kaltimkece.id Mentari baru sejenak menatap bumi namun Ardianto Sancay, 48 tahun, sudah selesai mengemas bekalnya. Warga Kampung Kelian, Kecamatan Damai, Kutai Barat, itu akan bekerja mengangkut papan untuk membangun lumbung padi di ladang tetangganya. Sebagai seorang pekerja serabutan, permintaan mengangkut papan seperti ini sudah sering ia terima.
Pagi itu pukul enam pada Ahad, 18 Februari 2024, Sancay pergi setelah berpamitan dengan istrinya. Ia membawa anjat rotan di punggung yang berisi peralatan kerja dan bekal makan siang. Baru saja beberapa langkah Sancay berjalan, sebuah kendaraan mendekatinya dan berhenti. Mobil tersebut milik TNI.
Sancay mengenali satu dari empat penumpang di mobil tersebut. Lelaki itu adalah Petinggi Kampung Kelian, Angbana. Tiga orang lainnya yang mengenakan seragam loreng baru ia temui pagi itu. Sancay mulai gelisah. Ia menerka-nerka mengapa tentara bersama petinggi kampung menemuinya.
"Selamat pagi, Pak Sancay. Mau berangkat kerja, kah?"
Sapaan Angbana, petinggi kampung, membuyarkan purbasangka di benak Sancay. Ia pun lekas menjawab salam.
"Tenang, Pak. Saya ke sini bersama Bapak Dandim (Komandan Kodim) 0912/Kubar. TNI ingin membantu untuk membangun rumah Pak Sancay," kata petinggi menjelaskan maksud kedatangannya.
"Hah?"
Suara Sancay tercekat. Ia seperti tidak percaya kalimat yang barusan didengarnya. Bagaimana mungkin ada yang mau membangun rumah untuknya? Biayanya dari mana? Kenapa saya yang dipilih?
"Ya, benar, Pak. Kami dari Satgas TMMD (TNI Manunggal Membangun Desa) ke-119 tahun 2024. Kami akan melaksanakan beberapa kegiatan fisik dan nonfisik di Kampung Kelian. Salah satunya, membangun rumah tinggal layak huni atau RTLH. Kami akan membangun rumah Pak Sancay," jelas Komandan Satuan Tugas TMMD ke-119 sekaligus Komandan Kodim 0912/Kubar, Letnan Kolonel Czi Eko Handoyo.
Air mata Sancay tanpa terasa mengalir di pipi. Ia tak sabar mengabarkan berita gembira tersebut kepada istri dan tiga anaknya.
"Selama 11 tahun ini, saya tinggal di penggilingan padi," tutur Sancay melanjutkan awal kisah pembangunan rumahnya kepada kaltimkece.id, pembuka Maret 2024.
Bangunan penggilingan padi yang dihuni Sancay dan keluarganya berukuran 6 meter x 8 meter. Penggilingan tersebut milik sepupu Sancay. Ia tinggal di situ sejak 2013. Sancay dan keluarga harus berbagi ruangan yang sempit dan pengap bersama gilingan padi tua yang sudah lama tak berfungsi.
Hanya satu ruangan di penggilingan tersebut yang berlantaikan kayu meranti. Ruangan itu disekat untuk tempat makan, tidur, maupun menyimpan barang. Dindingnya dari papan meranti, atapnya dari seng. Sementara itu, lebih dari setengah luas bangunan hanya beralaskan tanah. Tidak ada jendela di penggilingan tersebut, hanya satu pintu untuk keluar-masuk.
Bangunan penggilingan padi itu tak punya tempat mandi, cuci, dan kakus. Sancay dan keluarga harus ke sungai terdekat. Tak jarang, mereka menumpang toilet tetangga atau pergi ke hutan untuk buang air.
"Besok, bahan-bahan bangunan akan diantar dan rumah mulai dibangun," kata Angbana, petinggi yang mulai menjabat di kampung tersebut sejak 2023, menutup pembicaraan pagi itu.
Dua truk datang mengantar material keesokan harinya. Bahan-bahan bangunan itu ditaruh di sebuah lahan milik Sancay. Di lokasi itu, Sancay sempat membangun fondasi rumah dari kayu ulin. Akan tetapi, pekerjaan itu terbengkalai karena ia sempat terserang penyakit sehingga tidak bisa bekerja berat.
Puluhan personel Satgas TMMD ke-119 mulai bekerja di lokasi tersebut. Pekerjaan dilanjutkan dengan mendirikan tiang-tiang, memasang dinding meranti dan atap seng, serta mengecat seluruh rumah.
Hanya dalam 25 hari, sebuah lahan yang tadinya tertutup semak-semak menjelma menjadi bangunan rumah bercat hijau. Hunian itu terdiri dari dua kamar, dilengkapi kamar mandi, serta tandon penampungan air bersih. Sancay tertegun melihat rumah tersebut.
"Selama ini, saya hanya bisa bermimpi memiliki rumah," tuturnya ketika memasuki rumah tersebut untuk pertama kalinya pada Senin, 25 Maret 2024. Ia menerima kunci rumah yang diserahkan Komandan Korem 091/ASN Brigadir Jenderal TNI Yudhi Prasetiyo.
