kaltimkece.id "Keluar kamu!"
Suasana ruang rapat di lantai satu Gedung E DPRD Kaltim terasa intens. Wakil Ketua Komisi II Sapto Setyo Pramono, baru saja mengusir perwakilan PT Pelayaran Mitra Tujuh Samudera (PMTS). Sapto menganggap perwakilan PMTS tidak merepresentasikan pimpinan perusahaan karena hanya mengirim seorang tenaga ahli.
"Pimpinan berhalangan karena tidak mendapat tiket pesawat," ucap tanaga ahli itu menjelaskan alasan pimpinannya urung menghadiri rapat. Selepas diusir, kaltimkece.id berupaya mengonfirmasi hingga luar ruang rapat, namun perwakilan PMTS itu enggan berbicara.
Senin itu, 28 April 2025, Komisi II DPRD Kaltim mengagendakan rapat dengar pendapat membahas kondisi Jembatan Mahakam I. Pembahasan bergulir cepat karena lagi-lagi jembatan yang Februari lalu ditabrak tongkang muatan kayu, kembali dihantam tongkang. Jembatan yang diresmikan mantan Presiden Soeharto pada 2 Agustus 1986 itu, kali ini ditabrak kapal tongkang muatan batu bara, pada Sabtu malam, 26 April 2025.
"Baru saja kami rapat membahas ini pada Maret lalu, muncul masalah sama," ucap Sabaruddin Panrecalle, ketua Komisi II DPRD Kaltim. Dalam rapat yang digelar Maret 2025 lalu, DPRD Kaltim memanggil PMTS meminta pertanggungjawaban atas penabrakan jembatan pada Februari lalu. PMTS merupakan perusahaan jasa pelayaran yang menabrak Jembatan Mahakam I hingga membuat fender pelindung jembatan rusak.
Anggota Komisi III DPRD Kaltim, Jahidin, pun menyayangkan sikap perusahaan. Padahal dalam pertemuan sebelumnya, PMTS bersedia meneken berita acara pertanggungjawaban atas perbaikan jembatan dengan target penyelesaian pada Juni 2025.
"Kalau sikap (pimpinan PMTS) begini, jangan sampai uang pajak rakyat dipakai mengganti kerusakan," ujarnya.
Sikap berbeda diberikan PT Energy Samudera Logistic. Direktur jasa pelayanan kapal tongkang, Jay Hendrik, hadir langsung dalam RDP DPRD Kaltim dua hari setelah kapal mereka yang menggandeng tongkang menghantam Jembatan Mahakam I.
"Atas nama perusahaan, kami mohon maaf sebesar-besarnya atas insiden Kapal Liberty 7 yang menggandeng tongkang Tsamara 3035 menabrak Jembatan Mahakam I," ujar Jay Hendrik.
Kapal Liberty 7 saat itu mengangkut batu bara milik PT Gunung Bayan Pratama Coal. Namun, perwakilan perusahaan yang turut hadir dalam rapat tersebut menyebutkan bahwa batu bara yang dibawa kapal tongkang telah dijual ke perusahaan lain.
"Perjanjian jual beli dilakukan sebelum tongkang berlayar. Sehingga statusnya sudah alih kepemilikan," terangnya. Namun, ia tetap menyampaikan rasa prihatin terhadap peristiwa penabrakan yang terjadi pada Sabtu malam itu.
Mursidi, kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Samarinda menerangkan detail kejadian. Dituturkannya, pukul setengah sebelas malam, kapal dalam proses berputar untuk melakukan penambatan setelah melewati arus bawah Jembatan Mahulu. Penambatan dilakukan untuk menunggu jadwal melewati Jembatan Mahakam I keesokan harinya. Jembatan Mahulu berada sekira 6,5 km dari Jembatan Mahakam I.
Pukul sebelas malam, kapal sudah dalam posisi terikat di pohon. Namun, derasnya arus kemudian membuat kapal hanyut dan tali tambat pun terlepas. Hingga kemudian kapal menabrak Jembatan Mahakam I pada pukul setengah dua belas.
"Area tambat bukan berada di posisi yang telah ditentukan oleh KSOP," tegasnya.
Mengutip Perda Kaltim 1/1989 tentang Lalu Lintas Jembatan Mahakam, Mursidi menyebutkan bahwa jarak minimal penambatan adalah 5.000 meter dari sisi hulu jembatan di Loa Janan. KSOP pun telah menentukan area tambat di kawasan Harapan Baru.
