kaltimkece.id Terdiam, lalu meneteskan air mata. Itulah respons Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Republik Indonesia, Arifatul Choiri Fauzi ketika sesi wawancara usai bertemu korban rudapaksa. Melati--bukan nama sebenarnya--berstatus pelajar sekolah dasar (SD) dan tengah mengandung enam bulan.
Saat ini Melati berusia 13 tahun. Ia menjadi korban kekejian ayah tirinya yang berusia 50 tahun. Perlakuan itu diterimanya sejak kelas 4 SD. Awalnya korban tidak tahu jika dirinya tengah hamil. Namun, ketika dilakukan tespek kehamilan, hasilnya positif. Kasus Melati menjadi perhatian khusus Kementerian PPPA.
Pertemuan Menteri Arifah Fauzi dengan Melati terjadi pada Jumat, 9 Mei 2025, di salah satu rumah aman milik Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kaltim, di Samarinda.
"Alhamdulillah kondisinya sehat dan sedang mengikuti ujian sekolah. Ananda masih semangat untuk melanjutkan sekolah dan bercita-cita menjadi polisi," ucap Arifah Fauzi, begitu nama Arifatul biasa disapa.
Terbongkarnya kasus rudapaksa yang dialami Melati, diketahui setelah seorang teman korban menceritakan kejadian tersebut kepada neneknya pada April lalu. Dari situ, Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) langsung menjemput korban, memberikan pendampingan, dan memindahkan ke rumah aman. TRC PPA selanjutnya berkoordinasi dengan pemerintah kota dan provinsi, serta melaporkan kepada kepolisian.
"Kami pasti support. Terutama memastikan Ananda dalam keadaan baik dan hak-haknya terpenuhi," jelas ketua umum Pengurus Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama periode 2025-2030 itu.
Selain itu, Menteri Arifah juga menyorot kasus perundungan yang sempat viral di Samarinda tepat pada peringatan Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2025. Korban adalah pelajar SD dan pelaku adalah sembilan pelajar sekolah menengah pertama. Hal tersebut dikatakannya, menjadi koreksi bahwa pendidikan dan pengasuhan anak adalah tanggung jawab bersama. Dimulai dari keluarga, dilanjutkan ke sekolah, dan didukung masyarakat.
"Orang tua itu ibu dan ayah. Kemudian sekolah dan masyarakat. Masyarakat juga punya peran besar, bagaimana agar anak-anak ini bisa tetap melakukan hal-hal yang baik dan aman. Jadi, kolaborasi antara keluarga, masyarakat, dan sekolah menjadi pondasi perkembangan anak-anak yang lebih baik," urai Arifah.
Kementerian PPPA memiliki program Ruang Bersama Indonesia. Ruang Bersama Indonesia sinkron untuk memperkuat fungsi desa ramah perempuan dan peduli anak (DRPPA). Tujuan program tersebut di antaranya memperluas jangkauan Ruang Bersama Indonesia sebagai pusat koordinasi perlindungan perempuan dan anak di berbagai daerah.
Selain itu, Kementerian PPPA mendorong peningkatan layanan pengaduan dan penanganan kasus kekerasan melalui call center SAPA 129 dan aplikasi Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simponi). Jika dalam suatu lingkungan terjadi tindak kekerasan kepada perempuan dan anak, korban maupun masyarakat bisa mengadukan langsung ke nomor SAPA 021-129 atau melalui pesan Whatsapp di 08111-129-129. (*)