kaltimkece.id Wartaw Linus masih mengingat peristiwa dini hari itu dengan jelas. Pada 15 November 2024 , ia bersama beberapa warga berjaga di posko pemantauan lalu lintas truk hauling yang terletak di Dusun Muara Kate, Kecamatan Muara Komam, Kabupaten Paser. Satu per satu warga memutuskan untuk pulang lebih dulu untuk mempersiapkan aktivitas bertani di pagi nanti. Wartaw yang merupakan warga Dusun Sekuan Makmur pun memutuskan pulang pada pukul tiga dini hari.
Sesampainya di rumah, pria 45 tahun itu tak langsung memejamkan mata. Ia membuka gawainya untuk melihat percakapan di beberapa grup WhatsApp. Sontak, ia kaget ketika menerima kabar penyerangan beberapa warga yang masih berjaga di posko.
"Kabar awal ditembak, setelah kami lihat ada semacam luka sayat," ungkapnya kepada kaltimkece.id.
Dua warga Muara Kate penolak aktivitas angkutan batu bara yang melewati jalan umum menjadi korban. Tetua adat Dayak Deah, Rusel Totin, 60 tahun, dan seorang warga lainnya, Anson, 55 tahun, diserang orang tak dikenal saat terlelap tidur di posko. Dini hari itu, Rusel kehilangan nyawa setelah kehabisan darah akibat sayatan benda tajam. Sementara Anson, terkena sabetan di leher dan berhasil dievakuasi ke rumah sakit.
"Anson masih mengeluhkan rasa sakit yang kadang-kadang muncul di lehernya," sebut Wartaw.
Selasa, 15 April 2025, tepat lima bulan penyerangan terjadi. Sejumlah warga Paser dan Koalisi Masyarakat Sipil menggelar aksi di depan Kantor Gubernur Kaltim, Jalan Gajah Mada, Samarinda. Digelarnya aksi itu bukan tanpa alasan. Nasib kasus penyerangan yang berujung kehilangan nyawa masih diselimuti kabut putih tanpa kejelasan. Beberapa truk pengangkut batu bara pun disebut telah kembali melintas.
"Memang belum sebanyak sebelumnya, mereka melintas ketika tidak ada warga yang berjaga di posko," ujar Wartaw.
Tragedi di Muara Kate berawal dari banyaknya truk angkutan batu bara melewati jalan negara di Paser. Truk itu berasal dari perusahaan batu bara yang beroperasi di Kalimantan Selatan. Untuk memotong ongkos angkut dan lebih cepat ketimbang dibawa ke Banjarmasin, perusahaan mengirimnya ke Desa Rangan, Kuaro, Paser. Saat melintasi Paser itulah, sejumlah tragedi terjadi.
Pada 26 Oktober 2024, truk yang tak kuat menanjak, melindas seorang pendeta bernama Veronika Fitriani yang sedang dalam perjalanan menuju gereja tempat ia mengabdi. Sebelumnya, pada Mei 2024, seorang ustaz bernama Teddy ditemukan tewas ditabrak lari oleh kendaraan yang diduga pengangkut batu bara.
Berawal dari peristiwa tersebut, warga pun memutuskan untuk mendirikan posko untuk menghalau lewatnya truk pengangkut batu bara. Padahal, sebut Wartaw, Perda Kaltim 10/2012 telah jelas mengatur perjalanan truk pengangkut batu bara. Truk-truk tersebut dilarang untuk melewati jalan umum yang dipakai warga, dan mesti memiliki jalan khusus.
"Seharusnya regulasi itu ditegakkan. Jangan sampai malah nanti direvisi," ujarnya.
Bukannya menegakkan aturan, sebut Wartaw, sejumlah oknum mengintimidasi warga meminta posko dibubarkan agar truk pengangkut batu bara kembali melintas. Padahal, pengusutan kasus penyerangan warga belum juga usai.
Asfiana, perempuan asal Batu Kajang yang ikut dalam aksi, mengeluhkan hal serupa. Banyaknya angkutan batu bara yang melintas, mengganggu aktivitasnya dalam mengantar anak ke sekolah. "Ada yang pernah nyaris terserempet juga," keluhnya.
Sebelum didirikannya posko pantau, sambung Asfiani, setiap hari ratusan truk melewati jalan umum di Paser. Beberapa truk itu bahkan merupakan truk roda sepuluh berukuran besar. Padahal mengutip pasal enam Perda Kaltim 10/2012, bukan hanya truk batu bara yang dilarang melewati jalanan umum, truk pengangkut kelapa sawit pun dilarang. Tak hanya itu, perusahaan batu bara dan kelapa sawit diwajibkan membangun jalan khusus untuk perlintasan pengangkutan komoditas mereka. Pembangunan jalan khusus itu harus melewati pertimbangan teknis serta persetujuan pemerintah.
Beberapa jam berlalu, aksi warga Paser akhirnya direspons Gubernur Rudy Mas'ud. Sekitar pukul setengah dua, Rudy mengundang mereka untuk masuk. Pertemuan itu berlangsung di Ruang Rapat Ruhui Rahayu, lantai satu Kantor Gubernur Kaltim.
Memulai pertemuan itu, Rudy menyampaikan permintaan maaf atas keterlambatan pertemuan tersebut karena baru saja memimpin pelantikan bupati dan wakil bupati Berau sejak pukul sepuluh pagi. Mengenai pembunuhan warga Muara Kate, politikus Partai Golkar itu menilai kasus Muara Kate merupakan ranah kepolisian. Namun, ia berjanji akan menyampaikan aspirasi warga kepada kepala Kepolisian Daerah Kaltim.
"Besok kami akan ada pertemuan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah di Balikpapan. Insya Allah akan disampaikan langsung kepada kapolda yang baru," ucapnya.
Sementara itu, terkait penggunaan jalan umum oleh truk pengangkut batu bara, Rudy menyebutkan akan menegakkan regulasi. Ia pun akan menyurati Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral di Jakarta. Sebab, truk pengangkut batu bara yang melewati Paser berasal dari Kalimantan Selatan.
"Hari ini suratnya sudah saya tandatangani," ucapnya sambil menunjukkan isi surat tersebut.
Mekanisme mengenai penggunaan jalan truk pengangkut batu bara, sebut Rudy, bukan hanya tercantum di Perda 10/2012. Namun juga dimuat di Undang-Undang Mineral dan Batu Bara. Baik revisi 3/2020 maupun revisi terbaru UU 2/2025. "Kebetulan saya ikut menyusun saat masih di DPR RI," sebutnya.
Dikatakannya, baik di Perda 10/2012 maupun revisi UU Minerba terdapat pengecualian bahwa perusahaan dapat melewati jalan umum jika mendapatkan izin dari pemerintah daerah. Akan tetapi, melihat situasi yang telah berlangsung di Paser, izin itu ia sebut tak akan diberikan.
"Saya selaku gubernur Kaltim berjanji tidak akan pernah memberikan izin truk pengangkut batu bara melewati jalan umum," tegasnya.
Pertemuan itu pun kemudian berakhir sekitar 43 menit. Ditemui usai rapat, Rudy menegaskan kembali komitmennya untuk tidak memberikan izin perlintasan truk pengangkut batu bara di Paser.
"Apalagi setelah mendengar cerita tadi, lewatnya truk itu tanpa jeda. Itu jelas tidak mengindahkan kaidah keselamatan," jelasnya. (*)