kaltimkece.id Waktu telah memasuki asar ketika ponsel pintar milik Bunda, bukan nama sebenarnya, berdering. Di layar kaca ponsel, tetangga yang pernah menjadi rekan kerja Bunda di rumah makan memanggil melalui sambungan telepon. Akan tetapi, Bunda tak menjawab panggilan tersebut. Ia terus berbaring bersama buah hatinya di sebuah rumah kontrakan di Samarinda.
Selasa sore, 6 Juni 2023, sekira pukul 15.30 Wita, setelah panggilan telepon berhenti, giliran pesan pendek dari WhatsApp tiba di ponsel Bunda. Pesan dari orang yang sama itu juga tak direspons Bunda. Ibu satu anak itu hanya membaca pesan tersebut melalui notifikasi tanpa memberikan balasan. Isinya, Bunda diminta ke rumah si tetangga untuk mencabut rambut putih alias ubannya.
Setengah jam kemudian, Bunda menuruti permintaan tersebut. Ia datang ke rumah temannya dengan membawa anak semata wayangnya, sebut saja Buyung. Saat Bunda sedang mencabut uban temannya, Buyung bermain sendirian sambil mengunyah makanan ringan.
“Mama, haus,” ucap Buyung kepada ibunya sebagaimana diceritakan ulang kepada kaltimkece.id, beberapa waktu lalu.
Mendengar permintaan tersebut, Bunda meminta minum kepada temannya. Si teman segara bangkit dan masuk sebuah ruangan. Tak lama kemudian, ia datang dengan membawa sebuah botol ukuran 600 mililiter dan memberikannya kepada Buyung. Bocah berusia tiga tahun itu segera menegak air di botol tersebut lalu melanjutkan memakan makanan ringan.
Menjelang magrib, Bunda dan Buyung pulang. Beberapa jam kemudian, kira-kira pukul 8 malam, Bunda hendak memberikan makan kepada Buyung namun ditolak. Awalnya, Bunda menganggap penolakan itu sebagai hal yang lumrah mengingat Buyung belum lama selesai makan kudapan. Anggapan itu segera ditepisnya saat ia melihat Buyung bercucuran keringat dengan aroma tak sedap.
“Saya tidak pernah mencium keringat dia yang seperti itu sebelumnya,” katanya. Ia makin waswas ketika Buyung tak kunjung terlelap hingga pukul 9 malam. “Padahal, biasanya, dia sudah tidur jam segitu,” sebutnya. Tak terasa, Bunda, yang kini menjadi orangtua tunggal, tertidur tanpa mengetahui lagi kondisi anaknya.
Rabu, 7 Juni 2023, pukul 1 dini hari, Bunda terbangun. Ia kaget bukan main melihat Buyung belum tidur dan berbicara sendiri. Kondisi Buyung yang tak mau makan, minum, tidur, dan bercerita sendiri ini, kata Bunda, berlangsung hingga dua malam. Bingung melihat kondisi tersebut, Bunda menceritakan keadaan Buyung di status Facebook. Sejumlah warganet segera merespons cerita tersebut.
“Ada yang komen, kondisi seperti itu seperti orang habis nyabu. Ada juga yang bilang kesambetan,” bebernya.
Positif Sabu
Cerita yang dibuat Bunda itu turut direspons Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kaltim. Ketua tim tersebut, Rina Zainun, bersama beberapa anggotanya segera mendatangi kediaman Bunda. Setelah melihat kondisi Buyung, TRC PPA Kaltim membawa Bunda bersama anaknya ke Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Atma Husada Mahakam Samarinda. Oleh tim medis, urine Buyung diperiksa.
“Hasilnya, urine anak itu positif mengandung metamfetamina atau narkotika jenis sabu-sabu,” jelas Rina. Menindaklanjuti laporan tersebut, TRC PPA membawa Buyung ke RSUD Abdul Wahab Sjahranie. Upaya ini sempat ditolak Bunda. Ia khawatir dengan biaya rumah sakit. “Kami yakinkan, pengobatannya akan dibantu,” imbuh Rina. Pada akhirnya, Buyung mendapat perawatan medis yang memadai. Lambat-lambat, ia bisa tertidur lagi.
