakim.
Perkara yang menjerat Maydiawati dan Mardiah terjadi pada Selasa, 20 Februari 2024. Hari itu, pukul 11 siang, Maydiawati mengunci salah satu pintu Toko Satria di Kelurahan Mekar Sari, Balikpapan Tengah. Penguncian ini membuat 16 karyawan toko serba ada tersebut tak bisa keluar. Mardiah ditengarai terlibat dalam kejahatan tersebut.
Vonis tersebut jauh di bawah dari tuntutan jaksa penuntut umum. Sebelumnya, jaksa menuntut Maydiawati dihukum tiga tahun penjara dan Mardiah satu tahun penjara atas perbuatan mereka. Walau tuntutan tak sepenuhnya dikabulkan, Kepala Seksi Tindak Pidana Umum, Kejaksaan Negeri Balikpapan, Handaya Artha Wijaya, menyatakan, menghormati keputusan majelis hakim. JPU dipastikan mengikuti proses hukum yang berlaku.
Kuasa hukum Maydiawati, Latif, juga menyatakan menghormati putusan hakim. Hanya saja, bukan berarti ia menelan mentah-mentah keputusan tersebut. Ia berkukuh bahwa kliennya tidak bersalah. Untuk membuktikan tuduhan penyekapan, sebutnya, harus memenuhi tiga unsur yakni perintah masuk, larangan keluar, dan tujuan tertentu atau motif.
"Sampai sidang duplik terakhir, JPU belum mampu membuktikan ketiga unsur tersebut," klaimnya.
Saat kejadian, sambung Latif, Maydiawati sedang berselisih paham dengan suaminya. Perempuan itu disebut mengunci pintu agar barang-barang di tokonya tak diganggu sang suami. Atas dasar inilah, Latif menyatakan aksi yang dilakukan kliennya bukan kejahatan. Merespons vonis hakim, ia menyatakan pikir-pikir.
"Minggu depan akan kami kabari lagi," sebutnya.
Menanggapi klaim kuasa hukum, Handaya Artha Wijaya mengaku tak ambil pusing. Menurutnya, hak terdakwa untuk membela diri. Tuntutan jaksa, tegasnya, sudah berdasarkan sejumlah alat bukti dan fakta-fakta yang mengemuka di persidangan. (*)