kaltimkece.id Herman Abdullah terpana begitu mendengar laporan dari meja kasir. Manager CV Sinar Utama, sebuah diler sepeda motor di Jalan Pangeran Hidayatullah, Kelurahan Pelabuhan, Samarinda, tersebut, seperti tak percaya dengan yang barusan terjadi. Seorang pelanggan yang mengenakan kemeja kotak-kotak hendak membeli sepeda motor dengan uang tunai pecahan Rp 2.000 dan ribuan koin logam. Semuanya tersusun rapi di kardus-kardus cokelat.
Jumat, 19 Maret 2021, sejumlah bawahan Herman di showroom segera melayani pembeli tersebut. Kepada para karyawan, pembeli mengatakan bahwa uang receh tersebut adalah tabungan anaknya. Ada ribuan koin dengan berat luar biasa dan puluhan gepok Rp 2.000 yang diikat karet gelang.
“Pembeli tersebut mengatakan, sepeda motor matik itu hendak dihadiahkan anaknya untuk kakek,” jelas Herman kepada reporter kaltimkece.id, Ahad, 21 Maret 2021.
Seisi diler segera sibuk. Herman menugaskan lima pegawainya untuk menghitung uang. Setelah dua jam, diperoleh hasil tabungan dengan total sekitar Rp 15 juta. Sementara itu, harga sepeda motor yang dipajang di showroom dan hendak dibeli adalah Rp 18.240.000. Kekurangan sekitar Rp 3 juta ditutupi via transfer.
“Kami memang melayani semua jenis pembayaran, selama sah dan sesuai peraturan,” jelas Herman.
Pembeli “yang tak biasa” tersebut bernama Mulyadi, 47 tahun. Ia seorang pengusaha jasa di bidang perkebunan dan pertambangan. Mulyadi membenarkan bahwa pada Jumat itu pergi ke diler untuk mewakili putri bungsunya, Juwytha Crystina Djayanti, membeli sepeda motor. “Dia kan masih kecil, masih kelas dua SD. Kebetulan, anaknya pemalu jadi saya yang wakilkan,” ucap Mulyadi kepada kaltimkece.id via telepon seluler, Senin, 22 Maret 2021.
Belikan untuk Kakek
Niat membeli sepeda motor muncul bulan lalu. Pada 20 Februari 2021, mertua Mulyadi berkunjung ke kediamannya di Samarinda. Kakek putrinya itu berasal dari Desa Panca Jaya, Kecamatan Muara Kaman, Kutai Kartanegara. Sebuah kunjungan biasa manakala seorang kakek ingin melepas rindu bersama cucu-cucunya.
Pada saat malam tiba, kisah Mulyadi, sang kakek bercerita kepadanya dan istri. Mertuanya itu mengaku, tidak memiliki cukup uang untuk membeli kendaraan baru. Padahal, sepeda motor yang dipakai buat berladang sudah rusak dimangsa usia.
“Ternyata Juwita dan kakaknya mendengar hal tersebut. Mereka tahu-tahu sudah masuk dan bilang, ‘sini sudah, adik yang belikan’,” jelas Mulyadi.
Mendengar hal itu, kakek Juwita yang sudah berusia 70 tahun segera memeluk dan menciumi pipi cucunya. Keluarga pun sepakat uang tabungan Juwita dipakai untuk membeli kendaraan. Kekurangannya akan ditambahi oleh Mulyadi. Sebulan kemudian, Mulyadi sudah diler dan membeli sepeda motor tersebut.
Diajari Sejak Kecil
Juwita dan kakaknya yang bernama Melynda Djayanti, 17 tahun, telah dididik Mulyadi untuk menabung sejak mereka belum sekolah. Mulyadi mengatakan, didikan tersebut berlaku karena masa lalunya sangat sulit. Merantau ke Kaltim 15 tahun silam, ia pernah bekerja serabutan bahkan menjadi office boy pada 2011.
“Saya mengajari anak menabung supaya mereka benar-benar menghargai uang,” terangnya.
Sumber tabungan berasal dari uang saku Rp 5.000 untuk Juwita dan Rp 10 ribu untuk Melynda yang Mulyadi berikan setiap hari. Supaya bisa menabung, istri Mulyadi selalu menyiapkan bekal bagi kedua anaknya ke sekolah. Mulyadi mengaku tidak memaksa anaknya menyimpan uang. Ia hanya mengingatkan bahwa uang yang tersebut bisa dipakai suatu hari nanti.
Dari uang saku tersebut, Mulyadi mengatakan, Juwita selalu menyisihkan Rp 2.000 sementara Melynda menyisihkan Rp 5.000 setiap hari. Jika ada rezeki dari sanak keluarga saat Hari Natal, kedua anaknya selalu memasukkan uang ke celengan berbentuk stoples kerupuk. Jarang sekali kedua anaknya membelanjakan uang sampai habis.
“Mereka pernah dapat uang Rp 600 ribu yang ketinggalan di kantong celana saya waktu dicuci. Langsung mereka bagi dua uangnya tapi untuk ditabung,” kelakar Mulyadi.
Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit. Mulyadi mengatakan, total tabungan kedua anaknya memang banyak. Melynda yang menabung sejak kelas 4 SD hingga kelas 1 SMA sudah menabung Rp 70 juta. Setelah SMA, Mulyadi memberi uang saku kepada putri sulungnya secara mingguan sebesar Rp 400 ribu. Setengahnya selalu disisihkan.
“Puji Tuhan, Mei nanti dia ulang tahun ke-18. Dia minta tolong ditambahkan sedikit uangnya buat membeli mobil,” kata Mulyadi. Hemat memang pangkal kaya. (*)
Editor: Fel GM