kaltimkece.id Adyatma Priady sedang memainkan stik playstation miliknya saat menjawab permintaan wawancara kaltimkece.id pada Sabtu, 14 Desember 2024. Waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari, anak istrinya pun sudah tertidur lelap. Namun dirinya masih bergumul dengan gim sepak bola "eFootball 2025" yang baru saja ia peroleh beberapa bulan lalu.
Sekilas, ia tampak seperti bapak-bapak pada umumnya. Namun, delapan ribu kilometer dari tempat ia tinggal di Tenggarong, Kutai Kartanegara, tiga anak muda yang ia latih baru saja memenangkan Piala Dunia Gim Elektronik Sepak Bola FIFA atau FIFAe World Cup 2024, yang berlangsung di Riyadh, Arab Saudi. Mereka adalah Rizky Faidan, Elga Cahya Putra, dan Akbar Paudie.
"Pesawat mereka baru saja take off menuju Jakarta. Sebelumnya mereka sempat transit di Qatar," ucapnya. Di Qatar dan Arab Saudi, waktu masih menunjukkan pukul delapan malam. Terdapat perbedaan waktu lima jam.
Adyatma Priady melatih tim nasional gim sepak bola (eFootball) Indonesia bersama Coach Andi Wong dan Pelatih Kepala Putra Sutopo. Karier sebagai pelatih bukan yang pertama kali untuk Adyatma. Sebelumnya, ia juga dipercaya melatih tim Kalimantan Tengah di Pekan Olahraga Nasional Aceh dan Sumatra Utara, yang berlangsung September tahun ini.
"Meski menjadi kuda hitam, kami berhasil meraih medali perak saat itu," ucapnya bangga, melalui sambungan telepon kepada kaltimkece.id.
Prestasi itu bukan satu-satunya. Pada 2022, Adyatma Priady juga mengantarkan tim nasional eFootball Indonesia memenangkan medali emas di kompetisi yang diselenggarakan Federasi Olahraga Elektronik Internasional (IESF) yang digelar di Nusa Dua, Bali, pada 2022 lalu. Setahun sebelumnya, ia juga dipercaya melatih tim Kalimantan Timur pada PON 2021 di Papua.
Adyatma Priady memang bukan orang sembarangan di kancah kompetisi eFootball. Dikenal dengan nama Ady Qwa, dirinya memulai karier sebagai pemain gim sepak bola sejak 2005. Padahal, saat itu kompetisi olahraga elektronik atau e-sports belum sepopuler sekarang.
"Belum ada kompetisi resmi, ibaratnya kita 'tarkam' saja," kelakarnya.
Namun, kompetisi yang dia istilahkan tarkam (pertandingan antarkampung) ini, eFootball membawanya berkeliling ke berbagai kota di Indonesia. Saat itu, 2005 adalah pertama kalinya ia berkompetisi di Jakarta. Di tahun-tahun selanjutnya, ia berkali-kali berkompetisi di berbagai tempat, mulai dari Jawa Tengah hingga Sumatra.
Rutin berkompetisi hingga 2018, Ady Qwa kemudian direkrut oleh Louvre, sebuah klub olahraga elektronik. Hanya berselang setahun, ia kemudian bermain di Liga Thailand Premiere League. Ady Qwa dilirik oleh salah satu klub bernama PT Prachuap FC. Ia pun pindah menetap di Negeri Gajah Putih.
"Semua berawal dari hobi saya di rental PS," kelakarnya.
Ady Qwa meraih popularitas di Thailand. Salah satu klub papan atas Thailand, Bangkok Glas Pathum United Football Club (BG Pathum) kemudian menariknya untuk bergabung. Dengan nomor punggung 18, Ady Qwa berhasil membawa BG Pathum menjuarai liga di tahun yang sama.
"Total hadiah uang yang saya dapatkan mencapai Rp400 juta," ungkapnya.
Juara liga tak serta merta membuat Ady Qra puas. Sempat membawa BG Pathum di posisi kedua liga pada tahun berikutnya, Ady Qwa kemudian bergabung di Police Tero FC. Tiga tahun menjadi pemain gim sepak bola profesional di Thailand, barulah ia kembali di Indonesia pada akhir 2021.
Berbekal pengalamannya di Thailand, ia dipercaya Pemerintah Provinsi Kaltim untuk melatih kontingen Kaltim di cabang olahraga gim sepakbola pada PON yang digelar di Papua pada tahun yang sama. Sayang, saat itu langkah Kaltim terhenti di perempat final.
Selepas melatih kontingen Kaltim, Ady Qwa memutuskan untuk kembali berkecimpung menjadi pemain di gim sepak bola. Ia kemudian membela Madura United di Indonesian Football e-League pada musim 2021/2022. Musim depannya, ia bergabung bersama klub asal Samarinda, Borneo FC, yang kemudian menutup kariernya sebagai pemain sepak bola elektronik profesional.
