Hukum
Pernyataan Dekan Fahutan Unmul Ihwal Dosen yang Diduga Lecehkan Tiga Mahasiswinya

Dekan Fakultas Kehutanan, Unmul, Prof Rudi Amirta. FOTO: ARSIP KALTIMKECE.ID
Seorang dosen dilaporkan atas dugaan kejahatan kesusilaan. Dibebastugaskan oleh kampus.
Ditulis Oleh: Robithoh Johan Palupi
Selasa, 30 Agustus 2022
kaltimkece.id Seorang dosen Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman, Samarinda, tersandung dugaan kejahatan kesusilaan. Ia ditengarai melecehkan tiga mahasiswi yang sedang menyelesaikan tugas akhir di bawah bimbingannya. Dugaan tersebut terungkap setelah sejumlah elemen kampus menyerahkan laporan tertulis kepada Kepolisian Resor Kota Samarinda pada Senin, 29 Agustus 2022.
Adalah Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum, Fakultas Hukum, Unmul; Pusat Studi Perempuan dan Anak Unmul; Badan Eksekutif Mahasiswa Fahutan, Unmul; dan BEM Fakultas Hukum Unmul, yang menyerahkan laporan tersebut. Mereka meminta kepolisian memproses dosen tersebut secara hukum.
Robert Wilson Berlyando selaku perwakilan kuasa hukum para korban menjelaskan, dugaan tindak pidana terhadap kesusilaan itu terjadi pada kurun waktu berbeda. Ketiga korban merupakan mahasiswi bimbingan terlapor. Terduganya berinisial BS selaku dosen pembimbing tugas akhir.
"Kesaksian para korban, modus yang dijalankan hampir serupa. Ada sentuhan di bagian yang menurut kami tidak seharusnya dilakukan oleh tenaga pendidik kepada mahasiswi,” jelasnya.
Kejadian pertama disebut pada 2021. Robert menduga, korban dari dosen tersebut lebih dari tiga. Ia mengatakan, banyak kesaksian yang menyatakan dosen tersebut memiliki tabiat seperti itu. “Mungkin ada korban yang tidak berani atau malu (melapor). Tetapi untuk ketiga korban ini, mereka komit bahwa tujuannya adalah memberi peringatan bagi semua supaya tidak mengalami hal serupa,” tuturnya.
Kepada kaltimkece.id, Dekan Fahutan Unmul, Prof Rudi Amirta, memberikan pernyataannya. Guru besar yang menekuni riset biomassa itu menyatakan, kampus telah mengambil kebijakan terhadap dosen tersebut. Sejumlah langkah juga ditempuh kampus untuk tujuan pencegahan.
Berikut kutipan wawancara Prof Rudi Amirta kepada jurnalis kaltimkece.id, Robithoh Johan Palupi, pada Selasa, 30 Agustus 2022.
Tanggapan Anda mengenai kasus ini?
Fakultas sangat berhati-hati dalam mengawal kasus tersebut. Dan itu alasan mengapa kami menggunakan pendampingan hukum dari universitas. Untuk saat ini, mengenai dugaan pelecehan seksual, informasi yang keluar hanya dari satu pintu. Hal ini untuk mencegah kekeliruan persepsi dan kemungkinan timbulnya masalah hukum yang baru.
Di samping itu, kejadian ini sudah dilaporkan kepada Universitas Mulawarman dan kementerian. Langkah itu, khususnya, dalam upaya pengambilan kebijakan kepada dosen terduga sampai adanya status hukum yang mengikat.
Bagaimana kebijakan kepada dosen yang bersangkutan?
Untuk terduga dosen yang dilaporkan, saat ini sudah dibebastugaskan dari semua aktivitas pembelajaran di Fahutan. Dipastikan tidak benar apabila ada kabar yang menyebut bahwa yang bersangkutan kembali mengajar. Upaya pembebastugasan ini dimaksudkan agar yang bersangkutan berfokus kepada proses hukum yang sedang berjalan. Tentu sampai nantinya berkekuatan hukum tetap dan akan diambil kebijakan terbaru.
Apa saja upaya fakultas mencegah kejadian ini di kampus?
Ada beberapa yang sudah dilakukan. Contohnya, khusus wilayah ruang dosen, saat ini dibuat partisi menggunakan kaca. Dengan demikian, bisa mengurangi kemungkinan adanya penyimpangan seperti menyembunyikan orang di ruangan tersebut tanpa terlihat dari luar. Fahutan juga sedang mengupayakan tidak adanya blank spot dari pengamatan CCTV (kamera pengawas) di seluruh fakultas, termasuk ruang pengajaran.
Apakah memungkinkan mengambil langkah ekstrem, misalnya, bimbingan tugas akhir untuk mahasiswi hanya oleh dosen perempuan maupun sebaliknya?
Kalau untuk memberlakukan seperti itu, saat ini belum memungkinkan. Kaitannya adalah dengan bidang keilmuan dan memang tidak ada aturan khusus terkait hal tersebut.
Bagaimana pendampingan dari kampus bagi mahasiswi yang melapor?
Pendampingan tersebut saat ini diambil alih oleh fakultas. Dua dari tiga mahasiswa (yang melapor) telah menyelesaikan pendidikannya. Seorang mahasiswi lagi masih dalam proses penyelesaian studi dan kami jamin tidak bersinggungan lagi dengan dosen terlapor.
Kembali kepada Robert Wilson selaku perwakilan kuasa hukum para pelapor, ia menyatakan bahwa laporan tertulis telah disertai sejumlah bukti. Satu di antaranya adalah tangkapan layar percakapan antara dosen dengan mahasiswi. Robert mengatakan, berdasarkan percakapan tersebut, selalu ada bujuk rayu dari sang dosen yang patut diduga bersifat mengajak.
“Ada juga bukti pemeriksaan dari ahli dalam hal ini psikolog yang memeriksa kondisi korban,” sambungnya.
Robert Wilson menjelaskan, para korban tertekan secara psikis. Mereka bahkan sampai ketakutan hanya karena melihat kendaraan yang mirip dengan yang dimiliki terduga pelaku. Padahal, itu bukan kendaraan yang sama. Para korban juga disebut langsung gemetar dan berkeringat dingin cuma karena mendengar suara dosen tersebut saat Zoom Meeting.
Ketua Pusat Studi Perempuan dan Anak Unmul, Haris Retno, telah diminta mendampingi dan membuat telaah hukum. Ia juga berkonsultasi dengan psikolog mengenai rekomendasi psikis korban yang dilaporkan secara tertulis dalam kasus ini.
Sementara itu, Kepala Satuan Reserse Kriminal, Polresta Samarinda, Komisaris Polisi Andika Dharma Sena, menyatakan, masih mengkaji laporan. Kepolisian akan mengklarifikasi korban untuk mengetahui bentuk tindakan asusila. "Kami cek dulu laporannya kemudian kami klarifikasi korban-korbannya,” jelas Kompol Sena. (*)
Dilengkapi oleh: Giarti Ibnu Lestari