Sancay mengaku, tak pernah sedikit pun membayangkan ada yang mau membangun rumah untuknya. Bagi Sancay, menumpang di bangunan penggilingan padi untuk berlindung dari terik matahari dan hujan sudah cukup selama ini. Punya rumah hanya sebuah mimpi baginya. TNI melalui program TMMD ke-119 tahun 2024, mewujudkan mimpinya itu.
"Saya sangat berterima kasih kepada TNI dan petinggi Kelian yang sudah membantu. Sekarang, saya bisa tinggal di rumah yang layak huni," ucap Sancay.
Kepada kaltimkece.id, Petinggi Kampung Kelian, Angbana, mengatakan bahwa TMMD ke-119 telah membantu mempercepat pembangunan di kampung. Selain RTLH tadi, akses jalan kampung juga diperbaiki. Ia mengatakan bahwa kontur tanah di Kampung Kelian berpasir. Perbaikan jalan selama ini tidak bertahan lama. Sekarang, jalan tersebut telah dicor beton melalui program TMMD.
"Sebelum semenisasi, warga kesulitan menjual karet," terangnya.
Masalahnya adalah pembeli karet yang menggunakan kendaraan roda empat tidak bisa masuk ke kampung. Mereka harus menggunakan sepeda motor. Harga karet yang tadinya Rp 7.000 per kilogram akhirnya jatuh karena tambahan biaya transportasi. Karet di kampung tersebut hanya dibeli Rp 4.000 per kilogram.
Perbedaan harga itu menyebabkan daya beli penduduk Kampung Kelian menurun. Akan tetapi, sejak TMMD pada 2022 yang membangun jalan cor beton, harga karet ikut membaik. Ditambah lagi, lanjut Angbana, semenisasi jalan dilanjutkan lewat TMMD ke-119 pada 2024. Akses dari Simpang Tokong hingga Kampung Kelian kini lancar jaya.
Dansatgas TMMD ke-119 sekaligus Komandan Kodim 0912/Kubar, Letkol Czi Eko Handoyo, membenarkan keterangan petinggi. Sebelumnya, jalan yang rusak parah menyebabkan Kampung Kelian terisolasi. Sejumlah warga pun memilih bermigrasi dari kampung tersebut. Kodim 0912/Kubar merencanakan perbaikan dan pembangunan jalan akses. Sepanjang 638,5 meter jalan dengan lebar 4 meter dicor dengan ketebalan 20 sentimeter.
TMMD Ke-119 di Kutai Barat
Sementara itu, untuk seluruh Kubar, Satgas TMMD membangun sejumlah fasilitas mandi cuci kakus yang merupakan bagian dari Tentara Manunggal Air Bersih (TMAB). Satgas TMMD juga merehabilitasi gedung Gereja Santa Theresia di Kampung Tepulang. Untuk program ketahanan pangan, dibangun 10 hektare kebun jagung dan 4 hektare kebun sayur-mayur.
Adapun kegiatan nonfisik Satgas TMMD ke-119 terdiri dari penyuluhan bela negara, wawasan kebangsaan, dan pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Ada pula sosialisasi keluarga berencana, pencegahan stunting, penyuluhan hukum, termasuk kampanye rekrutmen prajurit TNI AD.
Anggaran TMMD ke-119 di Kutai Barat sebesar Rp 2,9 miliar. Sumbernya berasal dari dukungan Komando Atas sebesar Rp 561 juta dan Pemkab Kubar sebanyak Rp 2,4 miliar.
TMMD ke-119 tahun 2024 di Kubar ditutup Wakil Kepala Staf Angkatan Darat Mayor Jenderal TNI Tandyo Budi R pada Rabu, 20 Maret 2024. Ia menjadi inspektur upacara dalam penutupan di lapangan sepak bola SD 002, Kampung Jengan Danum, Kecamatan Damai, Kutai Barat. Wakasad mengapresiasi dan memberi penghargaan atas upaya Pemkab Kubar dan Kodim 0912/Kubar serta seluruh pihak yang terlibat dalam TMMD.
"Wujud sinergi yang luar biasa dari pemkab dan Kodim 0912. Anggaran yang tadinya hanya diperuntukkan buat semenisasi bisa untuk kegiatan lainnya. Ini over-prestasi," puji Mayjen Tandyo Budi.
Wakasad menegaskan, program TMMD yang mengangkat kearifan lokal adalah sebuah keharusan. Budaya di Kutai Barat adalah benteng yang menjaga kebhinekaan dari rongrongan intoleransi yang dapat memecah belah bangsa.
Bupati Kutai Barat, Fransiskus Xaverius Yapan, menitip pesan kepada Wakasad. Bupati berharap, putra-putri Kutai Barat diberikan kesempatan menempuh pendidikan di akademi militer. Sampai saat ini, kata Bupati, belum ada lulusan akmil dari kabupaten berjulukan Tana Purai Ngeriman tersebut. (*)