kaltimkece.id Sudah lewat tengah hari tatkala Christianus Benny menuju Markas Kepolisian Resor Kota Samarinda. Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim ini membawa berkas bernomor 40/KA-AJT/Tgr/XI/2021. Isinya permintaan kepada Polresta Samarinda menindak tiga staf Dinas ESDM. Ketiga staf diduga menghilangkan, menghancurkan, atau merusak relaas sidang perdata. Dinas ESDM yang melawan sejumlah perusahaan tambang pun kalah di pengadilan.
Selasa, 23 November 2021, Benny didampingi tim kuasa hukum yaitu Agus Talis Joni dan Hendra Wijaya. Kuasa hukum menjelaskan, orang yang diduga melakukan tindak pidana itu adalah RO dan MHA yang berstatus tenaga honorer Dinas ESDM, beserta ES yang merupakan pegawai negeri sipil. Ketiganya diduga merekayasa gugatan dengan menghilangkan surat pemanggilan pengadilan atau relaas.
_____________________________________________________PARIWARA
Sebermula dari informasi yang diterima Kadis ESDM Kaltim yang membaca pemberitaan hasil putusan di pengadilan ihwal hasil gugatan pertambangan pada 11 Oktober 2021. Kasus itu, kata Joni selaku kuasa hukum, menyatakan Benny mewakili tergugat tidak hadir di persidangan dan dinyatakan kalah dengan putusan verstek.
Kadis ESDM pun menginvestigasi peristiwa itu. Dari penyelidikan internal, tiga oknum pegawai ESDM diduga menghilangkan, menghancurkan, atau merusak panggilan Pengadilan Negeri Samarinda. Perbuatan tersebut ditengarai terjadi pada September 2021. Seluruhnya ada sepuluh kasus perdata izin pertambangan. Pihak tergugat dalam hal ini Dinas ESDM dinyatakan kalah.
"Semua panggilan sidang untuk 10 gugatan dimusnahkan sehingga Pak Kadis tidak tahu ada persidangan tersebut," jelas Joni.
Akan tetapi, sambung Joni, tiga di antara perkara itu telah dilakukan upaya perlawanan atau verzet melalui Biro Hukum Pemprov Kaltim. Joni mengatakan, upaya serupa akan diambil untuk tujuh kasus yang lain. Detailnya adalah sebagai berikut.
_____________________________________________________INFOGRAFIK
Putusan verstek tadi dianggap menguntungkan tujuh perusahaan karena bisa masuk Mineral One Data Indonesia (MODI) tanpa keterlibatan Dinas ESDM. Adapun MODI, adalah aplikasi yang membantu perusahaan mengelola data di lingkungan Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara, Kementerian ESDM. Perusahaan yang tidak terdaftar di aplikasi MODI, sebagaimana disebutkan dalam laman resmi Kementerian ESDM, tidak dapat menerima pelayanan Ditjen Minerba seperti kewajiban pembayaran EPNBP dan laporan online untuk pengawasan minerba. Pendek kata, perusahaan tidak bisa mengekspor batu bara.
Kembali ke kuasa hukum, Joni menjelaskan bahwa ketiga oknum juga diduga menerima suap. Berdasarkan keterangan terlapor, tiga oknum itu menerima dana dari seseorang berinisial YB. Perinciannya, RO menerima Rp 400 juta; ES sebesar Rp 20 juta, dan MHA sebesar Rp 3 juta.
"YB yang mengatur uang itu berdasarkan keterangan terlapor," kata Joni.
Joni mengatakan, pekerja honorer telah diberhentikan. Sedangkan untuk oknum berstatus ASN dilimpahkan kepada inspektorat. Kasus ini diserahkan kepada pihak kepolisian untuk proses hukumnya. Oknum diduga terjerat pasal 406 ayat (1) JO Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang menghilangkan, menghancurkan dan merusak barang.
Dalam laporan tersebut, kuasa hukum menyerahkan bukti berupa tangkapan layar percakapan para terlapor yang mengatur, merencanakan, dan mengeksekusi perbuatan tersebut. Ada juga video para terlapor saat mengaku dan menunjukkan saldo uang yang diterima dari orang yang berinisial YB.
“Ditambah beberapa dokumen pendukung laporan yang lain,” sambungnya.
Kepala Satuan Reserse dan Kriminal, Polresta Samarinda, Komisaris Polisi Andika Dharma Sena, mengatakan laporan itu akan dipelajari. "Belum masuk meja saya. Kami cek dulu," jelasnya kepada kaltimkece.id. (*)
Editor: Fel GM