kaltimkece.id Terdakwa kasus pembunuhan sekeluarga yang masih di bawah umur menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Penajam Paser Utara. Dalam sidang pada Rabu, 6 Maret 2024, jaksa menuntut terdakwa dihukum 10 tahun penjara. Tuntutan ini dinilai tidak memberikan rasa keadilan.
Dalil jaksa mengeluarkan tuntutan tersebut karena saat peristiwa, usia terdakwa belum genap 18 tahun. Persisnya, saat melakukan pembunuhan, terdakwa berusia 17 tahun lewat 11 bulan dan 10 hari. Terdakwa masih berstatus anak.
Dasar yang digunakan adalah Undang-Undang 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Pasal 1 ayat ke-3 dalam aturan tersebut memang benar menyatakan, "Anak yang Berkonflik dengan Hukum adalah anak yang telah berumur 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana."
Dasar berikutnya yakni pasal 81 ayat ke-2 dan ke-6 dalam UU yang sama. Ayat ke-2 itu berbunyi, "Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak paling lama setengah dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa."
Sementara itu, ayat ke-6 mengatakan, "Jika tindak pidana yang dilakukan Anak merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pidana yang dijatuhkan adalah pidana penjara paling lama 10 tahun."
Kasus yang menjerat terdakwa terjadi di Kecamatan Babulu, Penajam Paser Utara, pada Senin tengah malam, 5 Februari 2024. Waktu itu, ia didakwa menghabisi nyawa lima tetangganya. Kelima orang itu merupakan keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan tiga anak. Setelah membunuh, terdakwa merudapaksa dua korbannya dan mencuri ponsel serta uang Rp 363 ribu milik korbannya.
Melihat perbuatan tersebut, polisi menjerat terdakwa dengan pasal berlapis. Yakni pasal 340 subsider pasal 338 subsider pasal 365 KUHPidana juncto pasal 80 ayat 3 juncto pasal 76 huruf c UU 35/2014 tentang Perubahan Atas UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak. Ancaman sanksinya adalah hukuman mati atau seumur hidup.
Kepada kaltimkece.id, Kamis, 7 Maret 2024, Agus Amri, praktisi hukum asal Balikpapan, memberikan pandangan. Ia mengatakan, tuntutan 10 tahun penjara tentu tak memberikan rasa keadilan buat publik terutama keluarga korban. Pasalnya, kejahatan ini tergolong sadis.
"Selain pembunuhan, dia memerkosa dan mencuri," kata Agus.
Walau demikian, sambungnya, apabila benar saat peristiwa terdakwa belum berumur 18 tahun, ia tak bisa dihukum lebih berat dari 10 tahun penjara. Hal tersebut telah diamanatkan dalam UU 11/2012. Agus menilai, dakwaan yang dibuat jaksa sudah tepat.
Hakim memang bisa menjatuhkan hukuman melebihi dakwaan atas nama keadilan. Hal ini, kata Agus, dikenal dengan istilah ultra petita. Ultra petita adalah penjatuhan putusan oleh majelis hakim atas suatu perkara yang melebihi tuntutan atau dakwaan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum.
Biasanya, ultra petita digunakan saat dakwaan jaksa dinilai kurang sempurna dan sebagai wujud pengembangan hukum progresif. Prinsip ini didasari dari tugas hakim yang dituntut mengeluarkan keputusan yang mencerminkan nilai-nilai keadilan dan kebenaran, hak asasi manusia, penguasaan hukum, serta fakta secara mapan, mumpuni, dan faktual.
"Akan tetapi, perlu diingat, keputusan hakim tidak boleh melampaui undang-undang yang menjadi aturan tertinggi di negeri ini," tutup Agus. (*)