Di RSUD Abdul Wahab Sjahranie, Buyung dirawat selama tiga hari. Setelah sembuh, ia diinapkan di sebuah rumah aman milik TRC PPA Kaltim. Rina menjelaskan, hal ini dilakukan untuk menjamin keselamatan Buyung.
Sabu-sabu yang dikonsumsi Buyung itu dipastikan berasal dari minuman yang diberikan teman Bunda pada Selasa sore, 6 Juni 2023. Teman Bunda itu adalah seorang perempuan berinisial T, 50 tahun. Jumat malam, 9 Juni 2023, T diciduk polisi di rumahnya. Kasus ini kini ditangani Unit PPA, Satuan Reserse dan Kriminal, Kepolisian Resor Kota Samarinda.
Kepada kaltimkece.id, Kepala Polresta Samarinda, Komisaris Besar Polisi Ary Fadli, membenarkan bahwa air yang diberikan T kepada Buyung mengandung sabu-sabu. “Motif tersangka memberikan minuman itu belum diketahui. Penyelidikan masih berjalan,” kata Ary Fadli.
Atas perbuatannya, T dijerat pasal 89 juncto pasal 76j Undang-Undang 35/2014 tentang perubahan atas UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak. Ia terancam hukuman penjara selama 10 tahun.
Kombes Pol Sutarso, Kepala Balai Rehabilitasi BNN Tanah Merah. FOTO: GIARTI IBNU LESTARI-KALTIMKECE.ID
Dampak Sabu bagi Pengonsumsi
Enam hari setelah T ditangkap atau pada Senin pagi, 12 Juni 2023, sejumlah orang dari Balai Rehab Badan Narkotika Nasional Tanah Merah mendatangi rumah aman yang menjadi tempat menginap Buyung. Mereka memeriksa kondisi Buyung. Setelah itu, mereka memindahkan Bunda dan anaknya ke rumah yang lebih aman.
Kepada kaltimkece.id, Kepala Balai Rehabilitasi BNN Tanah Merah, Kombes Pol Sutarso, mengatakan, Bunda dan Buyung kini didampingi tim khusus dari Balai Rehabilitasi BNN Tanah Merah. Selama pendampingan ini, Bunda dan Buyung dijamin mendapatkan kehidupan yang layak. Perawat pun akan memantau kondisinya selama 24 jam walau secara kasatmata fisiknya terlihat sehat.
“Mereka mendapat pendampingan medis, kecukupan gizi, hingga pendampingan lainnya,” jelasnya.
BNN Tanah Merah akan mengobservasi Buyung secara berkala. Sutarso menyebutkan, jika Buyung tidak ditangani dengan baik, maka dapat mengganggu pertumbuhannya. Metamfetamina disebut dapat merusak gigi dan gusi milik pengonsumsinya.
“Jika tidak segera ditangani, gusinya akan infeksi sehingga virus dan bakteri bisa masuk dan mengganggu saraf pusat yakni otak,” sebutnya.
Jika saraf pusat terganggu, sambung dia, dapat memengaruhi perilaku, kognitif, daya ingat, hingga kecerdasan pengonsumsi metamfetamina. Seseorang yang kekurangan gizi dan pernah terkontaminasi zat berbahaya itu, maka waktu pemulihannya akan lebih lama. Balai Rehab BNN Tanah Merah juga akan memeriksa kesehatan Buyung untuk mencari tahu penyakit lainnya yang ditimbulkan dari metamfetamina.
“Kami tidak hanya menangani anaknya yang mengonsumsi metamfetamina tapi juga ibunya. Ibunya adalah keluarga yang harus terus mendampingi anaknya menjalani perawatan,” kunci Sutarso. (*)