"Kapal justru menambat di dekat Big Mall," sebutnya. Merujuk penghitungan melalui citra satelit, jarak dari Big Mall ke Jembatan Mahakam I adalah 770 meter.
Sementara itu, Suparman, General Manager Pelindo Regional 4 Samarinda menyebutkan bahwa jadwal melewati Jembatan Mahakam I terakhir adalah pada pukul 5 sore. Sehingga peristiwa penabrakan Jembatan Mahakam I di luar jam operasional kapal pandu Pelindo.
"Setelah mendapatkan informasi, kami juga langsung mengirimkan dua kapal tunda (tugboat) untuk evakuasi," ungkapnya.
Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Kaltim Hendro Satrio menyebutkan bahwa kali ini posisi yang tertabrak adalah pier empat. Sementara posisi yang tertabrak pada Februari lalu berada di pier tiga. Penabrakan terakhir, sebutnya memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap kondisi jembatan.
Terdapat retakan melintang di area beton. Retakan itu juga membuat korosi di sejumlah area jembatan. Ia pun menyebutkan bahwa Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional Kaltim akan kembali menginvestigasi menyeluruh terhadap kelaikan jembatan.
"Oleh karena itu, kami merekomendasikan penutupan sementara jembatan selama proses pengujian," ucapnya.
Fitra Prananda selaku kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Perumahan Rakyat Kaltim pun meminta agar investigasi BBPJN Kaltim dilakukan secara konkret. Sebab, dari pengamatan visual, terdapat tiang pancang yang terlihat bengkok dan nyaris patah.
"Sehingga nanti dapat ditentukan apakah lalu lintas laut dikurangi trafiknya hingga lima puluh persen atau ditutup total sementara,â ujarnya.
Getaran saat Proses Pengujian
Tak lama, BBPJN Kaltim akhirnya melakukan pengujian pada Rabu, 30 April 2025, atau dua hari setelah rapat dengar pendapat di DPRD Kaltim. KSOP pun menutup lalu lintas sungai hingga pukul lima pagi keesokan harinya. Sementara itu, Dishub Kaltim menutup arus lalu lintas darat sejak pukul sembilan pagi hingga pukul lima sore.
Kepala BBPJN Kaltim Hendro Satrio memaparkan, bahwa terdapat tiga pengujian yang dilakukan. Yaitu uji geometrik, uji dinamis serta uji ultrasonic pulse velocity (UPV) terhadap ketahanan beton.
Uji geometrik dilakukan dengan laser interferometer untuk mengukur posisi dan dimensi jembatan pascatabrakan. Kemudian, uji dinamis dilakukan untuk mengukur ketahanan, frekeunsi dan kekakuan jembatan. Sebuah truk bermuatan 8 ton pun dipakai dalam pengujian tersebut.
"Truk nanti akan di-jumping-kan agar jembatan mendapatkan beban kejut untuk mengukur frekuensi dan kekakuan jembatan," terangnya.
Proses pengujian kemudian dilakukan. Truk berwarna merah dinaikkan jumping board berupa batu setinggi 25 cm. Dua roda belakangnya pun kemudian dijatuhkan secara perlahan dari batu tersebut. Tak terasa dampak berarti dari pengamatan kaltimkece.id.
Pengujian kembali dilakukan pada malam hari. Kali ini, truk yang dipakai dalam pengujian berganti. Jika sebelumnya bermuatan 8 ton, truk berwarna oranye yang dipakai dalam pengujian pada malam hari berbobot 12 ton.
'Tadi siang kami tidak begitu yakin dengan hasilnya, sehingga kali ini kami menambah beban tonase," ungkap Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan Jembatan BBPJN Kaltim David Pasaribu yang hadir dalam pengujian malam itu.
Hasilnya pun tampak berbeda. Pengamatan kaltimkece.id, pada saat roda truk dijatuhkan, terasa getaran jembatan secara vertikal. Termasuk ketika roda truk dinaikkan ke batu setinggi 50 cm. Pengujian dilakukan sebanyak lima kali.
David menegaskan, bahwa hasil pengujian secara menyeluruh akan dianalisis pada pekan ini. Kemudian, pada Senin, 5 Mei 2025, BBPJN akan menyampaikan hasil pengujian kepada masyarakat.