"Saya memutuskan untuk menikah," ucapnya.
Dirinya mengaku sempat menemui kesulitan saat menjelaskan profesinya kepada calon mertua. Namun, setelah dibantu istri menjelaskan kiprahnya di dunia gim sepak bola yang telah membawanya ke luar negeri, rintangan itu pun berhasil ia lewati.
"Awalnya mertua hanya senyam-senyum ketika diberitahu saya hidup dari bermain gim," kenangnya.
Meski berfokus menjalani kehidupan berkeluarga, kariernya di gim sepak bola tak berakhir. Tak lagi menjadi pemain, Ady Qwa yang kini menginjak kepala tiga kemudian beralih menjadi pelatih profesional di gim sepak bola. Pilihan karier yang, singkat cerita beberapa hari lalu, membawa Indonesia meraih juara dunia di Riyadh, Arab Saudi.
Dirinya mengaku tak terlalu khawatir saat laga final anak didiknya sempat tertinggal 1-0 melawan tim nasional Brazil. Pada sesi karantina seleksi nasional, ia menyebutkan telah melatih mental tim Garuda. Jangankan tertinggal 1-0, sebutnya, tertinggal 2-0 pun sudah ia persiapkan sejak jauh-jauh hari.
"Kalau tombol stik itu sama saja, tapi kompetisi itu bukan hanya soal jago tapi juga mental," sebutnya.
Tak hanya melatih mental pemain. Bersama tim, dirinya melakukan riset terhadap tim-tim yang akan mereka lawan. Model permainan pun menyesuaikan dengan tim yang akan dilawannya. Alhasil, di laga final Indonesia berhasil berbalik menang dengan skor 2-1.
"Di final, kami justru mengarahkan pemain agar bermain yang sederhana saja tetapi efektif. Itu mungkin yang membuat tim lawan kaget," ucap lelaki yang juga melatih tim e-sport Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kaltim di ajang Pekan Olahraga Wartawan Nasional di Kalimantan Selatan, Agustus tahun ini.
Fleksibilitas menjadi kunci, sebutnya, dalam Indonesia meraih juara dunia di Arab Saudi. Ia menilai, ketika pemain memiliki pakem tertentu, justru akan mudah terbaca pihak lawan. Oleh karena itu, penting untuk mengubah strategi di kala diperlukan.
"Misalnya kami strateginya serangan balik cepat dengan formasi 4-3-3. Ternyata enggak tembus. Akhirnya diubah dengan strategi long ball, bermain umpan lambung. Pemain yang awalnya fokus di sayap juga kami pindahkan ke tengah," ucapnya mencontohkan.
Penting juga, sebutnya, untuk sabar menunggu momen yang tepat. Ketika lawan bermain menguasai bola, ia mencontohkan, cukup bersabar menunggu pemain lawan melakukan kesalahan. Saat itulah kemudian aliran bola dapat dipotong dan serangan balik dapat dilakukan. Seorang pemain gim sepak bola, lanjut dia, juga mesti tahu langkah yang tepat di setiap momen.
"Jangan sampai seharusnya umpan rendah malah kita paksa umpan lambung," tutupnya. (*)
Ketika ditanya mengenai pelatih favorit, dirinya menyebutkan nama Zinadine Zidane, mantan pemain sepak bola Prancis yang sempat melatih Real Madrid dan membawa klub asal Spanyol itu menjuarai Champions League selama tiga tahun berturut-turut.
"Banyak orang bilang Zidane miskin taktik, tapi sebenarnya Zidane mampu menurunkan ego pemain supaya bermain sebagai tim," sebutnya. Real Madrid, saat dilatih Zidane merupakan klub bertabur pemain bintang. Kepiawaian Zidane mampu mengeluarkan kemampuan terbaik semua pemain dan tidak hanya bertumpu ke satu orang saja.
Filosofi itulah yang kemudian ia bawa ketika melatih tim gim sepak bola Indonesia. Ia mengingatkan pemain-pemainnya bahwa mereka bermain sebagai tim, bukan sebagai individu. Kolaborasi satu sama lain tak boleh dilupakan.
Ady Qwa memasang target Olimpiade yang akan digelar di Milan dan Cortina d'Ampezzo, Italia pada 2026. Ia menilai, Olimpiade merupakan kompetisi yang lebih bergengsi, apalagi pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga ia yakini akan memberi perhatian lebih pada kompetisi tersebut.
Di luar prestasi pribadi, Ady Qwa juga berharap agar dukungan pemerintah di industri gim sepak bola dapat terus ditingkatkan. Apalagi, sekarang sudah ada federasi resmi di bawah Pengurus Besar Esports Indonesia (PBESI). Salah satu yang dapat dilakukan, sebutnya, dengan menyediakan gaming house di daerah-daerah.
"Nanti secara berkala bisa kita seleksi dari tiap kecamatan, sehingga ekosistemnya lebih kompetitif," harapnya. (*)