"Untuk sementara ini kendaraan ringan saja yang bisa melintas. Untuk kendaraan berat di atas roda empat lewat jembatan yang lain saja," ucapnya. Ia berkaca dari getaran di jembatan yang terjadi pada pengujian truk dengan beban 12 ton.
Masihkah Aman untuk Dilewati?
Masih lekat di ingatan masyarakat Kaltim runtuhnya jembatan di Kutai Kartanegara pada 2011. Peristiwa penabrakan Jembatan Mahakam I di Samarinda secara beruntun dalam beberapa bulan ini pun menimbulkan pertanyaan; aman kah jembatan Mahakam I dilewati?
Ahli konstruksi Politeknik Negeri Samarinda, Tumingan menyebutkan bahwa secara umum, umur jembatan adalah 100 tahun. Jika dilihat dari tahun pembangunan pada 1986, maka Jembatan Mahakam I seharusnya masih berumur panjang.
"Namun situasi berbeda dengan penabrakan berkali-kali seperti ini," sebutnya. Apalagi, secara menyeluruh Jembatan Mahakam I telah ditabrak sebanyak 23 kali.
Jembatan Mahakam I, sambung dia, memang sudah tak ideal. Pembangunannya pada kurun 1980-an tidak memperhitungkan melintasnya kapal tongkang berbadan lebar. Itu terlihat dari jarak antarpilar.
Jika merujuk data BBPJN, Jembatan Mahakam I memiliki enam pilar. Jarak dari satu pilar dengan yang lain adalah 60 meter. Hanya dua pilar di tengah yang memiliki jarak 100 meter antara satu dengan yang lain.
"Jarak ini berbeda dengan kembarannya yang memiliki jarak pilar sekitar 270 meter," sebut Tumingan.
Dengan situasi yang ada sekarang, Tumingan menilai bahwa perlu rehabilitasi total terhadap pilar jembatan. Jika memungkinkan, jarak antarpilar menyesuaikan dengan kembarannya dengan bentang yang lebih lebar.
Dirinya pun juga meminta agar trafik lalu lintas laut diawasi secara ketat. Pengaturan lalu lintas di bawah jembatan pun harus memperhitungkan pasang surut air laut. Termasuk arah arus air laut. "Idealnya, kapal itu harusnya melawan arus. Kalau mengikuti arus, kapal akan mudah terlarut," sorotnya.
Jika merujuk kronologi yang diberikan KSOP pada rapat dengar pendapat di DPRD Kaltim, penabrakan terakhir dilakukan tanpa mentaati kaidah tersebut. Sebab, kapal milik PT Energy Samudera Logistic berlayar dari arah hulu melintas Jembatan Mahakam I.
Padahal, arah itu justru merupakan arah arus Sungai Mahakam. Dalam video yang beredar pun terlihat bagaimana kapal tongkang batu bara tak berdaya melawan arus air yang begitu deras hingga menghantam Jembatan Mahakam I.
Bukan hanya menjadi tanggung jawab KSOP dan Pelindo, ia pun mendorong Pemprov Kaltim menerbitkan regulasi baru mengatur arus lalu lintas Jembatan Mahakam I. Sehingga dalam peristiwa seperti ini jelas mekanisme pertanggungjawaban.
Perda Kaltim 1/1989 yang diterbitkan oleh gubernur Kaltim saat itu, Muhammad Ardans, memang terbilang usang di sejumlah poin. Salah satu poin, misalnya, menyebutkan bahwa pelanggaran arus lalu lintas Jembatan Mahakam I didenda sebesar Rp50 ribu.
Dengan nilai kurs sekarang, denda tersebut tentu tak akan mampu mengganti kerusakan jembatan akibat penabrakan. Fender yang ditabrak pada Februari lalu saja ditaksir memiliki nilai kerugian puluhan miliar rupiah.
Arus lalu lintas darat pun perlu diatur secara ketat. Melihat kondisi sekarang, maka Jembatan Mahakam I tak dapat dilewati dengan truk bermuatan berlebih. Apalagi, dilintasi truk angkutan batu bara dan sawit. Untuk truk sampah dan bis penumpang, ia menilai masih aman.
"Larangan 'kan sebenarnya sudah ada, kesadarannya saja," sebutnya. (*)